Review Autobiography, Film Penting yang Layak Ditonton


Banyak penonton tak menyangka bisa merasakan kengerian yang mencekam saat menyaksikan kisah sederhana tentang seorang majikan dan pembantu dalam Autobiography.

Makbul Mubarak berhasil mengembangkan hubungan personal itu menjadi sebuah ketakutan akan trauma yang akrab bagi sebagian masyarakat bangsa ini.

Sebenarnya, kisah yang diangkat Makbul Mubarak terbilang jauh dari kesan rumit. Ia hanya menggambarkan hubungan seorang majikan dan asisten rumah tangga lewat Purna (Arswendy Bening Swara) dan Rakib (Kevin Ardilova).

Namun secara perlahan, kisah dua karakter itu beranjak menjadi sebuah alegori yang penuh makna hingga menyinggung berbagai sisi. Semua itu disajikan lewat perjalanan Rakib membantu Purna, pensiunan jenderal yang maju pencalonan bupati di daerahnya.

Hubungan Rakib dan Purna terasa seperti bapakisme, paham yang menggambarkan hubungan pemimpin dan bawahan sebagai bapak dan anak. Purna sejak awal tidak menempatkan dirinya sebagai majikan, melainkan sebagai seorang bapak bagi Rakib.

Penggambaran itu pun dirangkai dengan apik oleh Makbul dari satu adegan ke adegan lain. Perjalanan awal Rakib 'berkenalan' dengan Purna itu pun berlalu dengan sunyi dan relatif lambat.

Penonton seolah diberi gambaran tentang bagaimana para penganut bapakisme berperangai jika dilihat hanya dari permukaan. Dari kacamata Rakib pada babak pertama film ini, Purna terlihat sebagai sosok pengayom yang penuh wibawa.

Rakib—dan semua pengikut Purna—juga bisa mendapat rasa aman dan hak-hak istimewa, selama mereka 'manut' dengan apa yang sang jenderal inginkan.

Namun di antara rasa aman dan kesunyian itu, penonton justru merasakan kegelisahan dan perasaan yang janggal. Makbul seolah menjanjikan sesuatu yang jauh lebih besar dan kelam di balik sosok Purna.

Kejanggalan itu akhirnya menjadi nyata ketika peristiwa besar terjadi di antara Purna dan Rakib. Satu insiden tersebut seolah menjadi belokan yang menukik tajam dan mengubah arah cerita.

Drama bapak-anak itu berubah menjadi pergulatan seseorang yang ingin bebas dari jeratan majikannya.

Upaya tersebut digambarkan dengan begitu mencekam dan intens seiring dengan kekalutan yang berkecamuk dalam diri Rakib. Film ini menyuguhkan teror yang tak kalah menyeramkan dari film horor pada umumnya.

Derap langkah Purna, napas terengah-engah Rakib, hingga interaksi ketika majikan dan pembantu itu bertemu adalah modal sempurna yang dieksekusi dengan baik oleh Makbul Mubarak.

Alegori itu juga menyelipkan berbagai simbol yang jauh lebih besar dari Rakib dan Purna. 

Film ini kemudian seolah berbicara tentang betapa sebuah kekuasaan bisa menjadi bahaya bagi banyak orang jika dipegang oleh sosok yang salah.

Makbul juga menggambarkan kuasa yang dimiliki Purna sebagai suatu hal yang begitu digdaya, bahkan hingga merambah ranah privat. Salah satunya dalam adegan Purna memandikan Rakib yang begitu menunjukkan sang pembantu benar-benar terbelenggu kuasa majikannya.

Di sisi lain, upaya Rakib kabur dari jerat Purna juga terasa seperti upaya satu generasi melenyapkan paham yang menjerat generasi sebelumnya.

Sampai akhirnya film ini ditutup dengan adegan yang menyimpan segudang pertanyaan. Sang sutradara sepertinya enggan mengakhiri kisah film ini dengan kesimpulan yang tegas.

Ia seolah bercermin dengan kondisi sosial politik saat ini lantaran paham bapakisme seperti Purna dan Rakib bisa saja masih ada di sekitar kita.

Modal cerita itu kemudian disempurnakan dengan penampilan gemilang duo Kevin Ardilova dan Arswendy Bening Swara. Performa apik itu berhasil membangun chemistry seorang majikan dan pembantu dengan tanpa celah.

Kevin Ardilova mengeksekusi peran Rakib yang mengalami perkembangan karakter bak roller coaster dengan begitu gemilang. Penonton berulang kali ikut larut dalam ketakutan dan rasa mencekam yang dirasakan Rakib.

Penampilan itu berpadu dengan aksi Arswendy sebagai sang pensiunan jenderal. Ia hadir sebagai sosok yang tenang dan berwibawa dari luar, tetapi juga menyimpan kuasa dan kekejaman di balik itu semua.

Aspek audio visual dalam film ini juga tak perlu diragukan. Autobiography menawarkan suguhan sinematografi menawan dengan shoot-shoot apik, bahkan sejak sekuens pertama.

Kualitas wahid dari segi visual itu didukung dengan scoring musik untuk memperkuat mood yang dibangun pada setiap adegan. Berbagai kengerian yang disajikan dalam film ini tak lepas dari peran scoring musik yang dikemas secara brilian.

Film ini tak pelak menyisakan satu pekerjaan rumah, yakni mengupayakan segala cara agar bertahan lama di bioskop dan disaksikan oleh banyak orang. Pasalnya, kisah yang diangkat Autobiography penting untuk ditonton oleh masyarakat dari berbagai generasi.

Related

Film 5406473484466638136

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item