Alarm Lonjakan Kasus Covid-19 di Balik Kebijakan Lebaran yang Tak Jelas


Naviri Magazine - Penyebaran virus corona di Indonesia menjelang Lebaran 2021 belum terkendali. Mobilitas masyarakat semakin tinggi. Angka penularan dan munculnya klaster-klaster baru Covid-19 pun diprediksi meningkat.

Belum lama ini, publik dikejutkan dengan munculnya klaster salat tarawih di Banyumas, Jawa Tengah. Belakangan, pasar dan pusat perbelanjaan di sejumlah daerah penuh sesak oleh pengunjung.

Lihat juga: Anies Ungkap Lonjakan Pengunjung Tanah Abang: 100 Ribu Orang
menjadi perhatian publik. Para pengunjung tampak mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Di sisi lain, kebijakan larangan mudik sepertinya tak digubris oleh masyarakat. Warga berbondong-bondong pulang ke kampung halaman sebelum dilarang pada 6 Mei 2021.

Data dari PT Kereta Api Indonesia mencatat sekitar 11.000 penumpang telah meninggalkan Jakarta per Senin (3/5). Sementara itu, empat terminal yang dikelola Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pun turut mencatat peningkatan penumpang sejak April 2021.

"Untuk April ini meningkat meningkat sebesar 62,7 persen dengan melayani penumpang sekitar 61 orang rata-rata per harinya," kata Kepala BPTJ Polana B Pramesti beberapa waktu lalu.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai pemerintah sedang kebingungan mengendalikan mobilitas masyarakat jelang Lebaran.

Menurutnya, hal ini terlihat ketika pemerintah sejak awal tak memiliki prioritas kebijakan yang jelas menghadapi Ramadan dan Lebaran tahun ini. Apakah ingin menekan Covid-19 terlebih dulu, atau hanya sekadar mementingkan aspek ekonomi.

"Pemerintah sedang bingung buat atasi mobilitas itu. Karena dari awal kebijakannya tidak jelas prioritasnya. Apakah mau ditangani covidnya dulu, public health diprioritaskan, atau selamatkan ekonomi?" kata Trubus.

"Ketika ekonomi morat-marit, ya sudah sektor-sektor yang jadi sektor perekonomian jalan, apalagi jelang Idulfitri di mana keuntungan berlipat," tambahnya.

Trubus menilai sulitnya mengendalikan mobilitas warga juga tak lepas dari kebijakan pemerintah mengatasi Covid-19 secara setengah hati dan tak konsisten. Hal itu pula yang membuat masyarakat menjadi tak peduli lagi dengan pelbagai prokes.

Terlebih lagi, kata dia, kebijakan Covid yang dibuat pemerintah selama ini sangat lemah dari sisi pengawasan dan penegakan hukum. Ia menyebut tak ada sanksi tegas untuk masyarakat yang berkerumun di tempat perbelanjaan, atau kepada masyarakat yang memilih mudik.

"Sudah tak perlu ada lagi yang perlu ditakuti. Jadi ini disebabkan karena pemerintah sendiri tak melakukan pengawasan ketat. Penegakan hukum juga enggak ada. Buat apa ikut aturan mudik? Pada akhirnya memberi celah kemudian orang bisa mudik. Buat apa enggak belanja? Orang mal dibuka," kata dia.

Euforia Vaksinasi

Terpisah, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Hermawan Saputra menilai masifnya mobilitas warga jelang Lebaran juga tak lepas dari faktor euforia vaksinasi virus corona yang belakangan ini digalakkan oleh pemerintah.

Meski masih jauh dari target, data Satgas per Senin (3/5) menunjukkan warga yang telah divaksin tahap pertama lebih dari 12,5 juta orang.

"Ini seperti ada euforia vaksinasi di balik masifnya mobilitas warga. Ini sebetulnya alarm. Ini harus diwaspadai," kata Hermawan kepada CNNIndonesia.com.

Hermawan menilai euforia itu pula yang membuat masyarakat menjadi abai terhadap prokes dan kebijakan yang diambil pemerintah. Banyak di antara warga yang mudik sebelum dilarang, maupun berbondong-bondong pergi ke pusat perbelanjaan menjelang Lebaran.

"Sehingga ini bisa jadi ada potensi kenaikan kasus setelah Idulfitri akan tetap terjadi," kata dia.

Lebih lanjut, Hermawan memprediksi kejadian masifnya mobilitas warga jelang lebaran akan merembet ke seluruh wilayah Indonesia. Terlebih di tempat berbelanja akan makin ramai di daerah-daerah.

Ia lantas menyoroti pemerintah selama ini hanya berfokus pada menertibkan arus lalu lintas warga jelang lebaran. Namun di sisi lain abai terhadap kerumunan di tempat perbelanjaan.

"Tapi pemerintah lupa pada pusat-pusat perbelanjaan, pusat kuliner, sekarang makin ramai dan prokes seperti tak diutamakan lagi. Keramaian itu risiko besar. Ini bukan situasi sederhana. Seharusnya bisa dikalkulasi," kata dia.

Melihat kondisi tersebut, Hermawan menilai pemerintah tetap akan kesulitan mengatasi mobilitas warga jelang lebaran. Terlebih lagi, banyak kebijakan 'kompensasi' yang diberikan pemerintah belakangan ini. Contohnya, kebijakan pelarangan mudik namun tempat wisata dibuka.

Ia lantas menganjurkan pemerintah dapat melakukan antisipasi pada titik-titik potensial kerumunan. Seperti pasar, mal hingga terminal untuk menekan penyebaran Covid-19. Satgas diharapkan dapat bekerja mengawasi tempat-tempat itu.

Related

News 1546001378582146382

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item