Guy Fawkes, Sosok Pemberontak di Balik Topeng Terkenal

Guy Fawkes, Sosok Pemberontak di Balik Topeng Terkenal

Naviri.Org - Di banyak aksi demonstrasi yang bisa terjadi di mana-mana, sering kali kita melihat para demonstran mengenakan topeng berwarna putih, dengan ekspresi seperti menyeringai. Topeng itu sangat terkenal, dan digunakan oleh banyak orang—khususnya dalam aksi-aksi demonstrasi—termasuk di Indonesia. Setidaknya, sampai saat ini, sudah ada beberapa aksi demonstrasi di Indonesia yang menyertakan topeng itu dalam unjuk rasa mereka.

Topeng terkenal itu kerap disebut topeng Guy Fawkes, sementara yang lain menyebutnya topeng Anonymous. Munculnya sebutan topeng Anonymous, karena topeng itu dijadikan simbol oleh sekelompok hacker yang menyebut diri mereka sebagai “Anonymous”.

Topeng Guy Fawkes kerap digunakan oleh para pengunjuk rasa untuk memprotes pemerintahan otoriter. Misalnya di Thailand, pada pertengahan tahun 2013 lalu, yang menuntut diakhirinya rezim Shinawatra karena telah berkuasa terlalu lama dan korup.

Di Brazil, saat Piala Dunia dihelat di sana, pengunjuk rasa melakukan protes lantaran mahalnya biaya untuk mempersiapkan acara. Angka itu dinilai tak pantas, apalagi masih banyak problem kemiskinan dan ketimpangan sosial di negara tersebut. Arab Saudi dan Bahrain pun resmi mengeluarkan larangan pemakaian topeng Guy Fawkes lantaran dicap sebagai simbol anti-pemerintahan dan dapat merusak stabilitas negara.

Bagaimana sebenarnya sosok pemakai topeng Guy Fawkes digambarkan dalam novel dan film berjudul V for Vendetta ini?

V for Vendetta

Topeng Guy Fawkes tidak dapat dilepaskan dari novel dan film berjudul V for Vendetta. Adalah David Lloyd yang membuat ilustrasi topeng Guy Fawkes untuk kebutuhan novel yang terbit pada 1988 silam. Berlanjut diangkat ke film dengan judul yang sama, sosok V tampak mengenakan topeng Guy Fawkes.

Di seri novel V for Vendetta yang diterbitkan oleh DC Comics, sosok V bertopeng Guy Fawkes digambarkan sebagai seorang revolusioner berideologi anarkisme, pandangan politik mengenai konsep masyarakat tanpa negara, non-hierarkis, dan mengatur kelompok dan dirinya sendiri secara sukarela. V membunuh mantan penculiknya, menjatuhkan negara fasis di bawah rezim Partai Norsefire, dan meyakinkan rakyat untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis.

Dalam film, sosok V masih mengadopsi karakter sama, dengan latar belakang masa depan Inggris tahun 2028 pasca-Perang Dunia Ketiga. Kelaparan, penyakit, dan angka kematian yang begitu tinggi membuat penguasa Adam Sutler menerapkan jalan pemerintahan yang fasis dan otoriter dengan dalih untuk membebaskan rakyatnya dari belenggu penderitaan.

Tidak ada kebebasan sipil, termasuk hak berpendapat dan hak untuk berbeda. Semua dikontrol negara. Kaum imigran, Yahudi, Muslim, ateis, homoseksual, dan orang-orang tak diinginkan lainnya, dilihat sebagai lawan politik. Mereka dipenjara dan dieksekusi di kamp konsentrasi.

Mengenakan topeng Guy Fawkes, sosok yang menamai dirinya V menyelamatkan Evey Hammond, seorang pegawai Jaringan Televisi Inggris yang dikelola pemerintah. Ia meledakkan gedung pengadilan pidana Old Bailey di London. Lewat televisi, ia mengumumkan agar rakyat Inggris bangkit melawan pemerintah mereka.

Setelah topeng tersebut muncul di internet, seketika ia menjadi simbol perlawanan yang terkenal, terutama pada 2008 ketika dipakai kelompok hacktivist online bernama Anonymous. Ia menentang keinginan pemimpin Scientology yang ingin menghapus video Tom Cruise sedang berbicara panjang lebar soal keyakinan Scientology-nya.

Meski novel dan film V for Vendetta berjenis fiksi futuristik, sosok Guy Fawkes yang dilukiskan menjadi topeng Guy Fawkes memang benar-benar merupakan tokoh sejarah. Namun, Guy Fawkes-historis berbeda dan bahkan bertolak belakang dengan sosok V bertopeng Guy Fawkes yang kerap dijadikan simbol perlawanan terhadap pemerintah fasis dan otoritarian.

Guy Fawkes-historis lahir di kota York, Inggris pada 13 April 1570 silam. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan seorang Katolik, dan Fawkes turut tumbuh menjadi Katolik (J. A. Sharpe, Remember: A Cultural History of Guy Fawkes Day).

Di usianya yang ke-21, Fawkes menjual harta warisan dari ayahnya dan pergi memperjuangkan Katolik Spanyol melawan reformis Protestan Belanda dalam perang selama 80 tahun. Menurut catatan The Telegraph, nama Guido dipakainya untuk semakin mengesahkan komitmennya kepada iman Katolik.

Saat itu, ada gonjang ganjing politik di Kerajaan Inggris. Robert Catesby, yang memiliki rencana awal membunuh Raja James I guna mengembalikan tahta raja kepada seorang Katolik, menyewa sebuah ruangan bawah tanah di gedung parlemen. Fawkes didapuk sebagai orang yang menangani bubuk mesiu yang akan dipakai untuk meledakkan gedung tersebut. Sebelum rencana berhasil, pihak berwajib menggeledah Istana Westminster pada dini hari tanggal 5 November, dan menemukan Fawkes sedang menjaga bahan peledak tersebut.

Setelah melalui serangkaian pengadilan dan dipamerkan di depan publik, Fawkes dan tiga rekan lainnya dieksekusi pada 31 Januari 1606. Fawkes sebagai orang terakhir yang dieksekusi pada hari itu menyaksikan rekan-rekannya digantung dan tubuhnya dipotong-potong. Dia sempat meminta pengampunan kepada raja dan negara sambil membuat tanda salib sebagai praktik khas Katolik.

Meski tak membantunya dapat lolos dari hukuman mati, Fawkes tak sempat merasakan penyiksaan mutilasi ketika ia terjatuh dari pijakan dan membuatnya seketika mati tergantung tali. Fawkes menjadi identik dengan kegagalan plot serangan bubuk mesiu untuk meledakkan gedung dan menggulingkan raja. Itulah yang diperingati Inggris sejak 5 November 1605.

Baca juga: Fakta Kemiskinan di Inggris dan Ironi Negara Kaya

Related

Insight 4453280206069323458

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item