Permukaan Tanah Terus Turun, Jakarta di Ambang Ancaman Tenggelam


Naviri Magazine - Sebagian orang mungkin tidak percaya bahwa Jakarta sedang tenggelam perlahan-lahan. Dan dalam waktu beberapa tahun ke depan, kondisi Jakarta akan semakin parah, hingga akhirnya benar-benar akan tenggelam. 

Saat itu terjadi, Jakarta yang kita kenal hari ini tidak akan ada lagi, gedung-gedung tinggi akan terbenam dalam air, dan ibu kota mungkin telah dipindah entah di mana.

Bukannya menaku-nakuti, tapi nyatanya Jakarta memang sedang ada di bawah ancaman tenggelam. Kampung Apung adalah salah satu contoh nyata terkait hal itu. Betapa pemukiman yang semula kering, perlahan-lahan terkena rendaman air. 

Kenyataan itu berlangsung bertahun-tahun, dan kini genangan air yang ada di Kampung Apung telah setinggi dua meter. Pemukiman yang semula bernama Kampung Teko itu pun berubah nama menjadi Kampung Apung.

Setidaknya dua media internasional, The Guardian dan The New York Times, merilis laporan mengenai Jakarta yang bakal tenggelam lebih cepat dibandingkan kota besar mana pun di dunia. Bahkan jauh lebih cepat ketimbang pengaruh perubahan iklim terhadap kenaikan air laut, tulis Times. 

Faktanya, Jakarta memang tengah tenggelam perlahan. 

Namun, penurunan tanah tak terjadi merata di seluruh wilayah ibu kota. Dari pantauan Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, penurunan tanah terbesar terjadi di daerah utara Jakarta yang berbatasan dengan laut. Misalnya saja di Muara Baru yang menurun 1,9 meter dan Muara Angke 2,14 meter. 

Selama 14 tahun, di daerah pusat dan selatan juga terjadi penurunan tanah antara 0,21 meter hingga 0,34 meter, di antaranya di kawasan Sudirman, Kuningan, dan Kebayoran Baru—kawasan pusat politik dan bisnis.

Penurunan muka tanah kemudian meluas hingga ke Pluit Raya, Tanjung Priok, Tongkol, Gunung Sahari di Jakarta Utara, hingga Meruya di Jakarta Barat, dengan rata-rata 0,25 meter.

Jakarta adalah wilayah paling kompleks terkait masalah penurunan muka tanah. Ada sejumlah faktor penyebab. 

Pertama, bebatuan yang menopang Jakarta adalah jenis aluvial. Artinya, hingga saat ini kompaksi atau pemadatan masih terus berlangsung. Ditambah gaya tektonik aktif atau struktur geologi tanah Jakarta yang masih terus bergerak. Ini diperparah dengan eksploitasi air tanah dari perusahaan-perusahaan swasta serta beban bangunan di atas tanah Jakarta yang semakin melebihi daya dukung.

“Namun, kalau beban bangunan hanya berpengaruh secara regional saja. Hingga saat ini penyebab penurunan tanah terbesar non-alamiah dikarenakan eksploitasi air tanah,” ujar Togas Braini, Kepala Bidang Geologi Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta.

Wilayah utara menjadi yang paling rentan lantaran secara geologi, yang artinya dalam skala ribuan tahun, tanah di kawasan itu masih berusia muda.

“Secara geologi, Gambir itu harusnya garis pantai. Itu kenapa tanahnya lebih muda,” jelas Togas merujuk salah satu daerah di Jakarta Pusat tempat belasan aset vital publik dan negara, dari Istana hingga Monumen Nasional, dari stasiun hingga Balai Kota Jakarta, dari pasar hingga kantor kementerian.

Kampung Apung adalah salah satu potret nyata bahwa Jakarta saat ini terus terbenam. Bukti lain yang bisa dilihat adalah telepon umum yang semakin pendek di Kalibaru akibat peninggian jalan, struktur jembatan yang turun di Pantai Mutiara, hingga menyusutnya ruang lintas di Jalan Layang Ancol.

Ibarat permainan stacko, Jakarta saat ini dibangun di atas tanah keropos. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tak mungkin Jakarta benar-benar terbenam.

Related

Indonesia 4763607295694009316

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item