Akuisisi LinkedIn, Microsoft Dibayangi Kegagalan Nokia

Akuisisi LinkedIn, Microsoft Dibayangi Kegagalan Nokia

Naviri.Org - Segala hal bisa dibeli, asal punya uang. Meski mungkin pepatah itu terdengar naif, namun—dalam banyak hal—pepatah itu benar. Jangankan barang-barang remeh, bahkan perusahaan pun bisa dibeli. Membeli perusahaan, di dunia bisnis, lazim disebut akuisisi.

Jadi, kalau misal Anda punya uang sangat banyak, dan ingin memiliki perusahaan sendiri, namun Anda tidak tahu atau tidak mau membangun perusahaan dari nol, Anda bisa membeli perusahaan yang sudah jadi. Dalam hal ini, tentu saja, Anda bisa memilih perusahaan yang menurut Anda bagus dan, tentu saja, menguntungkan. Asal Anda bersedia membayar jumlah yang tepat, pemilik perusahaan yang Anda incar kemungkinan tidak akan keberatan menjualnya kepada Anda.

Kenyataannya, praktik jual beli perusahaan semacam itu sudah sangat lazim. Sebuah perusahaan besar melakukan akuisisi beberapa perusahaan yang lebih kecil, sehingga perusahaan besar tadi memiliki lini bisnis yang berbeda, yang memberi keuntungan makin besar. Meski, dalam hal ini, tidak setiap akuisisi pasti mendatangkan keuntungan. Ada pula akuisisi yang justru berbuntut kerugian.

Terkait akuisisi, Microsoft—perusahaan perangkat lunak—mencapai kesepakatan untuk membeli LinkedIn Corp senilai 26,2 miliar dolar. Itu merupakan transaksi terbesar yang pernah dilakukan oleh Microsoft. Semua transaksi dilakukan dalam bentuk tunai.

Setelah transaksi ini, Microsoft tetap mempertahankan brand LinkedIn, termasuk budaya dan independensinya. Mempertahankan brand LinkedIn merupakan sebuah langkah yang strategis mengingat perusahaan ini memiliki nilai brand hingga 12,2 miliar dolar. LinkedIn berada di peringkat ke-85 dalam daftar merek paling berharga versi Rangking the Brand. Sementara Microsoft berada di peringkat keempat dengan nilai brand 67,670 miliar dolar.

Arti LinkedIn bagi Microsoft

Membeli barang mahal sudah pasti harus ada tujuannya. Demikian pula Microsoft yang sudah memiliki mimpi besar dengan membeli LinkedIn. Microsoft ingin memanjakan kaum profesional di LinkedIn dengan asisten digital, Cortana dan Office 365.

Seperti dilansir dari Techcrunch, Microsoft akan menggunakan informasi LinkedIn untuk memberdayakan aplikasi seperti Delve, yang saat ini sudah menjadi bagian dari Office 365. Dengan membuat Office 365 sebagai aplikasi yang lebih potensial, Microsoft akan menjual lebih banyak pendaftar Office 365, terutama untuk perusahaan dan UKM.

Saat ini ada 1,2 miliar pengguna Office, 70 juta pengguna Office 365 untuk bisnis. Ditambah 433 juta pengguna yang sudah mendaftar ke LinkedIn (sekitar 105 juta aktif), maka Microsoft merasa memiliki basis pasar yang sangat besar.

Akuisisi ini juga akan memantapkan langkah Microsoft ke jejaring sosial. Saat ini, bisnis utama Microsoft masih pada software dan juga secuil porsi hardware. Selama ini, Microsoft dinilai belum terlalu sukses di jejaring sosial. Satu-satunya kesuksesan adalah investasi Microsoft pada Facebook sebelum go public.

Microsoft sudah masuk ke jejaring sosial dengan akuisisi Yammer senilai 1,2 miliar dolar pada 2012. Microsoft sempat dikabarkan berminat membeli Slack senilai 8 miliar dolar. Pembelian LinkedIn akan memberikan landasan yang kuat bagi Microsoft untuk memijak jejaring sosial.

LinkedIn merupakan situs jejaring sosial untuk kaum profesional yang hadir di 200 negara dengan 433 juta pengguna terdaftar, 105 juta pengguna di antaranya aktif. Pendapatan LinkedIn disumbang iklan dan juga registrasi. Bisnis rekrutmen menyumbang 2 miliar dolar dari total 3 miliar dolar pendapatan pada 2015. Angka-angka inilah yang diharapkan bisa mendorong kinerja Microsoft.

Bagi LinkedIn, akuisisi ini merupakan kesempatan untuk menggaet konsumen Microsoft, termasuk 1,2 miliar pengguna Office, sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan. Strategi yang baru memang harus disusun mengingat LinkedIn sedang memasuki masa-masa suram karena pertumbuhan pendapatannya yang melambat.

Pada 2015, LinkedIn menderita kerugian hingga 166 juta dolar dari pendapatan 2,9 miliar dolar. Untuk 2016, pertumbuhan pendapatan LinkedIn diprediksi mulai melambat.

Pada 5 Februari 2016 lalu, harga saham LinkedIn anjlok hingga 43 persen, sehingga nilai pasarnya langsung anjlok hingga 11 miliar dolar. Saham LinkedIn anjlok ke titik terendah dalam tiga tahun menjadi $110,01 di awal perdagangan. Ini merupakan penurunan terparah semenjak IPO LinkedIn yang menyedot perhatian pada 2011.

Hal itu terjadi setelah LinkedIn membuat syok pada pialang Wall Street dengan proyeksi pendapatannya yang jauh dari ekspektasi analis. LinkedIn memperkirakan pendapatannya untuk setahun penuh berkisar 3,6 hingga 3,65 miliar dolar. Padahal analis memperkirakan pendapatan sebesar 3,9 miliar dolar.

“Implikasinya, pertumbuhan LinkedIn sekitar 15 persen pada 2017 dan 10 persen pada 2018,” jelas analis dari Mizuho, seperti dilansir dari The Guardian.

Berbarengan dengan perlambatan pertumbuhan, LinkedIn menyatakan, pertumbuhan pendapatan iklan online akan melambat menjadi 20 persen para kuartal keempat, dibandingkan 56 persen setahun sebelumnya.

Dengan kinerja LinkedIn tersebut, maka pembelian senilai $196 per lembar saham dianggap terlalu mahal. Pada penutupan Jumat (10/6/2015), harga saham LinkedIn hanya $131,08. Harga saham Microsoft langsung turun 4 persen menjadi $49,66 dalam pre-trading setelah pengumuman akuisisi.

Trauma kegagalan Nokia

Investor meragukan langkah Microsoft membeli LinkedIn. Mereka trauma dengan kegagalan akuisisi Nokia. Akibat kegagalan itu, Microsoft terpaksa melakukan hapus buku hingga 10 miliar dolar pada 2015 terkait biaya restrukturisasi Nokia. Ini merupakan kesalahan besar yang dilakukan mantan CEO Microsoft, Steve Ballmer. Pengganti Ballmer, Satya Nadella, harus bekerja keras menekan kerugian akibat akuisisi yang tidak menghasilkan keuntungan apapun.

“Biaya kerusakan, integrasi, dan restrukturisasi Nokia mencapai 10 miliar dolar untuk tahun fiskal 2015, dibandingkan dengan 127 juta dolar untuk tahun fiskal 2014,” jelas Microsoft dalam dokumennya kepada US Securities and Exchange Commission (SEC) pada Agustus 2015 lalu.

“Kenaikan itu terutama berhubungan dengan biaya-biaya perbaikan hingga 7,5 miliar dolar yang berhubungan dengan bisnis hardware telepon pada kuartal keempat tahun fiskal 2015,” tambah Microsoft.

Kesepakatan dengan Nokia dibuat oleh Ballmer di penghujung masa jabatannya sekitar September 2013. Transaksinya difinalisasi pada April 2014, meski banyak pihak yang keberatan. Total pembelian mencapai 7,9 miliar dolar. Pembelian itu dilakukan ketika Nokia sedang menghadapi masa-masa suram di tengah ketatnya persaingan industri. Pangsa pasar Nokia sebelum akuisisi itu hanya tersisa 3,1 persen. Padahal di masa jayanya pada 2007, Nokia sempat menguasai lebih dari setengah pangsa pasar ponsel dunia.

“(Kesepakatan) itu adalah sebuah awal dari kesalahan. Sebuah kesalahan monumental. Microsoft tidak memiliki bisnis dalam bisnis telepon yang marginnya rendah dan merugikan. Siapa yang berhasil menangguk keuntungan dari bisnis telepon selain Apple?” kata Jack Gold, principal analyst J. Gold Associates, seperti dikutip dari computerworld.com.

Kesalahan dalam pembelian Nokia membayangi Microsoft. Investor trauma kisah kegagalan itu berulang pada akuisisi LinkedIn. Microsoft hanya bisa menjawabnya dengan perbaikan kinerja baik dirinya, maupun LinkedIn.

Baca juga: Kasus-kasus Monopoli, dari Microsoft Sampai Google

Related

Business 1833671020918158368

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item