Mengapa Orang Kaya Menamai Gedung dengan Namanya? Ini Sejarah dan Fakta di Baliknya (Bagian 1)


Naviri Magazine - “Souvenir” apa yang bisa kita dapatkan setelah menyumbang Rp1 miliar kepada kampus almamater? Buat William Falik, jawabannya adalah hak nama atas toilet. Falik—nama yang kebetulan tepat—adalah dosen sekaligus pengacara dan pengembang properti profesional. Ia lulusan hukum Harvard angkatan 1971. 

Kepada almamaternya, Falik memberikan donasi sebesar USD 100.000. Sebagai bentuk terima kasih, pada 2012 silam, Fakultas Hukum Harvard memenuhi permintaannya untuk menamai ruang toilet di gedung baru dengan plakat bertulisan “Falik Men’s Room”. 

Di tempatnya sekarang mengajar, University of California Berkeley, Falik juga menyumbang toilet untuk gedung teater kampus, yang dinamai “Falik Gentlemen’s Lounge”. 

Falik bukan satu-satunya orang kaya yang namanya diabadikan sebagai toilet. Investor start-up teknologi, Brad Feld, pernah mengajukan permintaan serupa kepada almamaternya, Massachusetts Institute of Technology (MIT). Hanya saja, MIT keberatan karena hal itu dipandang kurang elok. 

Akhirnya, pada 2008, Feld mendonasikan USD 25.000—sekitar Rp250 juta—kepada University of Colorado Boulder. Dengan senang hati, kampus Colorado membuatkan satu ruangan toilet dengan plakat berisi nama Feld beserta kutipan keren darinya: “Ide-ide terbaik muncul dari saat-saat yang tak nyaman. Jangan pernah menutup diri darinya.” 

Filantropi yang berujung pada pemberian hak nama juga ditemui di Indonesia. Sebut salah satunya pemberian gedung senilai Rp13,5 miliar dari yayasan keluarga milik Hashim Djojohadikusumo kepada Fakultas Ilmu Budaya UGM pada 2008 silam. Bangunan tersebut dinamai Gedung RM Margono Djojohadikusumo, kakek Hashim yang juga tokoh pendiri Bank Negara Indonesia. 

Masih pada 2008, alumni kampus teknik ITB yang sukses meniti karier sebagai pengusaha, Aburizal Bakrie, Arifin Panigoro, Benny Subianto, dan T.P. Rachmat, masing-masing menyumbang Rp25 miliar untuk dana lestari kampus. Tak lama kemudian, pihak rektorat meresmikan nama baru untuk empat laboratorium teknologi dengan nama-nama donatur. 

Khusus dua bangunan didedikasikan kepada ayah Aburizal dan Arifin: Achmad Bakrie dan Yusuf Panigoro. 

Tradisi Lama Orang Kaya Amerika 

Hak nama dalam praktik filantropi di atas melibatkan donasi yang nilainya tergolong “kecil”. Apa jadinya jika suatu institusi menerima sumbangsih yang nilainya jauh lebih fantastis? 

Mari kita tengok kegiatan eks-CEO Citibank, Sandy Weill, dan istrinya, Joan, segelintir kaum jetset asal Amerika yang populer karena gemar berderma untuk dunia riset dan pendidikan. Sandy dan Joan Weill adalah donatur paling dermawan untuk Cornell University, yang juga almamater Sandy. 

Fakultas kedokteran Cornell menjadi penerima rutin sumbangan dari Weill, sehingga pada 1998 namanya diubah jadi Weill Medical College of Cornell University, kini dipopulerkan sebagai Weill Cornell Medicine. Sampai 2013, total sumbangan pasangan Weill di sana mencapai USD 600 juta, atau nilainya kala itu lebih dari Rp7 triliun! 

Perhatian keluarga Weill juga dicurahkan kepada kampus negeri, University of California San Francisco. Pada 2016, sekira USD 185 juta atau lebih dari Rp2 triliun disumbangkan untuk membangun pusat riset neurosains bernama UCSF Weill Institute for Neurosciences. Lokasinya terletak di gedung yang kelak dinamai Joan and Sanford I. Weill Neurosciences Building. 

Sumbangsih Weill untuk kampus-kampus tersebut sangat besar, jauh di atas anggaran belanja institusi pendidikan di Indonesia. Sebagai perbandingan, pada 2013, rencana pengeluaran belanja kampus UGM mencapai Rp2,2 triliun. Sumber pendanaan utama berasal dari pemerintah dan SPP mahasiswa, sedangkan donasi dan hibah relatif kecil, nominalnya sekitar Rp63 miliar, dengan total anggaran belanja kampus sekitar Rp1,4 triliun. 

Pendanaan kampus negeri di AS, seperti University of California dan cabang-cabangnya, idealnya memang disokong oleh pemerintah negara bagian. Dikutip dari studi oleh dosen manajemen pendidikan tinggi, Kevin McClure, di The Conversation, penggalangan donasi di kalangan universitas publik belum terlalu ramai pada dekade 1970-an. 

Pasalnya, mereka masih dibanjiri anggaran miliaran dolar AS dari negara bagian dan pemerintah federal. Namun, dalam 30 tahun terakhir, anggaran dari pemerintah mulai menyusut. Sejak 1990-an, universitas negeri mulai menyadari pentingnya aksi penggalangan donasi. 

Masih dilansir dari tulisan McClure, praktik donasi untuk institusi pendidikan tinggi tidak bisa dipisahkan dari sejarah universitas di AS. Contoh paling populer adalah kampus Harvard, yang namanya tak lain berasal dari pendonor utamanya, John Harvard (1607-38). 

Pria Inggris dari keluarga berada ini sempat mengenyam pendidikan di University of Cambridge, sebelum pindah ke Amerika Serikat bersama istrinya. Di sana, Harvard bekerja sebagai asisten pengkotbah. Sebelum meninggal pada 1638 karena TBC, Harvard mewasiatkan separuh harta kekayaan dan koleksi bukunya untuk suatu sekolah di daerah New Towne yang sudah berdiri sejak 1636. 

Sebagai bentuk syukur atas donatur pertama terbesarnya, nama sekolah itu pun diubah jadi Harvard College, sesuai dengan putusan pengadilan Massachusetts. Meskipun bukan “sang pendiri” Harvard, mendiang Harvard tetap dipandang sebagai salah satu pilar penyokong kampus tertua di AS tersebut. 

Singkatnya, bukan tradisi baru di kalangan orang kaya, pebisnis atau industrialis Amerika untuk memberikan sebagian kekayaannya dalam rangka menyokong atau mendirikan institusi pendidikan. 

Selain Harvard, masih banyak kampus swasta terkenal lain (Yale, Stanford, Johns Hopkins, Cornell, Sarah Lawrence) yang diberi nama sesuai pendiri atau penyumbang utamanya. 

Praktik penamaan kampus-kampus top Amerika ini cenderung berbeda dari Eropa. Di Jerman, misalnya, universitas yang mapan dan besar umumnya didirikan oleh keluarga kerajaan (Ruprecht Karl University of Heidelberg, Albert Ludwig University of Freiburg, Ludwig Maximilian University of Munich). 

Sementara di Inggris Raya, nama universitas cenderung terikat dengan lokasi, sebut saja yang paling terkenal Oxford dan Cambridge. 

Baca lanjutannya: Mengapa Orang Kaya Menamai Gedung dengan Namanya? Ini Sejarah dan Fakta di Baliknya (Bagian 2)

Related

International 5603281542071981934

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item