Jerat dan Jebakan Judi Online yang Kini Marak di Indonesia (Bagian 1)


Habis menang, lalu kalah, menang, terus kalah lagi. Ujung-jungnya merugi. Itulah judi. Makanya William Bolitho, salah satu penulis masyur Afrika Selatan, seabad lampau pernah melempar ungkapan: "A Gambler is nothing but a man who makes his living out of false hope." Penjudi, kata dia, tak ubahnya seseorang yang mencari nafkah atau menggantungkan hidupnya dari harapan palsu. 

Berlebihan? Tentu tidak. William, novelis yang juga seorang jurnalis penulis autobiography Afrika Selatan itu betul-betul menerawang nasib seorang penjudi pada zaman ketika judi benar-benar populer di masanya. 

Di Indonesia, judi juga pernah populer. Dalam buku "Gemerlapnya Meja Judi Menjelang Pelarangan Tahun 1981" yang diterbitkan TEMPO, pemerintahan Soeharto bahkan pada mulanya permisif pada perjudian di kota-kota besar. Sampai pada 1981 semua dilarang, dibarengi dengan pembersihan lokasi judi dan penangkapan sejumlah nama gambler kelas kakap. 

Lalu kondisi melompat ke masa kini. Judi memang masih dilarang. Tapi praktiknya masih sering terjadi meskipun dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Judi bahkan mengalami evolusi pula seiring berkembangnya teknologi: judi online. 

Judi online ini marak pada masa-masa pandemi Covid-19, ketika gerak orang-orang dibatasi ke luar rumah. Misalnya Irman, bukan nama sebenarnya. Juli dua tahun silam, ketika kawan-kawannya menjalani rangkaian kenormalan baru, mereka justru mengisi waktunya dengan bermain judi online. 

“Mereka bermain, saya memperhatikan. Sepertinya seru, nih, dapat duit. Saya melihat keuntungan saja, belum melihat rugi,” ujar Irman. 

Permainan yang ia maksud adalah judi daring. Irman mencoba deposit Rp50 ribu sebagai modal kenekatannya terjun dalam pertaruhan melalui Slot Zeus (situs daftar slot yang menawarkan produk gim daring terpopuler seperti pragmatic game dan daftar slot777). Lha dalah! Ia menang sepuluh kali lipat hasil dari “keberaniannya”. Pemuda 20 tahun ini bermain tiga jenis permainan yakni qiuqiu, slot, dan sabung ayam, semua bersistem daring. 

Deposit tertinggi yang ia setor adalah Rp2 jutaan, dengan menyicil taruhan; ia pasang itu dalam judi sabung ayam. Awalnya ia merogoh Rp500 ribu untuk memilih ‘ayam merah’ atau ‘ayam biru’. 

“Karena ayam itu kuat, dia dikasih voor. Saya menang Rp950 ribu,” aku Irman. Duitnya ia ambil untuk foya-foya dan berbelanja sandang. 

Awal-awal Irman bermain, bandar seolah membiarkannya menang, meski nominal yang dia dapat juga tak seberapa. 

Kecanduan tak terhindarkan 

Kemudian ia menjadi pegawai lepas di sebuah perusahaan perdagangan elektronik. Dia pun berupah. Gaji yang ia dapatkan dia “sumbangkan” kepada platform judi daring. Nominal setoran pun meningkat, awalnya hanya setengah juta rupiah beranjak ke empat kali lipatnya. Pernah ia menyetor Rp2 jutaan, lalu duit modalnya sisa sekitar Rp100 ribuan. Irman kalah. 

Tapi itu tak membuatnya kapok. Pernah suatu hari dia hoki, mendapatkan Rp2 juta lagi. Bahkan bangun tidur pun ia segera setor deposit untuk sabung ayam. Nasib tak ada yang tahu, ia pun menang sehingga punya modal Rp6 juta. 

“Saya mainkan, lalu (menang) Rp35 juta. Akhirnya saya cairkan (uang itu). (Duitnya) saya belikan motor Vespa,” jelas Irman. 

Lantaran berhenti dari pekerjaannya, Irman mengurangi nominal dan intensitas taruhannya. Meski pernah menang, Irman merasa ada kejanggalan dalam pertaruhan dunia maya ini. “Kadang ada pembodohan. Jadi kita (pejudi) telah menang banyak lalu sistemnya tiba-tiba error. Judi ayam ada batas waktu, 10 menit ayam tidak ada yang mati atau keduanya mati, maka pertandingan seri,” ucap dia. 

Dalam judi ayam, pemain bisa memilih opsi ketiga yaitu seri – tidak memilih ‘ayam merah’ atau ‘ayam biru’. Bila pertandingan seri maka perhitungannya adalah 1:8, misalnya pemain bertaruh Rp100 ribu maka dia dapat untung Rp800 ribu. Tapi status seri ini jarang sekali terjadi. Sisi lain, Irman pernah kalah Rp3.500.000. 

Psikis Irman pun diuji ketika bertaruh. Ia berpikir positif tiap kali menaruh deposit nominal kecil, umpama Rp50 ribu; tapi bila nominal setoran tergolong besar, ia deg-degan. “Deg-degan milih ayam. Kalau kalah, langsung garuk-garuk kepala.” 

Modal duit taruhan Irman merupakan hasil sebagai pekerja harian lepas. Bila nihil rupiah ia tak main; pun sebaliknya, ia pernah diberi duit oleh saudaranya, langsung saja ia berjudi. Sekarang kalau ia punya Rp50 ribu dan dijadikan taruhan, lalu kalah, dia merasa sesak. Sebab tiada penghasilan bulanan tetap. Irman tak pernah menjual barang pribadi atau barang keluarga, bahkan tak melakukan tindak pidana demi mendapatkan modal bertaruh. 

Keluarganya tidak mengetahui aksinya ini. Irman mengklaim mendapatkan keuntungan finansial secara instan adalah motivasinya menyelam di kubangan judi daring. “Pasti pikiran saya mau menang.” 

Bisnis Ratusan Triliun 

Fenomena judi online terus disorot. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi secara agresif membatasi ruang gerak pelaku judi daring dengan melakukan takedown atas konten judi pada media sosial dan memblokir situs. Hingga 17 September 2023, Kementerian Kominfo telah "menjatuhkan" 971.285 konten dan situs judi daring. 

Kementerian Kominfo juga menemukan 1.931 rekening yang diduga terkait dengan judi ini. Pihak perbankan dan platform telah memblokir 1.450 rekening dan 1.005 dompet elektronik. "Kami ingin membuat supaya suasana atau ekosistem judi daring tidak nyaman buat mereka. Biar saja mereka bikin lagi, kami tutup lagi," ujar Budi, pada 18 September lalu. 

Baca lanjutannya: Jerat dan Jebakan Judi Online yang Kini Marak di Indonesia (Bagian 2)

Related

News 2297284822804866581

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item