Memahami Perbedaan Bitcoin dan Blockchain

Memahami Perbedaan Bitcoin dan Blockchain

Naviri.Org - Uang atau mata uang yang digunakan sebagai alat pembayaran, diatur oleh entitas yang berwenang. Misalnya, uang yang kita kenal di dunia maya—yaitu rupiah—diatur oleh sistem perbankan. Kalau kita menabung uang di bank, misalnya, akan ada catatan di bank bersangkutan mengenai uang kita, sehingga kalau sewaktu-waktu kita perlu mengambilnya, maka bank punya catatan bahwa kita memang punya uang di sana.

Begitu pula kalau kita bermaksud mentransfer uang kita dari satu bank ke rekening orang lain di bank lain, maka bank bersangkutan juga akan membuat catatan. Sehingga transfer kita memiliki bukti tertulis yang dapat kita tunjukkan kepada pihak yang dituju, bahwa kita telah mentransfer sejumlah uang untuknya.

Lalu bagaimana dengan mata uang virtual semacam Bitcoin? Siapa yang mengaturnya? Pertanyaan ini membawa kita pada topik terkait, yaitu Blockchain.

Bitcoin adalah salah satu jenis cryptocurrency, yaitu mata uang digital yang menggunakan kriptografi untuk keamanan, yang membuatnya tidak dapat dipalsukan. Bitcoin memiliki sifat yang sama layaknya valuta, yakni memiliki nilai tukar dengan mata uang tertentu yang fluktuatif.

Pada awalnya, seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan nama samaran Satoshi Nakamoto, memperkenalkan Bitcoin pada 2008. Hingga saat ini ia/mereka belum diketahui identitas aslinya. Satoshi Nakamoto hanya bisa dihubungi melalui surel dan media sosial.

Dalam sebuah artikel pada 2015, Wired menduga Nakamoto adalah seorang pria jenius dari Australia, Craig Steven Wright. Namun hingga saat ini dugaan itu belum terbukti.

Untuk menjalankan Bitcoin itu, Satoshi Nakamoto menciptakan sistem database yang kemudian disebut Blockchain.

Secara sederhana, Blockchain adalah "buku besar publik" (digital ledger) untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang terjadi menggunakan Bitcoin yang valid dan pergerakan uang itu tercatat jelas.

Pada perkembangannya, dituturkan Harvard Business Review, Blockchain diketahui bisa dipisahkan dari Bitcoin, dan digunakan untuk hal lain terkait kerja sama antar-organisasi atau individu.

Beberapa cryptocurrency lainnya—misal Ripple, Litecoin, Nubits, Paycoin, dan Dogecoin—juga memanfaatkan teknologi tersebut.

Dengan teknologi sistem basis data ini, maka semua transaksi pengguna cryptocurrency dapat tercatat dalam blok-blok yang terlindungi dengan sandi-sandi rumit.

Cakupan besarnya, Blockchain akan dapat dilihat secara umum (open source) layaknya buku kas induk di bank yang mencatat semua transaksi nasabah. Karena bisa dilihat secara umum, kemungkinan terjadinya penipuan bisa diminimalkan.

Teknologi tersebut juga dapat digunakan untuk perjanjian berbasis kontrak lainnya, dan bekerja sedemikian rupa sehingga tidak ada satu entitas pun yang mengatur transaksi—karena setiap orang mengatur setiap transaksi.

Untuk menjelaskan lebih lanjut, salah satu pendiri Block Tech, Steven Suhadi, menerangkan apa itu Blockchain. Tak ubahnya seperti sistem Android di mana aplikasi berjalan dengan sistem tersebut, "Bitcoin adalah aplikasi di atas blockchain. [...] Blockchain memiliki aplikasi yang jauh lebih baik dari sekedar bitcoin," katanya.

Blockchain menggunakan sistem terdesentralisasi yang memungkinkan efisiensi. Ketika seseorang membeli koin Bitcoin, sistem komputer yang terhubung jaringan Blockchain akan mencatat dan memberikan validitas secara otomatis. Sehingga minim kesalahan, cepat, lebih murah dan mudah.

"Kalau di Bitcoin, misalnya ada satu koin Bitcoin. Saya akan memberikan satu Bitcoin ini pada orang A. Komputer saya akan memberitahukan ke seluruh jaringan Bitcoin untuk mencatat bahwa koin itu sekarang milik A. Jadi, ketika koin itu diklaim orang lain, maka akan ketahuan itu bohong. Karena pemiliknya adalah A," jelas Steven.

Blockchain memanfaatkan konsensus, kondisi yang tercapai ketika semua peserta dalam jaringan menyetujui validitas sebuah transaksi, dengan mencatat apa yang tercatat oleh komputer dalam data besar cocok satu sama lain.

Bitcoin ditolak, Blockchain tidak

Melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Indonesia sudah menyatakan menentang keberadan Bitcoin dan cryptocurrency lainnya. Meski demikian, Rudiantara mengatakan bahwa pihaknya tidak menolak kehadiran Blockchain.

"Blockchain itu sesuatu yang tidak bisa dihindari sehingga saya mendukung, karena apa? Karena teknologi ini bisa memberikan transparansi. [...] Itu nanti akan memudahkan KPK nantinya," ujarnya dikutip dari CNN Indonesia (6/12).

Lebih lanjut, Rudi menjelaskan bahwa Blockchain bisa diterapkan di perbankan. Sebab, teknologi ini memudahkan bank untuk bisa melacak kapan, ke mana, dari mana, dan berapa, uang yang berpindah dari satu bank ke bank lain.

Sementara Bitcoin menurutnya seperti komoditas. Tidak seperti Blockchain yang digunakan perbankan, mata uang kripto ini tidak jelas asal usulnya. "Itu yang dijual kan komoditas. Saya hari ini beli 10 juta, besok saya beli 11 juta. Itu siapa pemiliknya, gimana asal usulnya? Kan nggak ada," papar Rudi.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Eni Panggabean, mengatakan, penggunaan Bitcoin menyalahi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017. Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa Rupiah adalah mata uang yang sah di dalam negeri.

Lima bank besar asal Indonesia juga terlihat sedang bersiap menerapkan teknologi Blockchain. Mereka bekerjasama dengan perusahaan teknologi raksasa Amerika Serikat, IBM. Kelima bank tersebut adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon dan Bank Permata.

Direktur Utama IBM Indonesia, Gunawan Susanto, menjelaskan bahwa manfaat teknologi Blockchain untuk industri perbankan adalah mempercepat transaksi pengiriman uang dari satu negara ke negara lain.

Selama ini, untuk transaksi pengiriman uang harus melalui negara yang bersangkutan dahulu, baru masuk ke bank di negara tersebut. Gunawan menjelaskan, dengan teknologi Blockchain, transaksi sampai uang diterima dari pengirim ke penerima dapat dilakukan hanya dalam waktu 15 detik.

Secara resmi, kata dia, teknologi Blockchain dipakai untuk transaksi pengiriman antar negara go live pada kuartal I 2018.

IBM juga tidak berjalan secara independen, melainkan akan terus melaporkan perkembangan Blockchain kepada Otoritas Jasa Keuangan, agar teknologi ini tetap pada jalur resminya, sesuai dengan aturan dari pemerintah Indonesia.

Baca juga: Bagaimana Cara Orang Mendapatkan Bitcoin?

Related

Technology 3040050532043058970

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item