Memahami Polemik di Balik Bahaya Fluorida

 Memahami Polemik di Balik Bahaya Fluorida

Naviri.Org - Isu-isu atau kabar-kabar tertentu sekarang mudah viral, karena media sosial dipakai banyak orang, sementara sarana-sarana berkomunikasi semacam WhatsApp juga bisa menjadi kanal untuk menyalurkan hal-hal tertentu kepada orang banyak. Hal semacam itu tentu positif, karena memungkinkan orang untuk menyebarkan kabar tertentu pada orang-orang lainnya.

Namun, di sisi lain, kemudahan menyebar kabar melalui media-media sosial tersebut juga kerap menjadi awal isu tak bertanggung jawab, atau berita-berita tertentu yang masih perlu dipertanyakan kebenarannya. Ada banyak sekali hal semacam itu di media sosial kita, dan polemik serta bahaya fluorida adalah salah satunya.

Pada Oktober 2015, misalnya, BPOM melakukan klarifikasi yang menjawab informasi di berbagai media sosial mengenai kandungan fluorida dalam produk air mineral. Kabar tak sedap soal kandungan fluorida pada produk air minum dalam kemasan tampaknya memang kembali terulang dari tahun ke tahun. Waktu itu, BPOM menyatakan, “Kepada masyarakat diimbau agar teliti dalam membaca label. Jadilah konsumen cerdas yang tidak mudah terpengaruh oleh isu yang beredar di media sosial.”

Situs resmi PT Tirta Investama, produsen air minum dalam kemasan (AMDK) merek Aqua, mem-posting ulang klarifikasi dari BPOM tersebut pada 3 Mei 2017. Apa yang dilakukan produsen AMDK bukan kali ini saja. Pada September 2013 lalu, mereka juga mengeluarkan tanggapan soal kandungan fluorida pada produknya. Menariknya, rumor ini timbul dan tenggelam. Isu ini ramai menjadi perbincangan setidaknya sejak 2012, dan kembali berulang di setiap tahun.

Terlepas dari rumor-rumor tersebut, muncul pertanyaan mendasar apa sebenarnya fluorida itu? Fluorida merupakan salah satu zat gizi mikro yang dibutuhkan tubuh manusia. Zat ini bila masuk dalam kadar yang cukup dapat mencegah karies gigi dan punya andil dalam pembentukan email gigi pada anak-anak. Sumber fluorida banyak asalnya, termasuk dari air tanah. Keberadaan fluorida dalam air berasal dari degradasi mineral persenyawaan fluorida dan banyak terdapat dalam air tanah.

Mohapatra, seorang peneliti di India Meteorogical Departement, dalam Journal of Environmental Management menjelaskan bahwa kadar ion fluorida dalam air tanah bergantung pada sifat geologis, kimia, fisika, dan iklim dari daerah tersebut.

Di daerah tropis ditemukan fluorida dalam konsentrasi tinggi, sampai dengan 30 mg/L di air tanah. Mata air sumur mengandung konsentrasi ion fluorida yang lebih tinggi dibandingkan air permukaan tanah. Kandungan zat tersebut akan naik dengan adanya fluorisasi pada air, pembuangan limbah, dan kegiatan industri.

Sementara itu, penggunaan air tanah sebagai keperluan rumah tangga banyak dilakukan dalam masyarakat. Kandungan fluorida juga terdapat pada air mineral dan pasta gigi. Yang menjadi catatan selanjutnya adalah perlunya peraturan yang mengatur sejauh mana kadar fluorida dapat ditolerir dalam tubuh.

Di Indonesia, kandungan fluorida dalam air mineral diatur dalam SNI 01-3553-2006 tentang Air Minum dalam Kemasan, yang penerapannya bersifat wajib melalui Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 96/M-IND/PER/12/2011.

Secara alami, air pegunungan memiliki kandungan flourida sekitar 0,5-1 ppm atau sebesar 1 mg/L. Sedangkan fluorida yang ditambahkan pada pasta gigi rata-rata mempunyai konsentrasi yang sama yaitu 0,1 persen atau 1 mg/L, walaupun ada juga pasta gigi yang konsentrasi fluoridanya hingga 0,15 persen.

Gede Agus Beni Widana, analis kimia di Universitas Pendidikan Ganesha, dalam penelitiannya mengenai kandungan flourida dalam air minum kemasan, pam, dan mata air di wilayah kecamatan Buleleng Bali, menuliskan dalam bahwa rata-rata kadar flourida dalam mata air antara 0,222-0,460 mg/L, dalam air PAM sebesar 0,101-0,383 mg/L, dan dalam air minum isi ulang kemasan 0,01-0,498 mg/L.

Peraturan Kepala BPOM No. HK.00.05.42.1018 tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik telah menetapkan bahwa jumlah senyawa fluorida yang boleh terkandung dalam pasta gigi tidak boleh dari 0,15% atau 1,5 ppm.

Sementara itu, Peraturan Menteri Kesehatan No.445/Menkes/Per/V/1998 menyebutkan bahwa batas maksimum fluorida dan turunannya dalam sediaan hygiene mulut adalah 0,15 persen. Jumlah ini sesuai dengan aturan ASEAN Cosmetic Directive 76/768/EEC Annex, dan aturan FDA Amerika Serikat. Kadar kandungan fluorida yang aman dikonsumsi tersebut, dalam tubuh bermanfaat sebagai pencegah timbulnya karang gigi dan gigi yang berlubang, mencegah karies gigi, dan baik untuk kesehatan tulang.

Journal of Dental Research menuliskan bahwa ion fluorida mempunyai efek menguntungkan apabila kadarnya sekitar 0,7 mg/L, dan akan membahayakan apabila kadarnya melebihi 1,5 mg/L. Pada rentang 1,5-4 mg/L dapat menyebabkan fluorisis gigi, ditandai dengan gigi menjadi keras dan mudah pecah. Pada kadar 4-10 mg/L bahkan dapat menyebabkan fluorisis tulang.

Melebihi batas standar juga dapat menyebabkan perubahan tampilan enamel gigi, warna gigi menjadi tidak putih, pucat, dan buram, pada kadar yang lebih besar dapat menyebabkan disfungsi neuronal dan cedera pada sinap dengan mekanisme yang melibatkan produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid.

Fluorida di dalam tubuh akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, yaitu di lambung dan usus kecil, kemudian 90-95 persen akan dieksresikan melalui urine, dan sisanya akan dieksresikan melalui feses, air liur, dan keringat. 

Gejala yang dapat terjadi, bila mengonsumsi flourida melebihi kadar batas yang ditentukan, seperti yang dituliskan oleh Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, adalah iritasi saluran pencernaan, mual, diare, iritabilitas, letargi, lemah, sakit kepala. Menelan 3-5 mg/kg flourida dapat menyebabkan muntah dan nyeri lambung, sedangkan menelan 5-10 mg/kg flourida dapat menyebabkan hipokalsemia dan gejala muskuler. Overdosis biasanya dapat menyebabkan hipokalsemia, hipomagnesemia, dan hiperkalemia.

Untuk mencegah terjadinya keracunan akibat fluorida, yang perlu diperhatikan adalah menghindari mengkonsumsi suplemen fluorida tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, menghindari penggunaan pasta gigi yang mengandung fluorida pada anak usia di bawah 2 tahun, menghindari penggunaan obat kumur yang mengandung fluorida pada anak di bawah usia 6 tahun, dan tidak menelan pasta gigi.

Namun yang terpenting, seperti imbauan  BPOM, agar teliti dalam membaca label, menjadi konsumen cerdas.

Baca juga: Makanan-makanan yang Memutihkan Gigi secara Alami

Related

Health 6529242930804177413

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item