Sejarah Kelam dan Kisah Pembantaian Orang-orang Belanda di Indonesia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Pada zaman penjajahan, Belanda adalah salah satu negara yang menjajah Indonesia. Bahkan, Belanda juga menjadi negara yang belum mau mengakui kemerdekaan Indonesia, ketika negeri ini memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. 

Yang menarik, ada kisah yang mungkin luput dari pelajaran sejarah, mengenai “tindakan balas dendam” yang dilakukan sekelompok orang Indonesia terhadap orang-orang Belanda.

Berikut ini adalah kisah panjang yang merupakan sejarah kelam, yang mengiringi kemerdekaan Indonesia.

Pada 15 Agustus 1945, Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu dalam Perang Pasifik. Sekutu, melalui Jepang, lantas merancang skenario untuk mempertahankan status quo Hindia Belanda. Tujuannya satu: menghalangi Indonesia merdeka.

Namun, kelompok nasionalis radikal mempercepat situasi genting yang menentukan itu. Indonesia pun lahir ketika hangat matahari pagi menyongsong hari bersejarah itu, Jumat 17 Agustus 1945, sekitar pukul 08.00 WIB. Proklamasi kemerdekaan dibacakan, bendera Merah Putih dikibarkan.

Sebulan kemudian, 16 September, sebuah kapal laut Sekutu, HMS Cumberland yang membawa Laksamana Patterson dan Van der Plas, berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta. Ia datang dengan dalih agenda penyerahan kekuasaan Jepang dan pengembalian orang-orang Belanda yang ditahan di Indonesia ke negeri asal mereka.

Tapi di balik itu, Sekutu memboncengi Belanda dengan satu kepentingan: menegakkan kembali kolonialisme-imperalisme di Indonesia.

Diselimuti kebanggaan dan semangat kebebasan hidup dalam negara merdeka, masyarakat Indonesia tak percaya penuh maksud kedatangan Sekutu. Mereka juga mencurigai semua orang Eropa yang masih berada di Indonesia.

Bersamaan dengan itu, orang-orang Belanda, baik sipil maupun tentara yang sebelumnya ditahan oleh Jepang, pun tak percaya dengan kemerdekaan Indonesia. Bahkan banyak dari mereka yang menganggap kemerdekaan itu sebagai lelucon. Orang-orang Belanda mulai merasa bebas kembali beraktivitas di ruang publik.

Tak pelak, sukacita kemerdekaan mesti dihayati rakyat Indonesia dalam kalut sentimen terhadap orang-orang Belanda. Saat itu kehendak masyarakat untuk bertindak tak lagi bisa benar-benar dalam genggaman pengaruh kelompok yang terorganisir.

Dengan demikian, barulah saat itu revolusi menampakkan wajah garangnya. “Memang gelombang revolusi di Jakarta segera berubah berbalik melawan kaum nasionalis sehingga membelokkan revolusi menjadi terorisme kota,” ujar Robert Cribb, Indonesianis asal Australia, dalam Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949.

Carut-marut teror menghantui kota. Sasarannya bukan saja orang-orang Belanda yang mudah dikenali secara fisik, melainkan juga orang-orang Indonesia yang dituding bekerja sama dengan Sekutu dan ingin kembali menjadi hamba mereka sebagaimana mereka alami sebelum pendudukan Jepang.

Tanjung Priok, 1945

Di Tanjung Priok, seperti dicatat Cribb, sudah tampak perlawanan dari buruh-buruh. Mereka melakukan pemogokan dan menolak permintaan orang Eropa untuk menjaga galangan-galangan kapal.

Di pasar-pasar, para pemuda nasionalis melarang para pedagang menjual makanan mereka kepada orang Eropa. Para pelayan orang Eropa yang dicurigai juga diinterogasi dan akan dikuntit ketika berbelanja. Corat-coret tulisan dengan nada ancaman dan pengambilalihan, seperti tulisan “Milik Republik”, mewarnai tembok-tembok dan gedung-gedung penting.

Bulan-bulan terakhir tahun 1945 itu disebut Cribb sebagai masa perampokan, perampasan, penculikan, dan pembunuhan acak di jalanan. Orang-orang Belanda menghilang, bahkan ketika berada di tengah kota, dan beberapa hari kemudian ditemukan mengambang di salah satu kanal.

Pemandangan kehidupan sipil orang-orang Belanda yang kembali mengisi kota, adalah hal yang tak diinginkan. Maka teror terhadap orang Belanda dianggap menjadi cara signifikan untuk melanggengkan tujuan itu. Dengan cara tersebut, artinya mereka menyerang juga secara psikologis.

Jakarta, 1945

Orang Belanda yang sedang berjalan-jalan, disergap lalu dicekik atau dipotong-potong. Mayatnya kemudian dibuang ke kanal-kanal. Molenvliet, sebuah kanal panjang yang mengalir ke selatan dari Kota Tua, adalah tempat yang paling disukai untuk melakukan penyergapan semacam ini. Demikian juga jalan utama dari Senen ke Jatinegara.

Kegilaan itu membuat kata getjingtjangd populer di kalangan orang-orang Belanda untuk menggambarkan kengerian tindakan memotong-motong tubuh atau yang sekarang dikenal dengan mutilasi. Sayang sekali peristiwa itu tidak cukup terdokumentasi. Tindakan-tindakan itu kemungkinan dilakukan oleh para pemuda ekstremis.

“Cincang merupakan sebuah kata dalam periode kolonial yang berarti membuat daging halus. Itu merujuk pada aktivitas membuat makanan. Hanya antara tahun 1945 sampai 1949, kata tersebut digunakan untuk membunuh orang-orang dengan mencincang mereka menjadi bagian-bagian kecil,” ujar Cribb.

Tak hanya di jalanan, teror juga menghantui orang-orang Belanda sampai ke rumah-rumah mereka. Para pemuda bertingkah aneh di lingkungan sekitar rumah-rumah orang Belanda itu, seolah mengisyaratkan penghuninya sudah ditandai untuk dieksekusi.

Maka terjadi pula pembunuhan terhadap para penghuninya. Tak heran jika periode yang kerap disebut “Masa Bersiap” ini pun identik dengan masa gelap pembantaian masal.
Jeanette Tholense, salah seorang saksi dari masa gelap itu, masih mengingat peristiwa malang yang menimpanya di sebuah siang bulan Oktober 1945. Roland Najoan, dalam artikel “Zaman Berdarah” yang dimuat Historia, menceritakan kisah Jeanette. 

Saat itu segerombolan pemuda bersenjata menggeruduk rumah orangtua Jeanette di Kerkstraat (kini Jalan Pemuda), Depok. Selain merampok, para pemuda membunuh Hendrick Tholense, salah seorang saudaranya.

Baca lanjutannya: Sejarah Kelam dan Kisah Pembantaian Orang-orang Belanda di Indonesia (Bagian 2)

Related

Indonesia 704825222445197455

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item