Mengapa Orang Introvert Terkesan Pendiam dan Penyendiri?


Introvert adalah pribadi pendiam dan penyendiri. Sebaliknya, ekstrovert adalah pribadi yang suka berteman, bersifat pemimpin, dan nyaman menjadi sorotan. Kedua istilah ini sebenarnya merupakan stigma sosial. 

Susan Cain, penulis buku Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking, menjelaskan, stigma dan perlakuan tak adil pada pribadi-pribadi introvert sudah berlangsung sejak abad ke-19. Stigma ini makin parah di awal abad ke-20. Bahkan menimpa sebagian besar manusia di muka bumi yang pada dasarnya adalah introvert. 

Sejarah Istilah Introvert dan Ekstrovert 

Sejarah istilah kepribadian ini diawali ketika industri di Amerika Serikat bangkit pada awal abad ke-19. Masyarakat Barat dengan pemikiran dasar seperti pemikiran Yunani-Romawi, memuja-muja orasi, dan lebih suka pada orang-orang yang beraksi. Sebaliknya, mereka "menganggap rendah" orang yang berkontemplasi. 

Pada akhirnya mereka memandang sifat introvert seseorang sebagai kekecewaan dan parasit. Alasannya karena dianggap sebagai ketidakcakapan dalam berkomunikasi dan bersosial antar sesama. 

Saat industri bangkit, perusahaan-perusahaan kemudian mulai mendefinisikan karakter-karakter yang dianggap layak dipekerjakan. Kecakapan dalam berkomunikasi mulai diprioritaskan dan "yang dibutuhkan" dalam dunia industri. 

Orang-orang yang lebih suka menyendiri dan diam dalam keseharian lama kelamaan harus menyesuaikan diri dengan karakterisasi kebutuhan industri tersebut. Padahal tak semua orang suka bergaul ataupun nyaman menjadi sorotan. 

Meski demikian, tak semua ekstrovert juga menjadi pemimpin yang baik. Pola-pola pikir demikian yang kemudian disebut Cain sebagai dasar diskriminasi tak kasat mata yang menimpa para introvert. 

Mereka yang punya sifat dasar introvert cenderung jadi masyarakat kelas dua di dunia yang dominan ekstrovert. Sering disalahpahami sebagai pemalu, pendiam, antisosial. Padahal ada perbedaan yang tegas di antara satu sama yang lain. 

Definisi Introvert dan Ekstorvert Menurut Chain 

Secara garis besar, Cain mendefinisikan introvert sebagai sikap seseorang yang mengumpulkan energinya dari dalam diri sendiri. Sementara ekstrovert adalah sikap seseorang yang mengumpulkan energi dari luar dirinya. 

Artinya, orang-orang introvert memang butuh waktu sendiri lebih banyak untuk mengumpulkan energi ketimbang mereka yang ekstrovert. Sehingga wajar jika orang-orang introvert tidak lebih sering berkumpul dengan kawan, energi mereka justru tersedot oleh keramaian. Sedangkan pribadi ekstrovert justru kondisi keramaian jadi sebuah energi besar bagi mereka. 

Sementara mereka yang pemalu adalah mereka yang merasa tertekan atau stres ketika harus bertemu orang banyak; buah dari ketakutan atas pikiran orang lain terhadap dirinya sendiri. Introvert tidak demikian, ia tetap percaya diri dalam keramaian, hanya saja lebih senang untuk terlibat di belakang layar ketimbang harus jadi pusat perhatian. 

Kesalahpahaman-kesalahpahaman ini akhirnya menggiring dunia menuntut introvert untuk berperilaku sebagaimana ekstrovert. Padahal menurut Cain, tak ada yang salah dari kedua-duanya, baik menjadi ekstrovert maupun introvert. 

Menurutnya, semua orang punya spektrumnya masing-masing dan tetap bisa cemerlang dengan menjadi dirinya sendiri. Justru pemaksaan menyeberang karakter yang dialami orang-orang introvert akan berdampak buruk pada pengembangan dirinya. 

"Setiap kali Anda mencoba hidup sebagai seseorang yang sejatinya bukan Anda, separuh jiwa Anda menghilang seiring waktu. Anda tidak akan ingat lagi cara menghabiskan waktu seperti biasanya,” tulis Cain. 

Cain mau menegaskan bahwa orang-orang yang dipaksa menyeberang dari karakter aslinya akan berakhir kepayahan mendefinisikan kebahagiaan yang mereka inginkan. 

Tetap Menjadi Diri Sendiri 

Uraian Cain tentang nasib introvert di dunia dominan ekstrovert ini rupanya dirayakan mereka yang merasa diwakili suaranya. Dalam tulisan di Forbes berjudul “So Begins A Quiet Revolution Of The 50 Percent," Jenna Goudreau menulis bahwa gagasan Cain disambut baik para introvert yang merasa keberadaannya terwakili. 

Kebutuhan mereka untuk tetap seimbang dalam hidup merasa disorot untuk pertama kalinya. 

Psikolog Christopher Peterson, dalam tulisannya di Psychology Today, bahkan mengakui kecenderungan para ilmuwan psikologi menerbitkan hasil-hasil temuan mereka berdasarkan ‘pola pikir ekstrovert’, seperti yang digambarkan Cain. 

Hal ini tentu saja bisa merugikan orang-orang introvert yang akan terus dicap aneh bila dilihat dari perspektif ekstrovert. Penelitian-penelitian seperti yang dilakukan Cain setidaknya membantu para introvert untuk tak terjebak dalam stigma para ekstrovert.

Related

Psychology 693129131808899047

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item