Mengapa Indonesia Harus Berutang ke Luar Negeri? Ini Penjelasannya


Naviri Magazine - Mengapa negara-negara harus berutang ke negara lain? Juga mengapa Indonesia harus berutang ke luar negeri? Pertanyaan yang mungkin terdengar sederhana itu bisa jadi dipertanyakan oleh banyak orang, khususnya masyarakat awam. Dalam pikiran yang sederhana, utang yang saat ini dimiliki Indonesia memang “tak masuk akal”, karena sangat besar, mencapai ribuan triliun.

Masalah utang yang saat ini membebani Indonesia juga mengkhawatirkan, karena bagaimana pun rakyatlah yang akan membayar dan melunasinya, melalui pajak. Jadi, mengapa Indonesia harus berutang ke luar negeri? 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam paparannya menjelaskan, utang merupakan konsekuensi dari APBN yang terus menerus mengalami defisit. Angka defisit sendiri merupakan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Defisit muncul karena pembiayaan tidak sebanding dengan pengeluaran. Ibaratnya, besar pasak daripada tiang.

Utang pemerintah memang meningkat karena kebutuhan untuk menambal defisit APBN. Namun, jika dilihat perbandingannya dengan PDB, rasionya terus turun. 

Warisan Utang

Pemerintah saat ini harus memanggul utang akibat kebijakan masa lalu. Seperti diketahui, saat ini pemerintah masih menanggung beban utang yang merupakan dampak krisis ekonomi 1997 dan 1998, yang menghasilkan BLBI dan rekapitalisasi perbankan. Jumlahnya terus bergulir, bunga berbunga. 

Jika tak mampu bayar, pemerintah melakukan refinancing sehingga jatuh tempo lebih panjang dan bunga lebih rendah. Tapi tetap jumlahnya tidak berkurang secara signifikan.

Pemerintahan Soeharto mewariskan utang yang cukup besar pada masa akhir pemerintahannya. Dalam buku “Ekonomi Politik” karya Deliarnov, utang luar negeri pemerintah pada akhir Desember 1997 cukup besar untuk ukuran pada waktu itu, mencapai 137,42 miliar dolar AS, sementara utang luar negeri swasta menembus 73,96 miliar. Utang ini disebut-sebut naik berlipat-lipat, apalagi saat itu kurs rupiah terhadap dolar rontok dari Rp2.600/dolar jadi Rp17.000/dolar.

Beban utang masa lalu, ditambah beban menutup defisit, maka hasilnya adalah utang pemerintah di posisi sekarang ini. Utang pemerintah hanya sebagian kecil dari beban utang total dari banyak komponen negara ini. Secara nasional, utang luar negeri (ULN) Indonesia lebih besar lagi. Utang luar negeri ini mencakup utang pemerintah, Bank Indonesia (BI), serta swasta. 

Total ULN ataupun utang pemerintah pusat pada masa pemerintahan Presiden Jokowi memang yang tertinggi secara nominal. Ada yang mencoba membandingkannya dengan capaian utang pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto selama 30 tahun, dan tambahan utang selama Pemerintahan Presiden SBY selama 10 tahun sebelumnya.

Pengamat ekonomi dari Universitas Sam Ratulangi Manado, Agus Tony Poputra, mengatakan tidak logis bila sebuah pemerintahan satu dengan yang lainnya disandingkan soal kebijakan utangnya. Alasannya setiap pemerintahan pasti berutang, tapi jumlahnya tergantung kebijakan masing-masing. Pemerintah yang berkuasa menghadapi kondisi ekonomi dan sosial yang berbeda setiap zaman. Selain itu, yang paling menentukan adalah soal fokus kebijakan sebuah pemerintahan.

“Membandingkan utang pemerintah Jokowi-JK dengan pemerintahan sebelumnya secara parsial tidak logis,” kata Tony.

Ia beralasan pada masa era Presiden Soeharto, daya beli uang sangat besar. Pada saat Orde Baru, Indonesia masih pengekspor migas dan mengalami beberapa kali "oil boom" sehingga mampu membiayai belanja pemerintah tanpa perlu utang skala besar. 

Faktor lain soal populasi penduduk di era Orde Baru jauh lebih sedikit dibanding saat ini. Faktor jumlah pemerintah daerah di Indonesia pada waktu itu masih sedikit. Pemerintahan yang bersifat sentralistik membuat kebutuhan belanja rutin dalam APBN tak sebesar seperti sekarang.

Pada era Presiden SBY, pemerintah mengutamakan stabilisasi dan pembayaran utang ketimbang pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Hal ini tentunya berdampak negatif pada pembangunan dan kondisi infrastruktur milik pemerintah seperti sektor pekerjaan umum hingga pertanian.

Ngerem Utang Ala SBY

Saat masih berkuasa, Presiden SBY sangat fokus pada upaya menekan rasio utang Indonesia. Pada masa kepemimpinan SBY, rasio utang terendah terhadap PDB Indonesia terpecahkan. 

Menurutnya, utang adalah faktor penting karena berkaitan dengan rasa percaya diri dan harga diri suatu bangsa. Utang juga sering dianggap sebagai ancaman dan stigma yang buruk oleh rakyat Indonesia. Saat puncak krisis moneter tahun 1998, rasio utang Indonesia terhadap PDB adalah 85 persen.

"Dengan susah payah, akhirnya kita berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB kita menjadi sekitar 23 persen," kata SBY saat pidato kenegaraan, jelang berakhir kekuasaannya.

Kondisi itu bukanlah capaian yang boleh diabaikan jika dibandingkan dengan rasio utang terhadap PDB negara-negara maju yang terus tinggi, Jepang hingga 227,2 persen, Amerika Serikat 101,5 persen, atau Jerman 78,4 persen. Rasio utang terhadap PDB Indonesia adalah yang terendah di antara negara-negara G-20. Salah satu yang menjadi prestasi SBY adalah ketika Indonesia telah melunasi utang kepada Dana Moneter Internasioanl (IMF) pada 2006, dan melakukannya empat tahun lebih awal dari jadwal yang telah disepakati.

"Seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah 9,1 miliar dolar AS, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu, kita tidak lagi jadi pasien IMF," kata SBY waktu itu.

Utang merupakan instrumen yang selalu ada di setiap pemerintahan di Indonesia. Besar atau kecilnya utang ini tergantung fokus pemerintahan yang berkuasa. Ada yang fokus yang penting bayar utang tapi keperluan untuk pembiayaan ekonomi negara terbatas, seperti infrastruktur dibatasi, seperti yang dilakukan SBY. 

Namun, ada juga pemerintahan yang fokus pada pembangunan infrastruktur dengan harapan ekonomi ke depan tumbuh pesat. Konsekuensinya, negara harus menambah utang lagi karena belum bisa mandiri membiayai pembangunan. Seperti yang dilakukan pemerintahan saat ini. 

Related

Indonesia 8739122701776241097

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item