Mengapa Harga-harga Barang Selalu Naik di Saat Lebaran?

Mengapa Harga-harga Barang Selalu Naik di Saat Lebaran?

Naviri.Org - Mungkin kita memperhatikan bahwa ketika lebaran datang, ada banyak barang yang harganya naik. Khususnya makanan. Kenaikan harga makanan bahkan sering terjadi sebelum lebaran tiba. Beberapa hari sebelum lebaran, banyak harga makanan yang tiba-tiba naik. Yang semula Rp10.000, misalnya, naik menjadi Rp11.000 atau Rp12.000. Biasanya si pedagang akan berkata, “Maklumlah, lebaran.”

Kenaikan harga bukan hanya terjadi pada makanan, tapi juga pada transportasi, pakaian, dan aneka barang lain. Intinya, ketika lebaran tiba, harga-harga barang akan naik, dan kita seperti dipaksa untuk menerima kenyataan itu. Pertanyaannya, kenapa harga-harga barang selalu naik saat datang lebaran?

Kenaikan harga-harga terjadi karena adanya inflasi. Momen seperti Ramadan dan lebaran termasuk hal yang menumbuhkan besaran inflasi.

Ada dua faktor yang menjadi pemicu terjadinya inflasi, yaitu cost-push Inflation dan demand-pull inflation. Dalam cost-push Inflation, pemicu inflasi disebabkan oleh kenaikan harga komoditas input, seperti bahan mentah dan upah tenaga kerja, yang akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi.

Dalam kondisi ini, permintaan masyarakat cenderung tetap (demand remains constant). Sedangkan dalam demand-pull inflation, pemicu inflasi disebabkan oleh tingginya permintaan dari masyarakat. Dalam kondisi ini, hasil produksinya tidak sebanding dengan permintaan tersebut, sehingga harga di masyarakat meningkat.

Demand-pull inflation inilah yang cederung menjadi pemicu inflasi di Indonesia, mulai dari menjelang puasa hingga lebaran. Pada periode 10 tahun terakhir, 2007 hingga 2016, pola inflasi Ramadan umumnya dimulai sejak 1-2 bulan sebelum periode puasa, berlanjut hingga lebaran, dan mengalami korelasi harga pada satu bulan setelah Idul Fitri.

Pada 2007, Ramadan jatuh pada 13 September-13 Oktober, dan kenaikan harga mulai terjadi sejak Juli, dengan tingkat inflasi tercatat sebesar 0,72 persen. Sedangkan, pada September dan Oktober 2007, tingkat inflasi masing-masing sebesar 0,80 persen dan 0,79 persen.

Begitu pula pada 2011, saat kenaikan harga mulai terlihat sejak Juni, padahal puasa jatuh pada Agustus. Pada Juni 2011, tingkat inflasi sebesar 0,55 persen dan mencapai puncaknya pada Agustus dengan tingkat sebesar 0,93 persen. Pada 2008, kenaikan harga di bulan puasa tidak terlalu berpengaruh. Inflasi tertinggi terjadi pada Juni, dengan tingkat 2,46 persen. Pada periode tersebut, sentimen kenaikan harga dipengaruhi oleh kondisi krisis global.

Sedangkan periode puasa pada September, tingkat inflasi tercatat hanya sebesar 0,97 persen. Periode 2012 hingga 2016, inflasi tertinggi pada periode puasa terjadi pada Juli 2013. Tingkat inflasi Juli 2013 mencapai 3,29 persen. Penyebab utama melambungnya inflasi Juli 2013 karena kenaikan harga bensin seperti solar, Premium, maupun Pertamax, yang rata-rata sebesar 23,32 persen hingga 27,4 persen.

Berdasarkan kelompok pengeluaran, bahan makanan merupakan yang paling sering memicu inflasi pada periode puasa. Pada September 2007, tingkat inflasi bahan makanan sebesar 1,81 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Ikan segar merupakan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar dengan nilai 0,10 persen pada September 2007. Selain itu, daging dan telur ayam ras juga memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar, masing-masing 0,07 persen dan 0,06 persen terhadap tingkat inflasi pada periode yang sama.

Pada September 2009, inflasi bahan makanan mencapai 2,43 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan catatan BPS, cabai merah merupakan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar, yaitu 0,21 persen.

Selain cabai merah, daging ayam ras juga memberikan sumbangan inflasi yang cukup signifikan, yaitu sebesar 0,06 persen. Sedangkan pada Juni 2016, komoditas bahan makanan yang menjadi penyumbang inflasi terbesar adalah daging ayam ras. Komoditas ini menyumbang 0,07 persen dan mengalami kenaikan harga sebesar 5,63 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Selain daging ayam ras, ikan segar juga berkontribusi besar terhadap inflasi. Ikan segar menyumbang 0,06 persen terhadap tingkat inflasi Juni 2016. Selain bahan makanan, sandang/pakaian merupakan kelompok pengeluaran dengan inflasi yang cukup tinggi selama puasa.

Pada Oktober 2007, tingkat inflasi sandang sebesar 2,05 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada periode ini, emas perhiasan merupakan penyumbang inflasi terbesar, yaitu sebesar 0,07 persen.

Hal itu diakibatkan kenaikan harga emas di pasar internasional. Pada Agustus 2011, komoditas emas masih berkontribusi besar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Emas menyumbang 0,19 persen terhadap tingkat inflasi nasional.

Selain karena harga emas di pasar internasional yang meningkat, permintaan dalam negeri menjelang lebaran juga menjadi pemicu inflasi komoditas ini. Selain itu, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, juga menjadi pemicu inflasi nasional. Pada Juli 2013, tingkat inflasi kelompok ini mencapai 9,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan kenaikan harga BBM pada bulan sebelumnya, dan meningkatnya permintaan BBM menjelang musim mudik lebaran.

Mayoritas masyarakat Indonesia berada pada kelas menengah yang cenderung memiliki pola hidup konsumtif. Maka, pada bulan puasa hingga lebaran, permintaan masyarakat atas barang dan jasa dapat dipastikan meningkat. Hal ini tak lepas dari keberadaan Ramadan yang dapat dikatakan sebagai bulan hajatan nasional, di mana masyarakat tak hanya mengisinya melalui aktivitas keagamaan, juga dengan berbagai tradisi.

Peningkatan permintaan ini juga akan berdampak pada semakin cepatnya uang beredar di masyarakat. Selain itu, THR (tunjangan hari raya) yang diterima masyarakat pun akan meningkatkan jumlah uang yang beredar, sehingga inflasi tak dapat dihindari. Di sisi lain, inflasi musiman ini merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan permintaan dan cepatnya uang beredar menjadi indikasi aktivitas ekonomi yang semakin besar. Namun, di sisi lain, tingkat inflasi juga harus tetap di bawah pengawasan dan pengendalian ketat pemerintah. Risikonya, bila peningkatan harga tidak dapat dikendalikan, apalagi yang berasal dari bahan makanan dan sandang, daya beli masyarakat akan turun dengan cepat. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi pun akan melambat.

Baca juga: Bisnis Besar dan Tumbuhnya Konsumerisme di Balik Ramadan

Related

Business 860590727929101218

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item