Asal Usul Lahirnya Bukit Algoritma yang Akan Jadi Pusat Teknologi di Indonesia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Budiman Sudjatmiko terlihat semringah ketika berdiri di atas lahan seluas 888 hektare di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, dalam video yang diunggah ke akun Twitter-nya. Di sampingnya berdiri Dhanny Handoko, pemilik yang mengelola lahan tersebut lewat usaha keluarga PT Bintangraya Lokalestari. 

Di tempat itulah Budiman menyemai angan, membangun apa yang disebutnya ‘The Next Silicon Valley in Indonesia’ untuk mendorong revolusi informasi dan bioteknologi. 

“Tempat kita ini memiliki keindahan, iklim, dan pemandangan yang sangat baik,” ujar Dhanny. “Kita percaya tempat ini bisa menyediakan ruang untuk tumbuh kembangnya pemikiran-pemikiran yang inovatif.” 

Cikidang seperti daerah antah berantah. Kecamatan ini hanya didominasi perkebunan sawit dan beberapa hotel dan vila seperti Cikidang Hunting Resort dan Cikidang Plantation Resort. 

Hampir pasti nama Cikidang Plantation Resort jarang ada dalam daftar liburan masyarakat luar Sukabumi. Namun, sejak sepekan terakhir, namanya kerap muncul di percakapan media sosial bersamaan gembar-gembor proyek yang dinamakan “Bukit Algoritma” oleh politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko, yang kini menjabat komisaris independen PT Perkebunan Nusantara V (Persero) di masa pemerintahan Joko Widodo. 

Akses jalan menuju Cikidang Plantation Resort hanyalah jalan beton selebar dua meter yang remuk dihajar cuaca dan dilindas kendaraan. Jalan ini mengular menembus perkebunan sawit di kiri-kanan jalan. Tidak ada lampu penerangan ataupun penanda jalan. 

Butuh tiga jam lebih dari Jakarta menuju tempat itu, melewati Kecamatan Cicurug yang dipenuhi pabrik dan membuat macet tiada ampun. Memasuki Cikidang, jalanan mulai berkelok menembus perbukitan yang sepi, dengan tanaman sawit menyembul di balik pembatas jalan. 

“Awalnya orang pikir kami gila,” kata Dhanny, pemilik Cikidang Plantation Resort. “Diledekin karena dulu di sini enggak ada akses jalan. Enggak ada listrik. Tapi, pelan-pelan kami membangun semua.” 

Berlokasi di ketinggian 700 mdpl diapit Gunung Gede, Gunung Salak, dan Gunung Halimun, berbatasan dengan lahan milik PTPN VIII, kebun sawit plus resort berburu dan agrowisata yang dibangun keluarga Handoko itu terkesan terbengkalai. Di sekeliling kebun banyak bangunan tak terurus. 

Kondisi serupa saat memasuki halaman Cikidang Plantation Resort. Bangunan berlantai lima itu lebih mirip bekas peperangan dibandingkan tempat yang menawarkan pengalaman liburan. Daun-daun kering berserakan, rumput-rumput tumbuh liar. Hanya ada seorang satpam dan lima karyawan saat itu. Sudah beberapa tahun terakhir Dhanny tinggal di resort itu. 

Tempat tetirah ini sepi sejak terjadi kecelakaan maut ketika bus pariwisata terperosok ke jurang dan menewaskan 21 penumpang pada 2018. Sejak itu bus pariwisata dilarang masuk ke jalur Cikidang oleh pemerintah setempat. Pandemi COVID-19 semakin membuat bisnis resort ini terpuruk. 

“Kami sudah enggak menerima tamu secara daring,” kata Dhanny. “Enggak masuk aja hitungannya. Satu orang tamu pakai air dan listrik malah rugi, sementara tarifnya cuma Rp200-300 ribu per malam. Kalau untuk tamu rombongan masih kami layani.” 

Bisnis Sawit & Agrowisata Keluarga 

Handoko Dhanny, pria kelahiran November 1971, adalah anak pertama dari lima bersaudara. Dia menyebut latar belakang keluarganya sebagai wirausahawan yang merangkak dari nol. Dia adalah generasi kedelapan dari leluhurnya dari Tiongkok Daratan. 

Keluarganya dari Tangerang, Banten. Bapaknya, Budi Handoko, kelahiran Oktober 1950, memulai karier bisnis sawit di Bengkulu pada 1990-an. Budi yang punya hobi berburu disebut-sebut menggagas wisata berburu di lahan seluas seribu hektare di Bengkulu bersama Menteri Transmigrasi kala itu, AM Hendropriyono, eks Kepala Badan Intelijen Negara dan pensiunan jenderal yang kini jadi lingkaran dalam Jokowi. 

Di bawah bendera PT Agro Bintang Dharma Nusantara, keluarga Handoko berekspansi hingga ke Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Perusahaan ini terdaftar pada 6 Agustus 2008 dan bergerak di bidang perdagangan kelapa sawit, perindustrian, dan pertanian. Budi duduk sebagai direktur, sementara Dhanny sebagai komisaris. 

Pada 2012, media lokal sempat memberitakan aset pabrik pengolahan sawit milik PT Agro Bintang Dharma Nusantara di Kabupaten Paser diambil alih oleh PT Harapan Sawit Sejahtera. Alasan akuisisi ini masih belum jelas. Pada 2002, anak perusahaan Budi, PT Bontang Transport dan PT Bintang Kaltim Transport, sempat tersandung kasus hukum dalam pengadaan transportasi kapal feri cepat di empat kabupaten di Kalimantan Timur. 

Budi diseret ke Pengadilan Negeri Balikpapan atas tuduhan tindak pidana merugikan negara senilai Rp3,2 miliar dari hasil patungan perusahaan daerah di Kabupaten Paser, Bontang, Balikpapan, dan Kutai Timur. 

PN Balikpapan memutus Budi melakukan perbuatan itu, tapi tidak dipenjara sebab kasus tersebut masuk ranah perdata, sehingga bebas dari tuntutan pidana 15 tahun penjara. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung pada 2007 yang membebaskan Budi dari semua tuntutan. 

Budi lantas mengincar Jawa Barat bagian selatan untuk lokasi bisnis sawitnya pada 2009. Sebab, kata Dhanny, daerah ini berpotensi tapi tak terlalu dilirik oleh pengembang. Perusahaan milik Budi mengakuisisi lahan seluas 1.000 ha di Cikidang dari beberapa perusahaan swasta lokal seperti PT Bukit Baros Cempaka dan PT Pasir Kencana. Lahan itu semula perkebunan karet dan teh, lalu diubah oleh Budi menjadi kebun sawit. 

“Karena perubahan iklim, kebun teh dan karet tak bisa bertahan,” kata Dhanny, yang sempat mengenyam pendidikan di California State University, Fresno. “Terlalu panas di sini sekarang.” 

Tak cuma sawit, keluarga Handoko terobsesi dengan agrowisata. Ibaratnya, model bisnis ini bisa menangguk untung dari dua sektor: perkebunan dan pariwisata. Maka, pada 2018, Budi mendirikan PT Bintangraya Lokalestari. 

Latar belakang pendidikan keuangan yang dikecap Dhanny selama kuliah ingin ia terapkan di Sukabumi. Ia pun ditunjuk sebagai komisaris utama yang menangani bisnis agrowisata. “Saya duduk di jajaran direksi tapi juga turun ke lapangan untuk perkara teknis,” kata Dhanny. “Sudah sejak kuliah saya kerja di sektor agrikultur dan peternakan.” 

Lewat PT Kidang Gesit Perkasa, perusahaan pariwisata, keluarga Handoko membangun Cikidang Plantation Resort dan Cikidang Hunting Resort, yang letaknya cuma terpaut lima kilometer. Cikidang Hunting Resort, yang kini dikelola Bobby Handoko, adik Dhanny, dibikin demi memuaskan hasrat berburu Budi. Bahkan Bupati Sukabumi Marwan Hamimi pernah dijamu berburu di resort tersebut. 

Resort berburu yang terlihat tak terurus ini sempat menuai protes dari kalangan aktivis satwa pada 2019. Dhanny mengklaim keluarganya kini mendapat izin mengelola lahan seluas 11.000 ha tersebar di delapan kecamatan di Sukabumi. 

Pada 2010, Budi sempat secara terbuka menawarkan investasi di kebun sawitnya hanya dengan modal minimal Rp275 juta. Dengan duit segitu, investor mendapatkan 5.000 meter persegi lahan sawit. Ada pula paket lahan seluas 5,5 ha yang dijual Rp1 miliar. (Dari jejak media sosial, resort dan lahan itu sempat dijual dengan harga Rp300 ribu per meter pada 2017, tapi minim peminat.) 

Dhanny menampik perusahaannya disebut merugi dan tak berprospek. Menurutnya, penjualan itu semata karena perusahaannya menjalankan model bisnis kemitraan inti plasma sesuai arahan pemerintah. 

“Peraturan pemerintah bilang setidaknya 20 persen lahan itu dikelola oleh mitra. Nah, kami mengejar kuota itu, kami menjual lahan dan mengajak mitra untuk bersama-sama menggarap lahan,” ujar Dhanny. 

Baca lanjutannya: Asal Usul Lahirnya Bukit Algoritma yang Akan Jadi Pusat Teknologi di Indonesia (Bagian 2)

Related

News 1594340881097038714

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item