Mengapa Cowok Patah Hati ketika Cintanya Ditolak? Ini Penjelasannya


Naviri Magazine - Mengapa cowok jadi sedih dan patah hati ketika cintanya ditolak? Ya iyalah, mana ada cowok yang jingkrak-jingkrak kesenangan kalau ditolak cintanya?

Hehe, tapi coba pikir, sebenarnya yang menyebabkan rasa sedih dan patah hati akibat ditolak itu hanyalah karena masalah persepsi. 

Kalau kau seorang cowok dan kau tetap dapat merasa tenang, nyaman tanpa perasaan sakit hati setelah ungkapan atau pernyataan cintamu ditolak oleh seorang cewek, kau sungguh layak memperoleh penghargaan. Mengapa? Karena kau termasuk orang yang dapat meletakkan penolakan itu sesuai dengan proporsinya yang tepat!

Cowok yang jadi sedih, patah hati, stres dan frustrasi karena cintanya ditolak oleh seorang cewek biasanya adalah cowok yang tidak dapat meletakkan penolakan itu pada proporsinya yang benar. Ia menerima dan menganggap penolakan itu sebagai penolakan atas dirinya, dan kemudian ia merasa egonya terluka. 

Padahal, jika penolakan dianggap dan dipahami sebagai “hanya sekadar perbedaan visi”, maka setiap orang pun akan dapat menerima penolakan dengan senyuman. Tenang, guys, ini hanya masalah persepsi—dan sekali kau memahami persoalan ini, kau pun akan tetap dapat enjoy meski kau ditolak seribu kali!

Jadi, kalau kau menyatakan cinta kepada seorang cewek dan kemudian ungkapan cintamu ditolak, pahami dan sadarilah bahwa dia menolakmu bukan karena siapa dirimu, tetapi lebih karena visi cinta yang ada di dalam dirinya.  

Kalau penjelasan ini masih bikin jidat berkerut, kita gunakan analogi yang lebih mudah dan lebih mewakili apa yang sulit diungkapkan dengan penjelasan di atas.

Siapakah kira-kira orang di dunia ini yang paling sering mendapatkan penolakan? Salah satunya adalah para penulis. Ada cukup banyak penulis pemula yang pada awalnya menggebu-gebu ingin bisa menulis dan memiliki buku yang diterbitkan, tetapi kemudian patah hati dan hancur semangatnya (bahkan merasa trauma) setelah mengalami penolakan atau beberapa kali penolakan. 

Mengapa? Jawabannya sama dengan yang di atas, yakni karena mereka meletakkan penolakan itu pada proporsi yang keliru. Mereka menganggap bahwa penolakan itu adalah penolakan atas dirinya dan bukan penolakan atas karyanya. Karena mereka menganggap dirinyalah yang ditolak, maka mereka pun menjadi kecewa, marah, frustrasi, untuk kemudian menjadi trauma dan tak mau mencoba lagi.

Tetapi berbeda dengan para penulis profesional atau penulis yang telah terbiasa menghadapi penolakan. Ketika penulis semacam ini mengirimkan karyanya kepada suatu penerbit dan kemudian ditolak, dia meletakkan penolakan itu pada proporsi yang tepat. 

Dia menyadari sepenuhnya bahwa penerbit itu menolak karyanya—dan bukan menolak dirinya. Ini hanya masalah perbedaan visi. Sebuah penerbit memiliki cukup banyak alasan untuk menolak sebuah karya, dan karya yang jelek hanya salah satu di antaranya. 

Jadi, ketika penulis semacam ini ditolak, dia tidak kecewa apalagi sakit hati atau menjadi trauma, tetapi hanya tersenyum dan memaklumi—untuk kemudian menulis lagi dan lagi dan lagi, meskipun kemudian tulisannya diterima dan diterbitkan oleh penerbit lainnya.

Sampai di sini, sudahkah kau melihat letak permasalahannya mengapa kau menjadi sakit hati dan patah hati dan kecewa dan frustrasi karena cintamu ditolak oleh seseorang? 

Penolakan tentu saja sesuatu yang pahit. Dan karena pernyataan cinta lebih banyak dilakukan oleh kaum cowok, maka kaum cowok pula yang lebih sering mengalami kepahitan semacam ini. Di antara sepuluh orang cowok, mungkin hanya satu yang tetap dapat “waras” setelah cintanya ditolak. 

Sisanya merasa kecewa dan sedih, sisanya yang lain lagi mungkin merasa trauma atau bahkan sampai memendam dendam. Tetapi, sekali lagi, ini hanya masalah persepsi. Sekali kita dapat meletakkan persepsi dengan tepat, penolakan pun dapat diterima dengan akal sehat.

Coba perhatikan “ular-tangga” ini. Kita sakit hati karena ditolak, karena kita mengaitkan penolakan dengan ego kita. Kita mengaitkan penolakan dengan ego karena kita mempersepsikan penolakan itu sebagai penolakan atas diri kita. Kemudian kita menjadi kecewa, marah dan frustrasi akibat penolakan itu karena kita menganggap penolakan itu adalah akhir dari segala-galanya. 

Dan… kita menganggap penolakan itu sebagai akhir dari segala-galanya karena (sekali lagi) kita meletakkan penolakan itu dalam proporsi yang tidak tepat, yakni karena kita menganggap penolakan itu sebagai penolakan atas diri kita. 

Sekarang hadapi dan pahami ular-tangga psikologis itu dengan perspektif yang lebih jernih. Ungkapan cintamu ditolak karena adanya perbedaan visi—titik. 

Sampai di sini, dan setelah kau sampai pada pemahaman yang seperti ini, kau pun akan tetap dapat terus melangkah dengan benar dan nyaman. Jika kau masih menginginkan untuk dapat meraih orang yang kaucintai (yang telah menolakmu itu), kau bisa membangun dan mengembangkan dirimu agar sesuai dengan visi cinta yang dapat diterimanya—dan itu artinya kau perlu lebih memperbaiki diri. 

Namun, jika tidak, dunia tidak selebar celana kolor, kan? Penolakan hanyalah bagian dari pembelajaran, kesempurnaan hanya bisa dicapai setelah mengalami kesalahan, dan bintang-bintang di langit hanya dapat bersinar setelah ditutup gelapnya malam. 

Mendapatkan wanginya atau tertusuk oleh durinya, yang penting kau sudah mengenali keindahan mawar.

Related

Relationship 6078674517321673553

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item