Mengapa Albothyl Ditarik dari Peredaran?

Mengapa Albothyl Ditarik dari Peredaran?

Naviri.Org - Albothyl disebut-sebut banyak orang, akhir-akhir ini, terkait penarikan obat tersebut dari pasaran. Sebelumnya, Albothyl dikenal sebagai obat sariawan, dan digunakan oleh banyak orang, khususnya di Indonesia. Obat itu bahkan telah beredar sampai lebih dari 30 tahun. Sampai kemudian, belum lama, Albothyl dianggap berbahaya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan surat edaran tentang keamanan obat yang mengandung policresulen pada Kamis (15/2/2018) yang lalu. Hal ini terkait dengan simpang siurnya berita tentang penggunaan obat sariawan, Albothyl, yang mengandung policresulen.

Kepala BPOM, Penny K Lukito, sebelumnya membenarkan adanya surat kepada PT Pharos Indonesia, pemegang izin edar Albothyl, yang menyebutkan bahwa risiko policresulen lebih besar daripada manfaatnya untuk mengobati sariawan. Keterangan resmi dari BPOM dapat diakses di situs resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Dalam keterangan tersebut, BPOM menjelaskan bahwa selama dua tahun terakhir, terdapat 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping penggunaan obat Albothyl untuk mengobati sariawan. Di antaranya efek samping yang serius, seperti sariawan yang membesar dan berlubang, hingga menyebabkan infeksi (noma like lession).

Karena itulah, bersama-sama dengan para ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosisasi profesi terkait, BPOM melakukan kajian tentang aspek keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk konsentrat.

Hasilnya, obat tersebut tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi), telinga, hidung, tenggorokan (THT), sariawan (stomatitis aftosa) dan gigi (odontologi).

Kemudian, BPOM Republik Indonesia membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat, hingga perbaikan indikasi yang diajukan disetujui. Hal yang sama juga diberlakukan untuk produk sejenis.

BPOM juga memerintahkan agar Albothyl dan obat-obatan sejenis segera ditarik dari pasaran, selambat-lambatnya satu bulan setelah diedarkannya Surat Keputusan Pembekuan Izin Edar.

Menanggapi hal tersebut, PT Pharos Indonesia menyatakan akan mengikuti instruksi dari BPOM. PT Pharos Indonesia menyebutkan bahwa pihaknya menghormati keputusan BPOM yang membekukan izin edar Albothyl, hingga ada persetujuan perbaikan indikasi. PT Pharos Indonesia akan segera menarik produk Albothyl dari seluruh wilayah Indonesia, dan akan terus melakukan koordinasi dengan BPOM.

Dalam keterangannya, pihak PT Pharos Indonesia menjelaskan bahwa merek Albothyl merupakan lisensi dari Jerman, dan telah dibeli oleh perusahaan Takeda, Jepang. Dan obat ini telah beredar di Indonesia lebih dari 35 tahun.

Tentang policresulen

Apa sebenarnya policresulen yang menjadi perhatian ini? Kenapa obat ini sampai dilarang?

Policresulen adalah proses kondensasi dari metacresolsulfonic acid dan methanol (formalin), yang bersifat asam. Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan pada leher rahim dan vagina.

Selain itu, policresulen juga digunakan untuk menghentikan perdarahan setelah pengambilan sampel jaringan leher rahim untuk diperiksa (biopsi cervix), atau setelah pengangkatan polip cervix.

Oleh karena itu, seperti yang diungkapkan dokter gigi Rahmi Amtha, MDS, Sp.PM, kandungan policresulen hanya digunakan untuk kelainan pada kulit (anus dan vagina).

"Mukosa kulit, secara anatomi, jaringannya sedikit berbeda dengan mukosa mulut. Salah satu kegunaan policresulen adalah untuk membakar jaringan, sehingga perdarahannya berhenti," jelasnya.

Menurut dokter Rahmi, yang juga merupakan Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia (ISPMI), policresulen mungkin bisa digunakan untuk tujuan tersebut pada bagian tubuh lain, kecuali mulut.

Hal yang sama juga disampaikan oleh dokter gigi Widya Apsari SpPM, "Sejauh yang saya baca di jurnal, yang bisa saya temukan, penggunaannya untuk anus dan vagina," jelasnya. "Saya tidak bisa menemukan jurnal valid terkait policresulen untuk penggunaan mulut."

Keduanya sepakat bahwa policresulen tidak dapat digunakan sebagai obat sariawan atau mulut. Hal ini disebabkan karena pH policresulen sangat rendah, dan dapat menyebabkan nekrosis atau kematian jaringan.

BPOM juga telah memberikan beberapa alternatif untuk mengobati sariawan kepada masyarakat yang terbiasa menggunakan merek Albothyl. Misalnya dengan menggunakan obat yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1 persen atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C. Serta segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, jika sariawan terus berlanjut.

Baca juga: Memahami Polemik di Balik Bahaya Fluorida

Related

News 1512536785662026781

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item