Bedak Bayi Terbukti Mengandung Asbes, Johnson & Johnson Didenda Rp 30 Triliun


Naviri Magazine - Mahkamah Agung AS menolak banding dan segala keberatan yang diajukan Johnson & Johnson atas tuntutan bahwa bedak bayi produksi mereka mengandung asbes pemicu kanker. Akibatnya, mereka harus membayar ganti rugi sebesar AS$2,1 miliar (sekitar Rp30 triliun) kepada para penggugat.

Segera setelah MA menolak banding, saham J&J yang berbasis di New Brunswick, New Jersey itu langsung turun 1,5 persen.

Pengadilan tinggi AS tanpa banyak komentar, pada Selasa (1/6/2021), menolak untuk mempertimbangkan keberatan J&J terhadap juri St. Louis pada tahun 2018 yang menemukan bahwa bedak berbahan dasar talk memicu kanker ovarium pada 20 wanita. Namun, dua hakim yakni Samuel Alito dan Brett Kavanaugh tidak mengambil bagian dalam keputusan untuk menolak banding. Alito dikabarkan memiliki saham Johnson & Johnson senilai AS$15.000 hingga AS$50.000.

Dilaporkan BBC, juri di kasus St. Louis semula menghadiahkan setiap wanita uang ganti rugi senilai AS$25 juta yang harus dibayar oleh Johnson & Johnson. Panel kemudian menambahkan lebih dari AS$4 miliar, yang menjadikannya sebagai ganti rugi terbesar keenam dalam sejarah hukum AS. Namun, pengadilan banding negara bagian memotongnya sekitar 50 persen pada tahun lalu.

Pihak J&J sebenarnya sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk, jika pengajuan banding mereka ditolak. Februari 2021 lalu industri produk bayi ikonik ini menyatakan menyisihkan hampir AS$4 miliar untuk membayar denda yang dijatuhkan pengadilan St. Louis. 

Saat ini, perusahaan juga masih menghadapi lebih dari 21.000 tuntutan hukum yang menuding bedak bayi sebagai penyebab kanker. Adapun produk bedak bayi legendaris itu telah ditarik oleh perusahaan dari semua rak toko di AS dan Kanada sejak tahun lalu.

Raksasa produk kesehatan dan bayi itu berargumen bahwa seharusnya mereka tidak perlu membela diri dalam kasus yang melibatkan 20 wanita dari negara bagian, latar belakang, dan yang menggunakan produknya dengan derajat berbeda. Perusahaan menilai keputusan pengadilan untuk tidak meninjau kasus itu telah meninggalkan pertanyaan hukum signifikan yang belum terselesaikan dan akan terus dihadapi pengadilan negara bagian dan federal dalam kasus bedak di masa depan.

“Mahkamah Agung hanya berkali-kali mengatakan keputusannya untuk menolak mendengarkan suatu kasus tapi tidak mengungkapkan pandangan tentang manfaatnya,” tulis Kim Montagnino, juru bicara J&J, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Bloomberg.

Pengacara J&J mengatakan kepada Mahkamah Agung, luasnya kasus St. Louis - yang menggabungkan klaim dua lusin penggugat dari 12 negara bagian yang berbeda - membuat persidangan sangat tidak adil, sehingga melanggar klausul proses konstitusi. 

“Jika klausul proses hukum berarti, seorang terdakwa tidak dapat kehilangan miliaran dolar tanpa pengadilan yang adil,” bantah J&J.

Adapun pihak penggugat menyambut gembira putusan yang akhirnya berkekuatan hukum itu setelah masa persidangan bertahun-tahun. “Hari ini keadilan ditegakkan. Dua puluh keluarga sekarang mendapatkan kompensasi untuk penyakit yang mengerikan dan tidak perlu. J&J yang memicu penyakit itu harus bertanggung jawab,” kata Mark Lanier, pengacara utama penggugat.

Lanier memuji penolakan pengadilan untuk mendengarkan banding Johnson & Johnson. "Keputusan ini mengirimkan pesan yang jelas kepada orang kaya dan berkuasa: Anda akan dimintai pertanggungjawaban ketika menyebabkan kerusakan parah di bawah sistem keadilan yang setara di mata hukum," katanya.

Kandungan asbes

Bedak bayi Johnson & Johnson dituduh dan terbukti mengandung asbestos atau asbes, yang sering ditemukan di tempat talk ditambang. Talk ditambang dari bumi dan ditemukan dalam lapisan yang dekat dengan asbes, bahan yang dikenal sebagai karsinogen.

Pabrik Johnson & Johnson menyatakan telah berhenti menjual bedak bayi berbasis talk di Amerika Serikat dan Kanada pada Mei 2020, dengan alasan berkurangnya permintaan. “Dipicu oleh informasi yang salah seputar keamanan produk dan rentetan iklan litigasi yang konstan,” kata juru bicara perusahaan.

Rex Burlison, hakim dalam kasus St. Louis, menyebut perilaku J&J dalam produksi bedak talk itu sangat tercela. Hakim menyimpulkan bahwa J&J telah mengetahui kandungan asbes di produk bedak yang dijual kepada ibu dan bayi. J&J juga dituding mengetahui kerusakan yang disebabkan produk mereka, dan salah mengartikan keamanan produk ini selama beberapa dekade.

Ken Starr, mantan jaksa Whitewater yang mewakili wanita-wanita yang terkena kanker ovarium akibat bedak J&J menambahkan, bahwa pabrik sebenarnya bisa melindungi pelanggan dengan beralih dari talk ke tepung jagung, seperti yang diusulkan oleh ilmuwan mereka sendiri pada awal tahun 1973. 

“Tapi talk lebih murah dan pemohon tidak mau mengorbankan keuntungan untuk produk yang lebih aman,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip CNBC.

Namun, Johnson & Johnson membantah dan mengatakan penelitian independen selama beberapa dekade menunjukkan bahwa produk tersebut aman. J&J juga masih akan menjual bedak bayi di Inggris meski menghentikan penjualan di AS. 

"Evaluasi ilmiah independen selama beberapa dekade memastikan Johnson's Baby Powder aman, tidak mengandung asbes, dan tidak menyebabkan kanker," kata Kim Montagnino.

Related

News 7238750579272997376

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item