Mengenal Aksi Kamisan, Sejarah, Lokasi, dan Tujuannya


Aksi Kamisan telah diadakan selama 17 tahun dengan berdiri menuntut keadilan hak asasi manusia (HAM) di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Aksi Kamisan telah digelar sebanyak 805 kali pada Kamis (15/2/2024) atau sehari setelah pemungutan suara Pemilu 2024.

Saat itu, sejumlah aktivis, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sipil memadati seberang Istana Merdeka dengan aksi mengangkat kartu merah dan kuning sebagai simbol peringatan bagi pelanggar demokrasi.

Tak hanya itu, para aktivis membacakan surat terbuka dan menyerukan upaya penyelamatan demokrasi Indonesia atas pelanggaran yang terjadi terutama selama periode Pemilu 2024.

Sebelumnya, Aksi Kamisan tepat berusia 17 tahun pada Kamis (18/1/2024). Lalu, apa sebenarnya tujuan Aksi Kamisan diadakan, dan bagaimana sejarah pelaksanaannya di Indonesia?

Mengenal Aksi Kamisan

Aksi Kamisan merupakan gerakan yang dilakukan sekelompok orang yang melakukan aksi damai dengan berdiri di seberang Istana Merdeka, Jakarta setiap hari Kamis sore. Aksi Kamisan pertama kali digelar pada Kamis, 18 Januari 2007.

Aksi ini diinisiasi Maria Catarina Sumarsih, ibu Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan. Dia mahasiswa Unika Atmajaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi I pada 1998. Selain Sumarsih, Suciwati dan Bedjo Untung juga terlibat dalam pelaksanaan gerakan Aksi Kamisan.

Suciwati merupakan istri pejuang HAM, Munir Said Thalib yang meninggal diracun dalam pesawat penerbangan menuju Amsterdam, Belanda pada 2004. Sementara Bedjo Untung adalah perwakilan keluarga korban pembunuhan dan penangkapan tanpa prosedur hukum pascatragedi 1965.

Aksi Kamisan dilakukan oleh para korban pelanggaran HAM, aktivis, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang memakai baju serba hitam. Aksi Kamisan kerap dilakukan dengan berdiri diam maupun berorasi sambil membawa foto-foto korban pelanggaran HAM, spanduk bertema perjuangan HAM, dan payung hitam.

Sejarah perjuangan Aksi Kamisan

Selama satu jam, keluarga korban pelanggaran HAM berdiri mengheningkan cipta di depan Istana Merdeka dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam.

Peserta Aksi Kamisan memperingati peristiwa pelanggaran HAM besar di Indonesia. Aksi ini dipelopori oleh Sumarsih dan Suciwati, serta Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).

Aksi Kamisan terinspirasi dari aksi damai sekelompok ibu di pusat kota Buenos Aires, Argentina yang tergabung dalam Asociacion Madres de Plaza de Mayo. Mereka menuntut tanggung jawab negara atas pembunuhan dan penghilangan paksa anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina pada 1977.

Setiap Kamis siang, ibu-ibu Plaza de Mayo bergandeng tangan dan mengitari plaza sambil membawa foto anak-anak mereka yang dihilangkan paksa.

Para peserta Aksi Kamisan membawa payung hitam sebagai maskot dan simbol gerakan tersebut. Sumarsih mengusulkan payung, sedangkan Suciwati usul payungnya warna hitam. Suciwati juga memberikan ide pakaian peserta aksi berwarna serba hitam sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.

Seiring waktu, Aksi Kamisan berkembang menjadi gerakan konsisten setiap Kamis. Tak hanya Jakarta, setidaknya 60 kota se-Indonesia ikut menggelar aksi ini. Peserta Aksi Kamisan baru sekali bertemu presiden Indonesia. Pertemuan itu berlangsung saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang mereka ke Istana Merdeka pada 31 Mei 2018.

Tujuan Aksi Kamisan 

Aksi Kamisan digelar untuk menuntut penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu yang tidak kunjung tuntas kepada pemerintah Indonesia. Mereka ingin mempertanyakan nasib anak, anggota keluarga, atau kerabat yang hilang maupun meninggal tanpa pertanggungjawaban dalam peristiwa pelanggaran HAM Indonesia.

”Setiap ganti presiden selalu menjanjikan soal penegakan hak asasi manusia, soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Tapi, kami tetap ada karena selalu dikhianati," ujar Suciwati.

Suciwati juga menegaskan, Aksi Kamisan dilakoni setiap minggu demi memperjuangkan keadilan. Namun, korban dan keluarga korban justru menjadi komoditas politik bagi calon pemimpin dalam meraih kekuasaan.

Sementara itu, Sumarsih menyebut pihaknya terus melakukan aksi tersebut sampai negara memberikan penyelesaian secara hukum bagi pelaku pelanggaran HAM berat di Indonesia. ”Melalui Aksi Kamisan ini, kami menolak penyelesaian secara non-yudisial,” kata Sumarsih.

Meski Aksi Kamisan belum membuahkan hasil, Sumarsih mengatakan gerakan itu akan selalu digelar. Ini karena mereka memiliki rasa cinta yang menguatkan satu sama lain.

“Karena cinta. Saya cinta Wawan, dan ketika saya mencintai Wawan, Wawan juga cinta saya. Tetapi, dukacita saya sekarang telah bertransformasi pada cinta terhadap sesama,” katanya, (19/1/2024).

“Artinya, yang saya perjuangkan tidak hanya menuntut pertanggungjawaban bagi Wawan dan kawan-kawan, tetapi juga memperjuangkan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya,” lanjut dia.

Sumarsih tidak bisa memastikan sampai kapan Aksi Kamisan terus digelar. Namun, dia memastikan gerakan itu terus ada sampai keadilan ditegakkan. Dia juga pernah menyatakan, Aksi Kamisan akan berhenti jika hanya dihadiri tiga peserta. Selama ini, aksi tersebut paling sedikit diikuti tujuh orang pada 2022.

Related

Indonesia 6609092348522925925

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item