Apakah Google Bikin Manusia Jadi Bodoh? Ini Pendapat Ahli


Naviri Magazine - Proses pembelajaran orang zaman sekarang jauh berbeda dengan proses pembelajaran orang zaman dulu. Perbedaannya sangat jelas, di masa sekarang ada internet, sementara di masa dulu tidak ada internet. Karena tidak ada internet, orang-orang di zaman dulu pun harus bersusah-payah belajar dan mencari tahu ketika ingin mengetahui sesuatu. Prosesnya bisa sangat panjang dan sulit.

Berbeda dengan zaman sekarang. Saat ingin tahu tentang sesuatu, orang tinggal membuka internet, lalu mengakses Google, dan memasukkan kata kunci apa pun yang ingin dicari. Dalam waktu seketika, informasi yang dibutuhkan pun terpampang di layar dan bisa langsung dipelajari.

Meski mempermudah banyak orang mendapatkan informasi, ada ketakutan bahwa mesin pencari semacam Google bisa membuat manusia lebih bodoh. Tapi, benarkah demikian?

Dilansir dari laman Deutsche Welle Indonesia, ahli saraf dari Cardiff Dean Burnett mengatakan pendapat tersebut tidak tepat.

"Tidak, saya tidak bisa melihat bagaimana ini bisa terjadi. Argumen utama yang saya lihat mendukung pendapat ini adalah kita biasanya mampu mengingat esai panjang atau puisi, dan melafalkannya dengan mudah, karena inilah yang diajarkan di sekolah," ungkap Burnett.

"Tetapi, kemampuan untuk mengingat teks yang panjang bukanlah tanda kecerdasan, dan jika tidak mampu melakukannya tidak berarti Anda 'bodoh'," imbuhnya.

Burnett juga menjelaskan, intelegensi memiliki banyak faktor budaya dan genetik, serta pada bagaimana Anda menggunakan informasi. Artinya, bukan seberapa baik Anda mengingat informasi tersebut.

"Google memberi kita lebih banyak informasi dari sebelumnya. Jadi ada argumen bahwa justru membuat kita lebih pintar, memberi kita lebih banyak informasi dan membuat otak kita bekerja untuk memprosesnya," ujar Burnett.

Perhatian Manusia

Selain dikhawatirkan membuat manusia lebih bodoh, Google juga banyak diperkirakan bisa mempengaruhi perhatian manusia. Salah satu alasannya adalah manusia lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar.

Namun Burnett mengatakan, Google belum eksis cukup lama untuk 'mengembangkan' respons neurologis terhadapnya. Ini berarti sistem perhatian manusia masih pada tingkat neurofisiologis yang sama.

"Tetapi tampaknya benar bahwa kini banyak orang tidak menghabiskan waktu lama dengan berfokus pada sesuatu seperti dulu," tegas Burnett.

Dia menjelaskan, otak manusia biasanya mengutamakan kebaruan daripada tingkat kedekatan, ketika berhubungan dengan stimulasi dan kegiatan yang menyenangkan.

"Google memungkinkan Anda untuk mengakses hal-hal baru yang hampir tak terbatas dengan satu sentuhan tombol, sehingga orang jauh lebih tergoda daripada sebelumnya untuk mencari sesuatu yang lebih baik, daripada berkonsentrasi pada apa yang di depan mereka," ujarnya.

"Secara teknis Anda dapat menerapkan ini ke banyak situs internet lainnya, seperti Facebook dan Twitter, bukan hanya Google," sambung Burnett.

Cara Otak Mengatasinya

Seperti yang kita tahu, masalah manusia saat ini bukan lagi mencari informasi, tetapi menyaringnya. Menurut Burnett, sebenarnya otak manusia memiliki mekanisme yang bagus dalam menyaring informasi.

"Indra kita sendiri memberikan lebih banyak informasi ke otak, daripada yang pernah kita harapkan untuk diproses setiap menit demi menit, dan otak telah mengembangkan banyak mekanisme untuk menyaring, memprioritaskan, dan menangani semua ini," kata Burnett. "Hal yang sama dapat dikatakan tentang informasi Google." 

Tetapi, menurut dosen dari Cardiff tersebut, proses penyaringannya sedikit berbeda, karena lebih abstrak dan bersifat kognitif. Selain itu, metode otak untuk mengatasi surplus informasi tidak selalu ideal.

"Konfirmasi misalnya, proses di mana kita memprioritaskan informasi yang mendukung apa yang sudah kita pikirkan/percayai, dan abaikan apa pun yang tidak," tutur Burnett. "Proses ini meresap dan bertahan, dan jelas mendukung sebagian besar kesulitan dan polarisasi yang kita lihat secara online, khususnya di bidang politik." 

Bergantung pada Google

Di samping permasalahan penyaringan informasi, adanya mesin pencari seperti Google membuat manusia lebih bergantung pada cara ini.

"Manusia mungkin akan cenderung akan langsung bertanya pada Google, daripada mencoba menemukan jawabannya sendiri," ujar Burnett.

"Tapi jelas itu akan bervariasi dari orang ke orang. Namun, pemrosesan informasi seperti ini hanya sebagian kecil dari apa yang dilakukan otak kita, jadi sulit untuk melihat bagaimana Google dapat lebih diutamakan daripada otak dalam waktu dekat," tegasnya.

Dengan kecenderungan ketergantungan ini, membuktikan bahwa Google telah merevolusi cara hidup manusia modern kini. Google membuat banyak orang memiliki kemampuan lebih dalam melakukan sesuatu.

Related

Science 7635708318839533879

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item