Jerat dan Jebakan Judi Online yang Kini Marak di Indonesia (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Jerat dan Jebakan Judi Online yang Kini Marak di Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut data akhir tahun Polri (31/12/2022) sepanjang tahun 2022 Polri mengungkap 1.154 perkara terkait kasus judi online. Jumlah tersebut meningkat 575 perkara dibanding tahun 2021 yang sebanyak 579 kasus. 

Sementara, untuk tahun 2023 per bulan September Wadir Tipidsiber Mabes Polri Kombes Dani Kustoni mengatakan kepolisian sudah menangani 77 kasus judi online dengan jumlah tersangka sebanyak 130 orang. 

Perputaran uangnya juga tak main-main. Temuan PPATK menyebutkan terdapat perputaran dana senilai Rp190 triliun dalam 156 juta transaksi selama periode 2017-2022 dengan kenaikan rata-rata dua kali lipat setiap tahunnya. Secara lebih rinci, temuan PPATK memaparkan pada 2017 ada sebanyak 250 ribu transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp2,009 triliun. 

Angka ini perlahan merangkak naik di tahun berikutnya yakni 666 ribu transaksi dengan total nilai Rp3,9 triliun. Pada 2019, tercatat ada 1,8 juta transaksi dengan total nilai transaksi sebesar Rp6,2 triliun. Bahkan pada 2020, saat pandemi covid-19 terjadi, angka-angka ini tak mengalami penurunan. Terdapat setidaknya 5,6 juta transaksi dengan total nilai transaksi mencapai Rp15,7 triliun.

Angka melonjak mulai 2021 yang mencapai 43,5 juta transaksi dengan nilai transaksi Rp57,9 triliun. Dan meningkat dua kali lipatnya di tahun 2022 dengan jumlah transaksi 104, 7 juta dengan total nilai transaksi Rp190,2 triliun. 

Mirisnya, dari 2,7 juta orang yang mengikuti permainan judi online, 2,1 juta di antaranya berasal dari kalangan berpendapatan rendah. “Seperti pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, dan sebagainya. Mereka bertaruh dengan nominal kecil di bawah Rp100 ribu,” jelas Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat sekaligus PPID PPATK M. Natsir Kongah, Minggu (24/9/2023). 

Berdasar penelusuran PPATK, pelaku biasanya berjenjang seperti agen, sub agen, agen besar dan kecil, bandar, operator. Operator biasanya berada di luar negeri antara lain Kamboja dan Thailand. “Merekalah yang juga menentukan kemenangan dan kekalahan pemain,” ujar Natsir. 

Gen Z Target Potensial 

Temuan PPATK senada dengan pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan yang membenarkan bahwa pelaku judi daring memang banyak berasal dari Generasi Z. Alasan populer mereka ikut judi daring adalah karena iming-iming kemenangan yang menggiurkan, terpengaruh iklan promosi judi daring, dan tentu ingin mendapatkan keuntungan secara cepat. 

"Bermain judi daring memberikan efek kecanduan karena kesenangan yang didapatkan saat meraih kemenangan, serta efek penasaran saat mengalami kekalahan," tutur dia, Selasa (19/9/2023). 

Akibat kecanduan bermain judi online tersebut, para kelompok Gen Z terpaksa harus mendekam di penjara lantaran melakukan tindak kriminal. Beberapa kasus bahkan eksplisit menyebut remaja nekat membegal pengendara motor hingga melukai korbannya setelah kecanduan judi online. 

Juli 2023, di Surabaya, FM (18 tahun) dan DP (18 tahun), nekat membegal dan melukai korban karena butuh uang setelah kecanduan judi daring. Kemudian pada September 2023, polisi menangkap empat remaja di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, lantaran diduga mempromosikan judi daring via media sosial. Mereka adalah ZU (16 tahun), SU (17 tahun), TM (17 tahun), dan RN (20 tahun). 

Penangkapan berawal dari patroli siber yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Pandeglang. Berdasar pemeriksaan mereka menerima bayaran per bulan Rp1 juta-Rp4 juta. Sementara di Bandung, seorang pemuda juga nekat membobol minimarket. Barang-barang hasil pencurian kemudian dijual untuk bermain judi online. 

Data Polri menyebut, daerah terbanyak penangkapan pelaku judi daring per September 2023 adalah Jakarta, Sumatra Utara, Jawa Timur, Riau, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Bali, Jambi, dan Jawa Barat. 

Balik lagi ke Irman, seorang Gen Z yang terpapar teknologi sejak lahir, perjudian daring menjadi amat dekat dengan kehidupan sehari-harinya. Kemudahan akses inilah yang menanamkan pesan terus-menerus kepada Gen Z seperti pelajar, mahasiswa atau pekerja awal untuk log in ke dalam permainan judi online. 

Ada beragam modus yang dilakukan pelaku ataupun bandar judi online untuk menjerat korbannya, terutama Gen Z. "Seperti melalui game online, grup WhatsApp, sebar random via SMS dan juga iklan yang dipasang secara online," terang Ahmad. 

Dalam Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC) berjudul Faktor yang Memengaruhi Mahasiswa Melakukan Perjudian Online Universitas Muhammadiyah Yogyakarta [pdf], menyebutkan salah satu alasan yang menyebabkan mahasiswa melakukan judi online adalah uang yang dikirim oleh orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidaklah cukup. 

“Berbagai cara dilakukan demi mendapatkan modal untuk berjudi, seperti halnya menggunakan uang kuliah, menggadaikan barang yang dimiliki, berutang dan bahkan menjual laptop dan motor,” tulis jurnal tersebut. 

Sosiolog Universitas Nasional Nia Elvina berpendapat fenomena judi pada setiap generasi pasti muncul. “Apa yang disebut dengan perilaku menyimpang, yang tidak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat,” ujar dia. 

Baca lanjutannya: Jerat dan Jebakan Judi Online yang Kini Marak di Indonesia (Bagian 3)

Related

News 1027702548099409145

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item