Kejanggalan dan Misteri di Balik Ledakan WTC di Amerika (Bagian 1)

Kejanggalan dan Misteri di Balik Ledakan WTC di Amerika

Naviri Magazine - Setiap 11 September, rakyat Amerika mengenang tragedi runtuhnya menara kembar World Trade Centre (WTC) di New York, AS, yang memakan banyak korban. Gedung kembar itu hancur luluh bagaikan gedung tua yang diledakkan oleh bahan peledak dari dalam, setelah ditabrak dua pesawat terbang komersial.

Hari itu, jaringan televisi AS meliput secara live dari lokasi peristiwa. Tayangan itu terbidik dari beberapa sudut, dan terlihat langsung oleh jutaan pemirsa televisi. Pers AS lalu seperti menyanyikan koor, mengutip keterangan resmi: ‘Menara itu runtuh diserang oleh teroris yang digerakkan oleh Osama Bin Laden dari Afghanistan’.

Tapi, tak semua pers mengikuti koor itu.

Theiry Meyssan, seorang jurnalis asal Prancis, mencoba melihat peristiwa itu secara objektif. ”Saya akan menjungkirbalikkan seluruh versi resmi serangan 11 September 2001,” katanya. Hasil investigasinya kemudian ia tuangkan ke dalam sebuah buku berjudul 9/11 The Big Lie America.

Inilah cerita versi Thierry Meyssan:

Kedua pesawat itu diidentifikasikan oleh FBI sebagai Boeing 767. Pesawat itu menghantam tepat pada sasarannya. Peristiwa ini sangat musykil. Dipandang dari ketinggian yang jauh, sebuah kota akan tampak seperti selembar peta, dan semua acuan visual yang lazim menjadi hilang. Untuk menabrak menara, pesawat perlu dipraposisikan pada ketinggian sangat rendah. ‘Karya’ itu merupakan prestasi luar biasa, bahkan pilot yang sangat berpengalaman pun sulit melakukannya. Konon, yang melakukannya adalah pilot yang baru lulus latihan.

Namun, ada satu cara untuk mendapat hasil demikian, yakni memakai rambu tuntun dari radio. Suatu sinyal yang dipancarkan dari sasaran menuntun pesawat itu. Tak perlu banyak orang di pesawat dalam kendali pilot otomatis. Bahkan, pembajak sama sekali tidak dibutuhkan. Pesawat itu berada di bawah kendali remote control, mengendalikan pesawat tanpa pilot.

Setelah ditabrak, Menara Kembar runtuh. Sebuah komisi penyidik menyimpulkan bahwa terbakarnya bahan bakar pesawat menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan. Teori ini disangkal keras oleh Asosiasi Pemadam Kebakaran New York dan Journal Profesional, Fire Engineering, bahwa struktur bangunan tersebut tahan api.

Para petugas pemadam kebakaran malah mendengar ledakan di lantai dasar bangunan. Pakar terkenal dari Institut Pertambangan dan teknologi, Van Romero, pun mengamininya. ”Keruntuhan itu diakibatkan oleh bahan peledak,” katanya.

Pada hari yang sama, Departemen Pertahanan mengeluarkan pengumuman singkat ”Pentagon diserang teroris pada pukul 09.38,” kata Menteri Pertahanan, Donald H. Rumsfeld.

Pers AS pun heboh. Namun, ketika mau meliput peristiwa itu, para wartawan diusir dari tempat kejadian, dengan alasan agar tidak menghalangi operasi penyelamatan. Toh, wartawan AP, Tom Horan, berhasil mendapatkan foto-foto ekslusif dari sebuah gedung dekat lokasi kejadian.

Kepala Staf Gabungan, Jenderal Richard Myers, mengindikasikan bahwa pesawat terbang bunuh diri itu adalah Boeing 757-200. Pukul 08.55 waktu setempat, Boeing itu turun ke ketinggian 29.000 kaki. Dua pesawat tempur F-16 segera melesat untuk mencegat Boeing itu, tapi katanya kehilangan jejak.

Menurut Meyssan, ini tak masuk akal. ”Bagaimana percaya sebuah pesawat jet berbadan tambun bisa mengecoh dua pesawat tempur yang memburunya?”

Seandainya Boeing berhasil mengatasi rintangan pertama pun, dengan mudah akan ditembak jatuh saat mendekati Pentagon. Pasalnya, di pangkalan udara Saint Andrew di sekitar Pentagon, berpangkalan Wing Tempur 113 Angkatan Udara dan Wing Tempur serang 321 Angkatan Laut. Masing-masing dilengkapi pesawat tempur F-16 dan F/A-18.

Di atap gedung itu pun dipasang penangkis serangan udara dan rudal-rudal super canggih. Mereka tentu tak akan pernah membiarkan Boeing menghampiri Pentagon.

Pesawat raksasa itu tiba-tiba mendekati tanah, seperti akan mendarat, langsung menabrak Gedung Pentagon. Anehnya, tanpa merusak tiang lampu dan bangunan-bangunan di sekitarnya. Moncong pesawat masuk ke pintu gerbang yang tengah direnovasi. Keterangan resmi ini, menurut Meyssan, meragukan. Tabrakan keras itu pasti menimbulkan kebakaran besar, lalu pesawat menjadi onggokan gosong.

”Jika merujuk pada foto dari AP, Anda akan melihat tidak adanya bangkai pesawat di sana. Bahkan, sebuah gir roda pesawat pun tak tampak. Padahal pemotretan itu dilakukan di menit-menit pertama ketika mobil pemadam kebakaran tiba, dan petugas belum menyebar,” tulis Meyssan dalam bukunya.

Diduga, suara berdesing dan runtuhnya atap salah satu pintu gerbang Pentagon disebabkan oleh rudal tipe AGM. Jenis rudal ini menyerupai pesawat terbang sipil kecil. Tapi bukan pesawat terbang, kata Meyssan.

Lepas dari kontroversi itu, Presiden AS, George W Bush, segera mengumumkan bahwa serangan itu dilakukan oleh teroris pimpinan Osama bin Ladin. Maka, tanpa memerlukan penyelidikan saksama, dengan alasan memburu pimpinan Alqaeda itu, Bush memerintahkan penyerbuan ke Afghanistan. Gilirannya, Irak diduduki dengan alasan memiliki senjata pemusnah massal (yang kemudian ternyata tidak terbukti).

Kenapa Bush menuding Osama, yang seorang muslim? Rupanya, Bush mendapat bisikan dari Samuel Philip Huntington. Pandangan negatif penasihat Gedung Putih terhadap Islam ini tertuang dalam sebuah artikel yang dimuat di media Foreign Affairs, yang terbit pada musim panas 1993, dengan judul ”The clash of Civilization”.

Artikel yang memancing polemik ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada 1996. Menurut Huntington, setelah Uni Soviet (ideologi komunis) runtuh, musuh mereka berikutnya adalah Islam. Sudut pandang negatif terhadap Islam inilah yang rupanya diyakini Presiden Bush. Bush lalu mendeklarasikan perang atas nama membasmi teror.

Mengapa misteri tragedi 11 September perlu kembali diperbincangkan? Ada empat hal penting yang mendasarinya.

Pertama, Prof Dr Morgan Reymonds, guru besar diTexas University, AS, menyatakan, ”Belum pernah ada bangunan baja ambruk hanya oleh kobaran api.”

Kedua, Michael Meacher, mantan Menteri Lingkungan Inggris, 1997-2003, berpendapat, ”Perang melawan terorisme dijadikan tabir kebohongan guna mencapai tujuan-tujuan strategis geopolitik AS.”

Ketiga, Prof Dr Steven E Jones, guru besar fisika di Birgham Young University, AS, membeberkan hasil risetnya, ”Bahan-bahan peledak telah diletakkan di bangunan WTC.”

Baca lanjutannya: Kejanggalan dan Misteri di Balik Ledakan WTC di Amerika (Bagian 2)

Related

World's Fact 7682475577740225660

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item