Robot, dari Khayalan Menjadi Kenyataan dan Ancaman


Naviri Magazine - Hollywood pernah memproduksi sebuah film mengenai robot canggih, berjudul Terminator. Film itu mengisahkan robot yang bisa mewujud persis seperti manusia, namun memiliki kemampuan-kemampuan yang tidak dimiliki manusia. 

Robot Terminator bisa tetap hidup meski tertembak, dan sama sekali tak merasa sakit ketika terluka. Namanya robot, mereka jauh lebih kuat dan lebih tangguh dibanding manusia.

Ide cerita Terminator, bisa jadi, berawal dari naskah drama yang ditulis oleh Karel Capek, seorang ilmuwan sekaligus sastrawan asal Ceko. Pada 1920, Karel Capek menulis naskah teater berjudul Rossumovi Univerzální Roboti, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Rossum's Universal Robot. Saat itu, kata robot belum ada di kamus-kamus. Ia menjadi kata sekaligus gagasan baru bagi umat manusia. 

Setahun kemudian, 25 Januari 1921, naskah Karel dipentaskan. Pertunjukan dimulai dengan adegan pembuatan robot di sebuah pabrik. Gagasan robot kala itu tak seperti defisini robot saat ini. 

Dalam naskah Karel, robot tampak seperti manusia buatan yang diciptakan dengan rekayasa biologi. Digambarkan bahwa robot-robot kelihatan sangat senang bekerja untuk manusia pada mulanya, tetapi lama kelamaan mereka berubah menjadi brutal dengan misi memimpin peradaban manusia.

Naskah itu telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa hanya dalam waktu dua tahun. Dari sana, konsep robot mulai dikenal. Namun, robot seperti yang dikonsepkan Karel dalam naskahnya hingga kini belum bisa diciptakan. Robot-robot yang ada saat ini tidak dibuat berlandaskan ilmu biologi, tetapi gabungan antara fisika dan matematika.

Paten robot pertama kali didaftarkan oleh George Devol tahun 1954. Tahun 1965, ia dan rekannya, Joseph F. Engelberger mendirikan perusahaan pembuat robot untuk pertama kalinya. Devol memprediksi robot akan menjadi bagian penting dalam industri, terutama di pabrik-pabrik.

Prediksi Devol tak keliru. Dunia sudah berada di era robot. Mereka menggantikan sebagian kerja-kerja manusia. Kabar paling hangat datang dari perusahaan manufaktur elektronik terbesar di dunia, Foxconn Technology Group. Baru-baru ini, Foxconn menggantikan 60.000 buruh pabriknya dengan robot. 

Dalam pernyataan resminya, Foxconn menyatakan robot-robot itu akan mengerjakan pekerjaan yang sifatnya pengulangan. Sementara para pekerja manusia akan lebih fokus pada kontrol kualitas, pengembangan, inovasi, penelitian, dan hal-hal lain yang memiliki nilai tambah. 

Robot juga akan mengurangi peluang berbagai persoalan buruh yang cukup memojokkan posisi Foxconn. Seperti diketahui, tahun 2010, sebanyak 18 karyawan pabrik milik Foxconn memutuskan mengakhiri hidup mereka. Itu adalah kasus bunuh diri terbanyak sepanjang Foxconn berdiri. 

Menghemat operasional 

Tahun lalu, Boston Consulting Group (BCG) mempublikasikan riset yang memprediksi adanya penurunan biaya operasional karyawan hingga 16 persen jika sebuah perusahaan menggunakan tenaga robot. Dalam risetnya, BCG mewawancarai 21 jenis industri di 25 negara. 

Menurut hitung-hitungan bisnis, dalam jangka pendek, investasi pada robot tentu akan mempengaruhi cashflow. Namun, untuk jangka panjang, pekerja robot dinilai lebih murah seiring terus meningkatnya biaya buruh. 

Tiap negara, angka penurunan akan berbeda. Ini tergantung seberapa besar biaya buruh di negara itu. Makin murah, maka penurunan biaya makin kecil. Di Korea Selatan, penurunan biaya buruh jika sebuah perusahaan menggantikan sebagian buruh dengan robot bisa mencapai 33 persen. 

Sedangkan di Jepang, penghematannya hanya 25 persen. Di Kanada, angkanya lebih kecil, yakni 23 persen. Sedangkan di Taiwan dan Amerika Serikat sebanyak 22 persen. Di negara dengan harga buruh lumayan murah seperti Cina sekalipun, penghematan biaya akan tetap terjadi, meskipun hanya 18 persen.

Dengan tingginya permintaan robot dalam industri, BCG memperkirakan investasi pada industri pembuatan robot akan tumbuh 10 persen. Memang, saat ini, jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh robot hanya 10 persen dari total pekerjaan di muka bumi. Namun, perusahaan konsultan itu memperkirakan jumlahnya akan tumbuh menjadi 23 persen pada tahun 2025. 

Harga yang harus dibayar untuk mempekerjakan robot pun akan terus menyusut. Berbanding terbalik dengan gaji buruh yang tentu akan terus naik. Tahun 2005, untuk mempekerjakan satu unit robot pengelas, dibutuhkan biaya $182.000. Tahun 2014, harga robot jenis ini turun menjadi hanya $133.000. BCG memprediksi, sembilan tahun mendatang harganya akan semakin murah menjadi hanya $103.000.

Keuntungan dari mempekerjakan robot tampak begitu menggiurkan. Perusahaan mana yang tak mau berhemat demi untung lebih besar? Akan tetapi, maraknya robot-robot pekerja juga akan menjadi isu tersediri yang memberi dampak pada bursa tenaga kerja. Sebuah laporan dari Deloitte dan Oxford University menyebutkan, dalam 20 tahun ke depan, sebanyak 35 persen jenis pekerjaan sedang dalam risiko. Para buruh pabrik terancam kehilangan pekerjaan. 

Related

Technology 8428142342442115615

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item