Sejarah dan Asal Usul Uang hingga Digunakan Manusia Sedunia (Bagian 3)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah dan Asal Usul Uang hingga Digunakan Manusia Sedunia - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Perjalanan Mencari Bentuk Uang yang Paling Ideal

Menjadikan satu komoditas sebagai alat tukar memang gagasan brilian yang menyelesaikan masalah pada sistem barter. Tapi kemudian muncul masalah baru dalam konsep uang komoditas ini. Fungsi uang kini tidak hanya untuk alat mengkonversi satu nilai ke nilai lainnya, tapi juga bisa digunakan untuk menimbun kekayaan/ditabung. 

Artinya, uang harus bersifat durable atau tidak mudah busuk/kadaluarsa. Masalahnya, uang dalam bentuk komoditas seperti gandum, garam, biji cokelat, dll tidak mampu bertahan selamanya, karena akan mengalami pembusukan.

Kelemahan uang komoditas adalah sulitnya untuk dibawa kemana-mana. Bisa dibayangkan, betapa repotnya kalau kita harus membawa berkantong-kantong gandum atau biji cokelat ke mana-mana untuk berbelanja. 

Selain itu, diperlukan sistem pergudangan yang cukup ribet agar uang komoditas tersebut dapat tetap terjaga, tidak dimakan hama, tidak terbakar, kebasahan, dsb. Untuk itu, diperlukan bentuk uang yang lebih ideal untuk bisa menjaga fungsi uang sebagai alat penimbun kekayaan.

Transisi dari bentuk uang komoditas menjadi bentuk lain tidak mudah. Diperlukan proses pembentukan gagasan abstrak yang radikal untuk bisa membuat sekelompok masyarakat mempercayai bentuk uang yang tidak memiliki nilai intrinsik (baca: tak bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari), tapi karakter materialnya bisa tahan lama dan mudah disimpan maupun dibawa ke mana-mana.

Bentuk uang pertama yang tidak memiliki nilai intrinsik ini pertama hadir di peradaban Mesopotamia kuno sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi, yaitu silver shekel atau syikal perak. Syikal perak ini bukan koin, tapi onggokan perak seberat 8,33 gram. 

Inilah pertama kalinya dalam sejarah, sebuah peradaban mempercayakan bentuk uang sebagai nilai tukar, pada benda yang tidak memiliki manfaat intrinsik apa pun. Dalam arti, perak tidak bisa dikonsumsi, maupun dijadikan senjata karena terlalu lembek, perak juga tidak bisa dijadikan bahan baku untuk peralatan apa pun.

Indikator berat (8.33 gram) pada metal berharga inilah yang nantinya melahirkan bentuk koin. Karena dengan cetakan bentuk koin, berat dari perak itu jadi memiliki standarisasi tersendiri, dan tidak perlu harus selalu menimbang setiap perak kalau mau transaksi. 

Bentuk koin pertama dalam sejarah diterapkan oleh peradaban Lydia (sekarang dikenal sebagai daerah Turki) oleh Raja Alyttes pada 640 tahun SM. Konsep uang dalam bentuk koin ini memberikan 2 informasi tambahan yang tidak terdapat dalam bentuk koin lain sebelumnya, yaitu: Keterangan nominal seberapa berharga koin tersebut, dan otoritas mana yang menjamin keberhargaan dari uang koin tsb.

Kedua informasi ini memberikan terobosan besar terhadap sejarah penggunaan uang di berbagai belahan dunia. Pertama adalah keterangan jumlah pada koin yang membuatnya semakin praktis untuk disimpan, dibawa, maupun dibandingkan dengan nilai barang tertentu. 

Kedua adalah unsur kepercayaan masyarakat akan suatu otoritas (raja atau kerajaan) yang melindungi keberhargaan koin tersebut. Semakin tinggi tingkat kepercayaan terhadap sosok otoritas, akan semakin universal nilai uang tersebut diakui di berbagai tempat lain.

Metal berharga yang digunakan untuk membentuk koin ini biasanya berupa perak atau emas. Kenapa emas dan perak? Soalnya emas dan perak cenderung tahan terhadap korosi atau oksidasi di udara yang lembap, tidak terlalu keras sehingga mudah dicetak, dan juga langka/sulit didapat sehingga hanya otoritas tertentu yang bisa memproduksi koin emas/perak. 

Bentuk koin emas dan perak berhasil mendapatkan kepercayaan yang sangat besar selama ribuan tahun, dari zaman peradaban Lydia, Persia, Yunani, Romawi, hingga tersebar ke seluruh penjuru dunia sampai India, Tiongkok, dan terakhir adalah Amerika.

Lalu bagaimana masyarakat India, Tiongkok, Arab, dan lain-lain, yang sangat berbeda latar belakang budayanya bisa kompak dalam satu hal, yaitu penggunaan mata uang koin berbahan emas dan perak? 

Kenapa pada zaman era klasik, setiap peradaban tak tetap pada mata uangnya masing-masing, misalnya di wilayah Roma (pesisir laut Mediterranean) pakai koin emas/perak, sementara India tetap dengan kulit kerang, Arab dengan jelai, dan Tiongkok dengan sutra?

Peran Uang Koin Emas dan Perak Sebagai Pemersatu Umat Manusia

Dari zaman Romawi Kuno, bisa dibilang tingkat kepercayaan masyarakat di pesisir Laut Mediterania sangat tinggi terhadap otoritas dan kedigdayaan Kerajaan Roma. Bayangkan saja kekuasaan Roma pada awal abad Masehi itu mencakup seluruh pesisir Laut Mediterania, Eropa Selatan, Timur Tengah, Afrika Utara, dan sebagian Eropa Timur. 

Oleh karena itu, koin denarii (istilah koin Romawi) memiliki tingkat kepercayaan universal yang sangat kuat. Sampai-sampai masyarakat yang berada di luar jazirah kekuasaan Kerajaan Roma sekalipun (misalnya India) tetap menerima transaksi dengan koin denarii. 

Baca lanjutannya: Sejarah dan Asal Usul Uang hingga Digunakan Manusia Sedunia (Bagian 4)

Related

Money 2094652119325019970

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item