Kisah Pengawal Ambulans yang Tak Bisa Dilupakan Seumur Hidup


Naviri Magazine - Ambulans yang melaju dengan sirine kerap kali masih disepelekan pengendara di jalan. Bahkan, ambulans yang membutuhkan waktu cepat untuk menolong orang itu, justru kerap kali tak diberi jalan alias dihalangi oleh kendaraan lain.

Padahal, sudah tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya bahwa ambulans yang mengangkut orang sakit mendapatkan prioritas kedua setelah kendaraan pemadam kebakaran yang bertugas.

Kondisi itu pernah dialami Muhamad Fadli (21), seorang relawan pengawal ambulans yang tergabung dalam Komunitas Baraya Escorting. Atas dasar itulah ia menjadi pengawal ambulan hingga sampai ke tujuan.

"Kemacetan di jalan raya yang paling bikin susah. Kalo jam sore, kita kadang satu motor bedua, jadi kalau macet satu orang turun untuk mengatur jalan," kata Fadli.

Fadli bergabung dengan Komunitas Baraya Escorting sejak tahun 2019. Sudah mendapatkan pelatihan yang matang, ia pun langsung memulai tugasnya untuk membuka celah jalan di antara kepadatan dan kemacetan wilayah perkotaan.

Ketika itu, Fadli harus mengawal jenazah ke Sukabumi. Melewati kawasan padat Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), ia cukup kesulitan membuka jalan. Tak semuanya menyadari bahwa ambulan memiliki prioritas khusus untuk diberi jalan.

"Itu pengalaman paling jauh saya antar ambulans menggunakan sepeda motor," ujar Fadli.

Beberapa tahun menjadi relawan pengawal ambulans, banyak cerita yang dialami Fadli. Cerita yang paling membuatnya sedih ketika menyaksikan pasien meninggal dunia tanpa sempat mendapat perawatan.

Ketika itu, ia bertugas mengawal ambulans yang membawa pasien kritis. Namun sialnya, banyak pengendara yang tak memberi jalan sehingga lajunya pun tersendat.

"Kemudian ambulans itu ke pinggir, dan ternyata si pasiennya meninggal di jalan. Dari situ saya tergerak untuk membantu kalau ada ambulans untuk membuka jalurnya, mendampingi ambulans supaya lancar sampai rumah sakit," terang Fadli.

Cerita lainnya, Fadli dan kawan-kawan di Baraya Escorting Bandung justru paling sulit menjalani tugas tatkala berhadapan dengan masyarakat yang menganut stigma negatif terhadap COVID-19.

Stigma muncul dalam beberapa tindakan. Mulai tindakan kasar dari pengendara, hingga penolakan warga terhadap jenazah Covid-19. Seperti ketika dirinya mengawal jenazah dari RSHS Bandung menuju daerah Ciroyom, Bandung.

"Di situ dipersulit oleh warganya bahwa jenazah itu COVID-19, padahal jenazah tidak diagnosa COVID-29. Bahkan sampai bersitegang," ucap Fadli.

Tindakan Fadli mengawal ambulans tak perlu ada jika masyarakat sudah sadar untuk memberi jalan. Selain itu, pengawalan terhadap ambulans pasien COVID-19 tidak perlu ada jika stigma negatif telah hilang.

"Artinya, selain memberi pertolongan di jalan juga memberikan edukasi bagi warga yang masih keliru terhadap covid. Kita juga ingin warga dan pengendara jalan sadar ambulans, kalau lewat bisa minggir dan memberi jalan," tukasnya.

Related

Indonesia 3153887279933099634

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item