Siapa pun Bisa Mati Terbunuh di Rusia

Siapa pun Bisa Mati Terbunuh di Rusia

Naviri.Org - Selama ini, tatapan mata dunia terarah ke Korea Utara yang dikenal sebagai negara tertutup, yang menjalankan pemerintahan komunis. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu menjalankan pemerintahan yang cenderung diktatorial, dan siapa pun bisa mati jika mencoba menentang perintah atau keinginan sang pemimpin negara. Tak pelak, Kim Jong-un pun dikenal sebagai pemimpin yang mengerikan.

Hal serupa, sebenarnya, terjadi pula di negara lain, yaitu Rusia. Negara yang terkenal sebagai saingan Amerika dalam hal adidaya itu sama menjalankan pemerintahan tangan besi. Vladimir Putin, pemimpin Rusia, tidak segan menyingkirkan siapa pun yang ia anggap perlu disingkirkan, bagaimana pun caranya.

William Browder, lewat tulisannya di CNN, menjelaskan, tinggal di Rusia merupakan perkara sulit. “Tak peduli seberapa terkenal Anda, berapa banyak kepala negara di dunia yang kenal Anda, atau berapa banyak orang yang akan marah atas kematian Anda, jika Anda menyebabkan masalah, Anda bisa dan akan terbunuh.”

Browder menambahkan hal tersebut tidak hanya berhasil menghalau para pembangkang, akan tetapi juga menyelipkan ketakutan ke dalam diri orang banyak. “Mereka mungkin bakal berpikir dua kali sebelum turun ke jalan untuk memprotes korupsi, perang di Ukraina, atau standar hidup yang kelewat buruk. Yang jadi soal: apa agenda-agenda ini pantas dibayar dengan nyawamu?” tulisnya.

Tapi kenyataannya memang demikian. Cara-cara yang dipakai Putin antara lain: membuat undang-undang yang membatasi kebebasan hak sipil yang dengan mudah dipakai memenjarakan warga atas dalih “perilaku anarkis.” Selanjutnya, Putin juga merekayasa pengadilan untuk menggebuk lawan politiknya yang “dituduh” melakukan penggelapan anggaran, penipuan pajak, intimidasi kepada aparat, sampai pembunuhan.

Seperti yang dicatat The Intercept, Kremlin juga memperluas kontrolnya ke ranah dunia siber dan media massa. Andrei Soldatov dan Irina Borogan, dalam The Red Web (2015), menjelaskan, pemerintah Rusia telah membangun sistem penginderaan dan sensor internet yang ambisius.

“Untuk membuat sistem itu bekerja, pemerintah membutuhkan banyak orang,” tulis Soldatov dan Borogan. “Para ahli membutuhkan pelatihan teknis, diminta mematuhi protokol, tidak banyak bertanya, serta diwajibkan merahasiakan operasi tersebut.”

Program ini bisa dibilang berhasil memaksa orang-orang tunduk di bawah kendali pemerintah. Akan tetapi, menurut Soldatov dan Borogan, ada satu nama yang menolak patuh, yakni Pavel Durov, CEO VKontakte, media sosial nomor satu di Rusia. Saat program tersebut dijalankan, ia diminta otoritas untuk menyerahkan data pengguna. Namun, Durov menolaknya. Tak hanya sekali, melainkan dua kali.

Akibat penolakan itu, Durov harus menanggung akibatnya. Durov dipaksa melepaskan saham mayoritasnya VKontakte, meninggalkan jabatannya, dan hidup dalam pengasingan. Kendati begitu, ia tak menyerah. Durov justru membuat aplikasi lain bernama Telegram yang dilengkapi fitur enkripsi dan mode penghancuran diri ('self-destruct')yang dirancang agar tahan dari pengawasan pemerintah. Aplikasi layanan pesan ini lantas digunakan para aktivis anti-Putin untuk menyebarkan pesan-pesan dan kritik terhadap pemerintahan.

Namun di antara langkah-langkah di atas, propaganda Putin untuk mengubah citra oposisi (atau siapa saja yang mbalelo) menjadi musuh dan pengkhianat negara merupakan cara paling efektif untuk melanggengkan kekuasaan sekaligus menggagalkan berbagai upaya oposisi mendongkelnya dari kursi presiden.

Propaganda Putin diwujudkan dengan memunculkan kembali hantu "elemen asing" yang menempatkan kaum oposisi sebagai “musuh negara”.

“Seorang tokoh oposisi—bahkan yang vokal sekalipun—akan berjuang demi tanah airnya. Namun, elemen asing ini terdiri dari orang-orang yang bekerja untuk kepentingan negara lain dan dimanfaatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik asing," ujar Putin.

Walhasil, selepas Putin meluncurkan propaganda itu, suasana histeria maupun antipati terhadap oposisi kian marak. Sebagai contoh, pembawa acara Russia Today, Dmitry Kissilev, menyebut lawan-lawan Putin “brengsek,” “preman,” dan “bajingan.” Media-media yang dikendalikan Kremlin pun menyebut Nemtsov sebagai playboy pro-Amerika, mereduksi peran historis Nemtsov dalam sejarah politik Rusia, sekaligus mengkambinghitamkan Ukraina dan negara-negara Barat atas kematiannya.

Pada akhirnya, masalah politik Rusia berasal dari isi kepala satu orang saja, yaitu Putin. Mengutip The Economist, represi terhadap oposisi bukan tanda kekuatan, melainkan wujud dari ketakutan dan keputusasaan Putin.

Baca juga: Siapa pun Bisa Mati Terbunuh di Rusia

Related

World's Fact 9158967549862202921

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item