Kisah dan Asal Usul Kho Ping Hoo Menulis Cerita Silat (Bagian 1)


Alkisah, Sin Liong si 'Anak Ajaib' karena kecakapannya mengobati orang, kedatangan sosok laki-laki setengah tua bertubuh tinggi besar. Di punggungnya, tergantung golok. Ia jalan terpincang-pincang dengan paha yang terluka hebat, membengkak dan hitam.

Laki-laki paruh baya itu bernama Sin Hek Huow yang kerap dipanggil Lo-enghiong alias "orang tua gagah". Ia memohon bantuan kepada Sin Liong untuk mengobati lukanya. Sin Liong sebenarnya tak suka dengan orang kang-ouw yang kasar dan selalu membawa senjata. Tapi Sin Liong toh tetap saja membantu mereka.

Sin Hek Huow merintih hebat kala Sin Liong mengobatinya dengan ramuan racikannya sendiri. Usai pengobatan diberikan dan Lo-enghiong mulai membaik, ia mengucapkan terima kasih sekaligus peringatan kepada si anak ajaib. Sin Liong diincar oleh dua orang jahat.

"Di dunia kang-ouw, banyak terdapat golongan sesat, manusia-manusia iblis termasuk orang seperti aku. Akan tetapi dibandingkan dua orang kumaksudkan itu, mereka adalah dua ekor harimau buas sedangkan orang seperti aku hanyalah tikus! Yang seorang adalah kakek berpakaian pengemis, kelihatan seperti orang miskin yang alim, namun dialah iblis nomor satu, kakek Pat-Jiu Kai-pang, seorang yang memiliki rumah seperti istana dan wajahnya yang biasa dan alim menyembunyikan watak yang kejamnya melebihi iblis sendiri!"

"Hemm, kurasa seorang kakek seperti dia tidak membutuhkan seorang anak kecil seperti aku. Aku tidak khawatir dia akan menggangguku, Lo-enghiong!"

"Tidak aneh kalau kau berpendapat demikian, karena kau seorang anak ajaib yang berhati dan berpikiran polos dan murni..."

Ringkasan penggalan kisah Bu Kek Siansu (1973) di atas adalah cara Kho Ping Hoo mengisahkan cerita silat (cersil) yang membuat dirinya menjadi salah seorang legenda dalam dunia sastra Indonesia.

Kho Ping Hoo, dengan ratusan judul dengan ribuan jilid yang telah dicetak, menjadi sumber bacaan banyak orang pada zamannya, mulai dari sekadar hiburan hingga kuliah kehidupan karena kisahnya yang sarat filosofi.

"Buku filsafat," kata Tina Asmaraman, anak keempat mendiang Kho Ping Hoo, waktu membahas sumber referensi penulis peranakan asal Jawa Tengah itu.

"Buku-buku, novel-novel, cerita silat, majalah-majalah, majalah luar negeri juga. Buku agama juga dibaca, Alkitab, buku Budha. Papa memang ingin tahu," kenangnya.

"Terakhir itu, buku dari [Jiddu] Krishnamurti. [Kalau] bicara ke anak-anaknya, pasti ada Krishnamurti. Kami kan masih muda [kala itu], kami enggak suka filsafat," lanjut Tina merujuk karya Jiddu Krishnamurti, seorang filsuf juga penulis asal India.

Namun makna kehidupan yang dituangkan Kho Ping Hoo dalam kisahnya bukan hanya dipengaruhi pemikiran orang lain, melainkan juga buah dari kerasnya kehidupan yang ia lalui sebelum terkenal sebagai penulis.

Lahir pada 1926 di Sragen, Jawa Tengah, Kho Ping Hoo tumbuh menjadi anak yang pintar dan serba ingin tahu. Ia bahkan menjadi salah satu anak paling cerdas di sekolahnya. Sayang, kondisi ekonomi yang sulit membuatnya tak bisa melanjutkan sekolah.

Tercatat, Kho Ping Hoo hanya mampu sekolah hingga tingkat 1 MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau setara dengan SMP Kelas 1 di HIS Zendings School. Meski begitu, sistem sekolah sejak era 1930-an yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar ini membuat Kho Ping Hoo mampu berbahasa Belanda dan Inggris.

Tina mengisahkan, seorang guru sempat membiayai sekolah Kho Ping Hoo muda kala anak pandai itu terancam putus sekolah. Namun anak pedagang itu tetap tak bisa melanjutkan ke tingkat selanjutnya karena tidak ikut ujian lantaran sang guru juga tak sanggup membiayai.

Selain itu, kondisi ayahnya, Kho Kian Po, juga sedang tak baik. Kho Kian Po sakit-sakitan di usia Kho Ping Hoo tengah asyik menimba ilmu. Konon, Kho Kian Po stres akibat merasa bersalah karena orang yang ia beri rekomendasi ke seorang sinshe bukannya sembuh malah meninggal.

Posisi Kho Ping Hoo sebagai putra dan anak pertama membuat dirinya, mau tidak mau, menjadi kepala keluarga. Ia harus mencari nafkah dan mengayomi 10 adiknya. Beruntung, pada 1945, ia berhasil meminang cinta sejatinya, Ong Ros Hwa alias Rosita, sebagai teman setia mengarungi perjalanan kehidupan.

Baca lanjutannya: Kisah dan Asal Usul Kho Ping Hoo Menulis Cerita Silat (Bagian 2)

Related

Figures 5390485007379211275

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item