Masalah yang Akan Terjadi Jika Manusia Mulai Tinggal di Luar Angkasa (Bagian 1)


Naviri Magazine - “Ini adalah satu langkah kecil bagi seorang manusia,” ucap Neil Armstrong lewat saluran radio pada 20 Juli 1969, “tetapi satu lompatan raksasa bagi umat manusia.”

Pernyataan itu ia ucapkan sesaat setelah menuruni tangga Eagle dan menapakkan kakinya di bulan.

Bertahun-tahun selepas itu, pernyataan Armstrong disangsikan—benarkah perjalanan ruang angkasa baik adanya untuk umat manusia hari ini, pada abad ke-21? Setidaknya, itulah yang disampaikan oleh Victor L. Shammas dan Victor B. Holen dalam sebuah artikel yang dimuat di jurnal Nature.

“Ruang angkasa tidak akan menjadi tempat bagi lompatan raksasa umat manusia (mankind), tetapi ruang angkasa akan menjadi tempat bagi lompatan raksasa para pemilik modal (capitalistkind),” tulis Shammas dan Holen dalam esai yang menjelaskan bahwa misi eksplorasi ruang angkasa saat ini sudah berbeda dibandingkan pada abad sebelumnya.

Hasil dari upaya penerbangan roket, pengorbitan satelit, eksplorasi, eksploitasi dan kolonisasi ruang angkasa tidak akan menjadi milik umat manusia, tetapi menjadi milik para pemodal yang seolah-olah mewakili seluruh umat manusia.

Shammas dan Holen menyebut periode eksplorasi ruang angkasa saat ini sebagai New Space, yaitu aktivitas ruang angkasa yang dijalankan oleh pihak pengusaha swasta dengan tujuan mencari laba sebesar-besarnya, dan mencegah intervensi negara sekecil-kecilnya. Itu berlawanan dengan Old Space yang proyek ruang angkasanya didominasi oleh kekuatan negara, terutama di masa Perang Dingin.

Perkiraan itu bukan tanpa dasar. Para pebisnis dan triliuner seperti Elon Musk memang lebih menonjol perannya dalam aktivitas ruang angkasa beberapa tahun terakhir. Data pelacak satelit Celestrak menunjukkan bahwa sekitar 27 persen satelit yang aktif mengitari orbit bumi dimiliki oleh salah satu orang paling kaya di dunia tersebut.

Sejak 2006, perusahaan SpaceX milik Musk memang telah digaet oleh NASA untuk menjalankan misi ruang angkasa. Bahkan, pada 2020, untuk pertama kalinya NASA menyerahkan tanggung jawab penerbangan dua astronautnya kepada perusahaan tersebut. 

Lebih menarik lagi, menjelang akhir 2021, untuk pertama kalinya dalam sejarah antariksa sebuah roket yang mengangkut tim beranggotakan warga sipil akan dikirimkan ke ruang angkasa. Roket itu akan diluncurkan melalui misi SpaceX yang didanai oleh miliarder James Isaacman. 

Empat orang warga sipil yang akan diangkut di antaranya Isaacman sendiri, petugas kesehatan, pemenang undian, dan pemenang kompetisi. Meskipun disebut sebagai proyek amal, tetapi rencana ini menjadi semacam penegas bahwa aktivitas ruang angkasa tidak hanya milik negara, tetapi siapa saja saja yang mempunyai akses dan sumber daya.

Bukan hanya Musk dan SpaceX-nya, kawan-kawan miliardernya juga telah terlibat dalam perlombaan baru di ruang angkasa: Richard Branson dengan Virgin Galactic atau Jeff Bezos dengan Blue Origin. 

Branson berambisi membuat proyek wisata ruang angkasa, sementara Bezos bermimpi menyiapkan koloni manusia di stasiun antariksa. Masuknya pihak swasta ke sektor ini membawa banyak perubahan, sekaligus kegamangan, dalam aktivitas ruang angkasa saat ini.

Masuknya Swasta ke dalam Aktivitas Ruang Angkasa

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Proceedings of the International Astronautical Congress (2013), Gomez dkk. Menyebutkan, sebetulnya pihak swasta telah terlibat dalam proyek antariksa sejak Amerika Serikat dan Uni Soviet bersaing di masa Perang Dingin. 

Bedanya, selama kurun waktu itu, hanya beberapa perusahaan elit saja yang bekerja sama dengan negara, di antaranya: Boeing, Lockheed Martin, MacDonald Dettwiler, Hughes Aircraft Company, Raytheon dan lain-lain. Perbedaan lainnya adalah negara tetap dominan dalam mengatur segala aktivitas antariksa.

Menjelang tahun 2000-an, kondisi itu berubah. Perusahaan-perusahaan baru yang bergerak di bidang antariksa mulai bermunculan, di antaranya SpaceX, XCOR, Blue Origin, Virgin Galactic, dan lain-lain.

Kemunculan perusahaan New Space ini menandakan perubahan dalam dunia antariksa. Perusahaan-perusahaan baru ini ternyata mampu menjalankan misi ruang angkasa yang sebelumnya hanya dipegang negara.

Pada 2009, sebagai contoh, SpaceX berhasil mengorbitkan satelit komersial RazakSAT dari Malaysia melalui roket Falcon 1. Menurut Science Focus, selepas peluncuran itu ada satu hal yang tidak pernah terjadi dalam sejarah antariksa: dirilisnya harga peluncuran roket oleh perusahaan.

Ini adalah salah satu tonggak swastanisasi aktivitas antariksa, yang kemudian diikuti business plan, kalkulasi untung rugi, proposal investasi untuk area yang sebelumnya belum mereka jamah: ruang angkasa. Misi ruang angkasa tidak lagi sebatas bertujuan pengembangan sains atau pertahanan.

Baca lanjutannya: Masalah yang Akan Terjadi Jika Manusia Mulai Tinggal di Luar Angkasa (Bagian 2)

Related

Science 3627854998509638571

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item