Gelombang Kritik dari Kampus untuk Presiden Jokowi (Bagian 1)


Akhir Oktober 2023, usai Prabowo Subianto mengumumkan Gibran Rakabuming yang notabene putra sulung Jokowi sebagai cawapresnya, Agus Wahyudi langsung berkirim pesan WhatsApp kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Kepada Pratikno, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM itu menyampaikan rasa kecewa karena Gibran menjadi cawapres. Gibran bisa melenggang jadi cawapres karena putusan cacat etik Mahkamah Konstitusi yang ketika itu dipimpin pamannya sendiri, Anwar Usman.

“Pak Pratik hanya menjawab, ‘Wah iya, memang pening ini. Mumet,” kata Agus menceritakan pesan balasan Pratikno, Jumat (2/2).

Agus ialah kolega Pratikno selama menjadi dosen di UGM, sedangkan Pratikno merupakan Rektor UGM periode 2012–2014. Alumni Fisipol UGM angkatan 1980 itu melepas jabatan rektor sejak ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Mensesneg. Sementara Jokowi sendiri adalah alumni Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980.

Seorang sumber bercerita, sebelum insiden putusan MK dan majunya Gibran, para rekannya di UGM berharap Pratikno bisa mencegah dan mengingatkan Jokowi agar tak kebablasan.

Namun, harapan tinggal harapan. Berada di lingkar terdekat Presiden selama dua periode, Pratikno kini dianggap sebagai tangan kanan Jokowi. Ia bahkan diisukan terlibat dalam ‘operasi’ pencalonan Gibran sebagai cawapres via MK.

“Ah, aeng-aeng wae sampean iku (ada-ada saja kalian itu),” kata Pratikno sambil tertawa kepada wartawan yang bertanya soal dugaan keterlibatannya dalam pencalonan Gibran, 25 Oktober 2023.

Bagaimanapun, Pratikno memang telah dipandang lekat dengan Jokowi. Eks rekan-rekan Pratikno di kampus menganggap bahwa kondisi Pratikno saat ini seperti Adolf Eichmann, salah satu loyalis Adolf Hitler, Ketua Partai Nazi, semasa tragedi Holocaust.

Dalam buku Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil yang ditulis Hannah Arendt, Eichmann digambarkan sebagai pribadi yang baik dan santun. Namun atas dasar kepatuhan terhadap otoritas berkuasa dan sang pemimpin, Eichmann menjadi sosok kunci dalam deportasi jutaan orang Yahudi dari Jerman dan negara-negara sekitarnya ke kamp-kamp konsentrasi selama Perang Dunia II.

Kembali ke situasi Indonesia saat ini, sejak putusan MK yang berujung pada majunya Gibran sebagai cawapres, kalangan akademisi di UGM bak berbagi keprihatinan yang sama. Mereka kerap berdiskusi mengenai kemunduran demokrasi di akhir era Jokowi. Mereka juga mencari cara untuk mengingatkan sang Presiden yang juga alumni kampus yang sama.

“Ketika kecenderungan dinasti politik muncul dan oligarki tetap menguat, ini pertanda yang merisaukan,” ucap Agus.

Sebelum para guru besar UGM bersikap, ‘perlawanan’ terhadap Jokowi sedianya telah ditabuh ketika Badan Eksekutif Mahasiswa universitas itu memberikan gelar alumnus paling memalukan kepada sang mantan Wali Kota Solo.

Gelar nyeleneh itu diberikan kepada Jokowi berdasarkan sejumlah indikator penilaian, antara lain melemahnya pemberantasan korupsi lewat revisi UU KPK, surutnya kebebasan berekspresi lewat upaya membungkam masyarakat dengan UU ITE, stagnannya indeks demokrasi, intervensi hukum via MK, sampai menguatnya dinasti politik.

“Tidak ada momentum yang lebih tepat daripada sekarang untuk menobatkan beliau (Jokowi) sebagai alumnus UGM paling memalukan,” kata Ketua BEM UGM Gielbran Muhammad Noor, 8 Desember 2023.

Namun, peringatan dari mahasiswa saja tidak mempan. Jokowi mempertegas posisinya ketika menyatakan presiden boleh berpihak dan berkampanye. Keberpihakan ini disinyalir untuk kepentingan pemenangan anaknya, Gibran. Belakangan, Jokowi mengatakan ucapannya itu murni mengacu pada UU Pemilu.

“Walaupun dia (Jokowi) tidak punya niat buruk, tidak bisa bilang seperti itu, tidak etis. Karena aparat di bawahnya bisa menginterpretasikan lain,” ujar Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran, Prof. Arief Anshory Yusuf, M.Sc., PhD.

Bukan cuma ucapan Jokowi yang tak etis, kebijakannya untuk jor-joran mengguyur bansos mendekati hari pencoblosan pemilu juga mendapat sorotan dan kritikan dari berbagai kalangan.

Awal 2024, pemerintah meluncurkan bansos baru, yakni Bantuan Langsung Tunai Mitigasi Risiko Pangan senilai Rp 600.000 untuk tiga bulan, yang cair pada Februari 2024. BLT yang memakan anggaran Rp 11,25 triliun itu membuat Kementerian Keuangan berakrobat mengutak-atik anggaran. Ada pula bansos beras 10 kg/bulan yang akan diberikan hingga Juni 2024.

“Ada yang tidak matching dari program bansos. Pemerintah bilang kondisi ekonomi masih kuat, banyak program yang bisa menciptakan lapangan kerja dan menurunkan kemiskinan. Kalau begitu buat apa bansos banyak sekali?” ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Kamis (1/2).

Lebih lanjut, menurut Bhima, “Menjadi kekhawatiran bila bansos tidak berlandaskan situasi di lapangan, tapi sebagai strategi kampanye—apalagi sudah mempersiapkan sampai Juni bansosnya, dua putaran pilpres.”

Bila pilpres berlangsung dua putaran, maka pencoblosan putaran kedua akan berlangsung pada 26 Juni 2024, empat bulan sesudah pencoblosan putaran pertama pada 14 Februari.

Gejala keberpihakan Jokowi yang kian benderang membuat keresahan civitas academika memuncak. UGM mengawali dengan menyampaikan Petisi Bulaksumur pada 31 Januari 2024. Lektor kepala di Fakultas Filsafat, Agus Wahyudi, menjadi salah satu yang terlibat.

Sebelum penyampaian Petisi Bulaksumur kepada publik, Agus memberi tahu Rektorat UGM. Ia lantas difasilitasi. Agus pun menginformasikan soal rencana petisi itu kepada civitas akademika UGM, termasuk Pratikno.

“Saya menyampaikan, bahkan ke Pak Pratikno secara pribadi lewat WA, juga di grup-grup WA UGM, bahwa akan ada pernyataan seperti ini.”

Aksi Kritik Bergulir ke Kampus-Kampus Lain

Langkah UGM yang merilis Petisi Bulaksumur menjadi pemicu bagi aksi serupa di berbagai kampus di Indonesia. Kecaman terhadap Jokowi juga berturut-turut disampaikan oleh civitas akademika Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Forum Rektor Muhammadiyah dan Aisyah, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, serta Institut Pertanian Bogor.

Kritik juga menyusul datang serempak dari civitas akademika Universitas Negeri Malang, Institut Teknologi Bandung, Universitas Ahmad Dahlan, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Airlangga, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Jember, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Universitas Sriwijaya, Universitas Islam Bandung, dan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Sampai Senin, 5 Februari 2024, civitas akademika di lebih dari 20 perguruan tinggi telah menyuarakan kecaman terhadap Jokowi yang dinilai kian menyimpang dari jalur demokrasi yang susah payah dirintis pada era Reformasi.

Agus Wahyudi menyatakan, tidak ada koordinasi antara UGM dengan kampus-kampus lain terkait gelombang kritik terhadap Jokowi. “Ini di luar perhitungan kami. Kami berpikir setelah menyampaikan petisi, selesai,” kata Agus.

Baca lanjutannya: Gelombang Kritik dari Kampus untuk Presiden Jokowi (Bagian 2)

Related

News 2376873396564437607

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item