Mengapa Kaisar Jepang Tidak Dihukum Setelah Perang Dunia II?

Jenderal Douglas MacArthur adalah salah satu petinggi militer AS yang berpengaruh di front Pasifik. Menurut MacArthur, menghukum mati Kaisar Hirohito tidak akan membuat Jepang jauh lebih stabil atau membaik, mengingat status kaisar sebagai simbol yang sangat dihormati oleh masyarakat Jepang.

Karena memang bagi masyarakat Jepang, kaisar adalah keturunan dewa dan simbol negara yang membanggakan. Walaupun memang faktanya keputusan untuk tidak menghukum Hirohito masih jadi bahan perdebatan para sejarawan sampai sekarang, tapi sosok Hirohito juga tidak bisa dikatakan sepenuhnya lepas kendali dari peperangan.

AS juga tidak ingin berperang dan menjatuhkan lebih banyak korban lagi, mengingat semisal Hirohito dieksekusi hukuman mati, pasti masyarakat Jepang akan banyak yang mengangkat senjata dan memberontak. Alih-alih seperti itu, cukup bernegosiasi saja dengan Hirohito supaya menenangkan masyarakat Jepang yang saat itu memang tidak dalam kondisi terbaik.

Lalu jangan lupakan adanya ideologi bernama komunisme. AS juga waswas dan merasa bersampingan bahkan sebelum Perang Dunia II dengan Uni Soviet. Hal ini tentu dianggap sebagai ancaman, dan melihat Jepang yang dikontrol oleh Uni Soviet justru akan membuahkan efek domino pengaruh komunisme yang semakin cepat menyebar di Asia.

Namun tentu bukan berarti AS membebaskan Hirohito tanpa adanya harga yang harus dibayar. Dia justru tetap diberi kesempatan untuk mereformasi sistem pemerintahan Jepang yang membuat kaisar hanyalah kepala negara lewat sistem monarki konstitusional yang harus diadopsi pasca Perang Dunia II.

Hal ini tentu membuatnya kehilangan kekuasaan absolut dan pengaruh penuh dalam mengontrol negara, bisa dibilang Jepang memang seakan "tunduk" dengan AS setelah kekalahan Perang Dunia II. Pada akhirnya, itu sekali lagi juga berkat jasa MacArthur yang tetap yakin bahwa membebaskan Hirohito adalah upaya mengurangi pertumpahan darah lebih banyak serta membendung pengaruh komunisme.