Mengapa Orang Timur dan Barat Berpikir dengan Cara yang Berbeda? (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengapa Orang Timur dan Barat Berpikir dengan Cara yang Berbeda? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Secara krusial, 'orientasi sosial' kita tampaknya lebih merujuk ke aspek berpikir yang fundamental.
 
Orang-orang di lingkungan yang lebih kolektif cenderung lebih 'holistik' pada cara mereka berpikir akan masalah, lebih terfokus pada hubungan dan konteks situasi saat ini, sementara orang-orang di lingkungan yang lebih individualis cenderung fokus pada elemen-elemen yang terpisah, dan mempertimbangkan situasi-situasi sebagai hal yang tetap dan tidak berubah.

Sebagai contoh sederhana, bayangkan jika anda melihat sebuah foto orang yang tinggi mengintimidasi seseorang yang lebih pendek. Tanpa informasi tambahan, orang Barat akan cenderung lebih berpikir bahwa perilaku ini merefleksikan sesuatu yang lebih penting dan tetap akan orang yang besar: dia mungkin orang yang buruk. 

"Sedangkan jika anda berpikir secara holistik, anda akan berpikir ada hal lain yang terjadi antara keduanya: mungkin orang yang lebih besar adalah pimpinan atau ayah dari yang satunya," jelas Henrich.

Dan cara berpikir ini juga berkembang ke cara kita mengelompokkan benda mati. Misalkan Anda diminta untuk menyebut dua benda yang berkaitan dalam sebuah daftar kata-kata seperti "kereta, bis, jalur". Apa yang Anda sebutkan? 

Hal ini dikenal sebagai "tes tiga serangkai", dan orang-orang di Barat dapat memilih 'bis' dan 'kereta' karena keduanya adalah jenis kendaraan. Seorang yang berpikir holistik, sebaliknya, dapat memilih 'kereta' dan 'jalur' karena mereka lebih terfokus pada hubungan fungsional antara keduanya - yang satu penting untuk fungsi pekerjaan yang lainnya.

Itu bahkan dapat mengubah bagaimana Anda memandang sesuatu. Sebuah studi yang melacak pergerakan mata oleh Richard Nisbett di Universitas Michigan menemukan bahwa para partisipan dari Asia Timur cenderung menghabiskan lebih banyak waktu mencari latar belakang sebuah gambar - mencari tahu konteks - sedangkan orang-orang di Amerika cenderung menghabiskan lebih banyak waktu konsentrasi pada fokus utama gambar tersebut. 

Menariknya, perbedaan ini juga dapat dilihat di gambar anak-anak dari Jepang dan Kanada, menyiratkan bahwa cara memandang yang berbeda muncul di usia sangat muda. Dan dengan mengarahkan perhatian kita, fokus sempit atau tersebar secara langsung menentukan apa yang kita ingat dari suatu suasana di suatu waktu.

Tidak ada pembeda yang jelas antara kedua cara berpikir di kedua budaya, dan orang-orang yang berada di komunitas imigran mungkin dapat memiliki kedua cara pandang.

"Jika kita adalah apa yang kita lihat, dan kita terfokus pada hal yang berbeda, maka kita hidup di dunia berbeda," kata Henrich. Meski sebagian orang mengklaim bahwa orientasi sosial kita mungkin dapat memiliki elemen genetik, bukti hingga saat ini menyiratkan bahwa hal itu dipelajari dari orang lain.

Alex Mesoudi dari Universitas Exeter membuat profil cara berpikir keluarga Bangladesh-Inggris di London Timur. Dia menemukan bahwa dalam satu generasi, anak-anak para imigran mulai mengadopsi sebagian elemen yang lebih individualis dan kurang holistik. Penggunaan media, secara khusus, cenderung menjadi penanda terbesar atas perubahan tersebut. "Cenderung lebih penting daripada berkelompok dalam menjelaskan pergeseran tersebut."

Namun mengapa perbedaan dalam cara berpikir muncul? 

Penjelasan yang kentara adalah mereka merefleksikan filosofi yang ada, yang menonjol di setiap daerah seiring berjalannya waktu. Nisbett mengemukakan bahwa para filsuf Barat menegaskan kebebasan dan kemerdekaan, sedang tradisi Timur seperti Taoisme cenderung fokus pada konsep kesatuan. 

Konfusius, misalnya, menegaskan "kewajiban-kewajiban antara kaisar dan warga, orang tua dan anak, suami dan istri, kakak dan adik, dan antara teman."

Cara berbeda melihat dunia ini tertanam di literatur, pendidikan dan institusi politik, sehingga mungkin tidak mengejutkan jika ide tersebut telah terinternalisasi, mempengaruhi sebagian proses psikologis yang paling mendasar.

Meski demikian, perbedaan yang tidak kentara antara negara-negara yang individual menyiratkan ada banyak faktor mengejutkan lainnya yang berpengaruh.

Katakanlah AS, negara paling individualis di antara negara Barat lainnya. Sejarawan seperti Frederick Jackson Turner telah lama berpendapat bahwa ekspansi dan eksplorasi ke Barat telah menyebabkan jiwa yang lebih independen, karena setiap pelopor melawan alam liar dan satu sama lain untuk bertahan hidup. 

Sejalan dengan teori ini, studi psikologis terkini telah menunjukkan bahwa negara-negara bagian di ujung perbatasan (seperti Montana) cenderung memiliki skor lebih tinggi di ukuran individualisme. Untuk mengonfirmasi 'teori pemukiman sukarela', bagaimanapun, para psikolog ingin menguji studi kasus kedua yang independen sebagai argumen pembalik.

Untuk alasan inilah Hokkaido terbukti sangat menarik. Seperti kebanyakan negara Asia Timur, Jepang secara keseluruhan cenderung memiliki pola pikir yang lebih kolektif dan holistik. 

Namun migrasi yang pesat ke teritori utara menyerupai serbuan untuk bermukim seperti di 'Wild West' Amerika; pemerintahan Kaisar Meiji bahkan mempekerjakan agrikulturis dari AS, seperti Horace Capron, untuk membantu mengolah tanah. Jika teori pemukiman sukarela benar, para pelopor tersebut seharusnya memiliki pandangan yang lebih independen di Hokkaido dibandingkan di tempat lain di negara tersebut.

Tentu saja, Shinobu Kitayama dari Universitas Michigan telah menemukan bahwa orang-orang di Hokkaido cenderung menilai lebih independensi dan pencapaian personal - dan emosi seperti kebanggaan - dibandingkan orang Jepang dari pulau lain, dan mereka tidak begitu peduli terhadap pandangan orang lain. 

Para partisipan juga diminta untuk melakukan tes penalaran sosial, yang meminta mereka untuk mendiskusikan seorang pemain baseball yang menggunakan obat yang meningkatkan kinerja tubuh.

Di saat orang Jepang dari pulau lain cenderung untuk mengeksplorasi konteks - seperti tekanan untuk sukses - orang Jepang yang dari Hokkaido cenderung menyalahkan kepribadian pemain baseball atau kelemahan di karakter moralnya. Lagi, kecenderungan menyalahkan atribut pribadi adalah karakteristik masyarakat individualis, dan lebih dekat ke respons orang Amerika kebanyakan.

Baca lanjutannya: Mengapa Orang Timur dan Barat Berpikir dengan Cara yang Berbeda? (Bagian 3)

Related

Science 701788881238363958

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item