Ribut-ribut Soal Aplikasi Sirekap di Pemilu 2024 (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ribut-ribut Soal Aplikasi Sirekap di Pemilu 2024 - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Hargyo Tri Nugroho, dosen teknik komputer Universitas Multimedia Nusantara (UMN), mengatakan lumrah saja bila KPU menggunakan jasa komputasi awan pihak ketiga seperti Alibaba serta menggunakan kerangka Vue.js untuk situsnya.

Ia lebih menyoroti situs Sirekap yang disebut terhubung ke beberapa situs lain, yang mengindikasikan ada penarikan atau pengiriman data antara situs-situs terkait. Menurutnya, KPU perlu memastikan keamanan transmisi data tersebut.

"Ancamannya di proses pengiriman datanya. Selama itu secure, encrypted, dan tidak bisa dimanipulasi di tengah jalan, harusnya aman," kata Hargyo, yang kini juga kandidat doktor bidang ilmu komputer di University of Birmingham, Inggris.

Masalah muncul bila gawai yang digunakan untuk mengirim data itu dibajak, sehingga datanya dapat diambil atau bahkan diutak-atik.

"Harus diantisipasi agar komunikasi yang ada aman dan tidak terbajak di tengah, tidak ada man-in-the-middle attack," kata Hargyo, merujuk jenis serangan siber yang kerap dilakukan untuk mencuri informasi dan memata-matai korban.

Menurut Hargyo, bisa saja situs Sirekap memang belum menggunakan sistem terbaru sehingga masih ada banyak bugs atau celah keamanan. Yang penting, katanya, di hari pemungutan suara, sistem yang digunakan telah diperbaharui sehingga bebas dari atau minim bugs.

Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia, juga menekankan pentingnya KPU memastikan kesiapan Sirekap dan mencegah terjadinya breakdown atau gangguan di hari pemungutan suara.

"Kalau ada breakdown atau sistemnya tidak berfungsi dengan baik, tujuan Sirekap sebagai instrumen transparansi dan akuntabilitas akhirnya menjadi tidak tercapai," kata Titi. "Masyarakat tidak bisa melihat hasil penghitungan suara yang terkonsolidasi di Sirekap."

Kecemasan petugas KPPS di lapangan

Meski telah dua kali menjalani bimbingan teknis, Dimas Nabil tetap tak bisa sepenuhnya tenang. Pemuda berusia 27 ini adalah anggota KPPS di Kelurahan Manjahlega, Kota Bandung, yang ditugaskan menangani Sirekap saat pemilu serentak.

"Agak waswas aja sih. Menulisnya harus benar, harus jelas juga biar bisa dibaca sama Sirekap," kata Dimas. "Dokumentasinya harus benar. Katanya sih pencahayaannya juga harus bagus. Nggak boleh pakai flash [saat mengambil foto formulir C1 Hasil dengan Sirekap]."

KPU sebelumnya sempat mengingatkan, selain harus menulis dengan rapi dalam huruf kapital, petugas KPPS juga mesti memastikan seluruh kolom dan baris dalam formulir C1 Hasil telah terisi agar bisa dibaca Sirekap.

Bila ada kesalahan, tulisan pun mesti dihapus dengan tipe-x alih-alih dicoret. Sementara bila ada angka yang tak terbaca, petugas harus memotret ulang formulirnya.

Belum lagi, ponsel yang digunakan setidaknya harus menggunakan sistem operasi Android 10 untuk bisa menggunakan Sirekap, kata Poetry Nabilla, 23, yang juga petugas KPPS di Manjahlega.

Karena itu, teman-teman Poetry yang bertugas menangani Sirekap sampai membeli ponsel baru dengan sistem operasi yang sesuai. "Honor yang untuk KPPS itu malah buat beli handphone. Karena dia kan pegang Sirekap, jadi merasa ada tanggung jawab," kata Poetry.

Setiap anggota KPPS untuk pemilu serentak 2024 mendapat honor Rp1,1 juta, sedikit di bawah ketua KPPS yang menerima Rp1,2 juta.

Irwansyah, ketua KPPS di salah satu TPS di area Japos di Jurangmangu Barat, Tangerang Selatan, juga mengatakan bahwa seminggu sebelum hari pemungutan suara, banyak anggota KPPS di daerahnya masih kesulitan untuk sekadar menginstal dan masuk ke aplikasi Sirekap.

Padahal, KPPS dari enam TPS di Japos telah menjalani bimbingan teknis tambahan, di luar bimbingan wajib yang dijalani di hari pelantikan di Januari. Modul ratusan halaman yang disediakan untuk para petugas KPPS pun justru dianggap membingungkan.

"Itu mungkin ada 300 halaman kali kalau ditotal [modulnya]," kata Irwansyah, 48, yang juga dosen ilmu politik Universitas Indonesia. "Itu enggak mudah sih menurut saya. Opini pribadi saya, itu kayak banjir informasi, lalu kita bingung, ini cara membacanya yang paling sederhana seperti apa."

Poetry merasakan hal serupa. Ia lebih memilih menonton video panduan proses pemungutan dan penghitungan suara yang banyak beredar di YouTube dibanding tenggelam dalam modul ratusan halaman.

"Sebetulnya saya bacanya sedikit, lebih ke banyaknya lihat tutorial YouTube. Itu lebih oke gitu, lebih bisa mencerna," kata Poetry.

Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia, mengatakan KPU seharusnya benar-benar memastikan kapasitas para petugas KPPS di lapangan. Kesiapan petugas, ditambah kelancaran sistem di hari pemungutan suara, kata Titi berperan penting untuk menghadirkan proses pemilu yang transparan dan akuntabel.

Related

News 3167280504418142005

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item