Misteri Lukisan Gua Berusia Ribuan Tahun di Sulawesi (Bagian 2)

Misteri Lukisan Gua Berusia Ribuan Tahun di Sulawesi

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Misteri Lukisan Gua Berusia Ribuan Tahun di Sulawesi - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Jumlah manusia penghuni gua diperkirakan 10-40 orang. Mereka berinteraksi satu sama lain, dan mengembangkan pola hidup mengumpulkan makanan. Tapi pada masa kedatangan penutur Austronesia, orang-orang ini mulai meninggalkan gua.

Menurut Truman Simanjuntak, penutur Austronesia mulai menempati bentang alam terbuka untuk hidup menetap, dan mempraktikan proses domestifikasi. “Tentu pada awalnya masih setingkat gubuk, tapi sejalan dengan peningkatan kebutuhan dan di-support dengan teknologi, rumah mereka berkembang lebih kompleks,” ujarnya.

Tinggalan pada gua-gua di Maros dan Pangkep, termasuk lukisan cap tangan, binatang, dan beberapa lainnya, bukanlah budaya dari para penutur Austronesia, karena mereka sudah mulai meninggalkan gua. Jadi setelah kedatangan para penutur Austronesia, ke manakah manusia sebelumnya?

“Kemungkinan mereka punah, atau bisa jadi mereka berpindah tempat,” kata Muhammad Nur. “Yang jelas, dengan temuan-temuan dan tinggalan pada gua Maros dan Pangkep, ini memberi petunjuk, bila Sulawesi sudah dihuni jauh sebelum kedatangan leluhur manusia sekarang.”

Selain itu, Muhammad Nur mengatakan pentingnya Sulawesi karena merupakan zona percabangan (junction zone). “Jika Sulawesi hilang, urutan-urutan migrasi terutama di kawasan Pasifik dan Asia Tenggara hingga kepulauan akan ikut hilang,” katanya.

Restorasi

Hingga saat ini, Balai Arkeologi (Balar) Makassar dan Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP3) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara masih mencari cara merestorasi lukisan itu. Kepala BP3, Muhammad Said, mengatakan, kondisi lukisan gua saat ini memprihatinkan. Ada banyak yang rusak karena kelakuan pengunjung, masyarakat, lingkungan, hingga aktivitas tambang.

Menurut Said, ada beberapa gua yang berdekatan langsung dengan area penambangan. Misalnya di gua Lambatorang, Kamase, dan Bulu Tengae, ada tambang marmer yang hanya berjarak 100 meter. Padahal dalam regulasi zonasi situs, jarak amannya adalah 300 meter, artinya bila menarik garis lurus diameternya mencapai 600 meter.

Aktivitas tambang di sekitar situs akan menerbangkan debu dan mengubah suhu dengan cepat. Putaran angin yang tak menentu akan membawa benda seperti debu dan partikel kecil lainnya, yang bisa menutupi lukisan gua. Sebab, menurut Said, tak mungkin membuat jaring di semua gua untuk menyaring debu.

Pada 2007, BP3 bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin dan Balar Makassar melakukan restorasi lukisan di beberapa gua. Namun ternyata tak mudah. Mereka kesulitan mendapatkan bahan-bahan yang sama atau mirip.

Dari identifikasi atas lukisan cap tangan di gua-gua Maros-Pangkep dan juga di Bone dan Bantaeng, diyakini bahan yang digunakan berasal dari hematite atau bahan mineral batuan gesper. Namun bahan pelarut dan campurannya masih tanda tanya.

“Kita berharap ada bahan organik dalam campuran hematite itu, agar usia lukisan bisa ditentukan,” kata Muhammad Nur.

Lukisan-lukisan gua di Maros-Pangkep memiliki beberapa variasi, selain cap tangan, ada juga gambar binatang, perahu, manusia, ikan, ayam, ular, dan beberapa garis yang bentuknya tak ketahuan.

Arkeolog Universitas Hasanuddin, Iwan Sumantri, mengatakan lukisan itu memberikan gambaran umum kondisi lingkungan pada masanya. “Kalau gambar cap tangan, saya kira itu menunjukkan tradisi ritual,” katanya.

Namun, beberapa kondisi lukisan itu mulai memudar. Ada yang terkelupas, ada yang sudah tertutupi lumut, atau debu. “Jika dibiarkan berlarut, lukisan gua akan hilang,” kata Budianto Hakim, peneliti Balar Makassar.

Menurut dia, lukisan-lukisan gua rentan rusak bila tak ada cara yang tepat menanganinya. “Dengan kondisi lingkungan dan aktivitas di sekitaran gua, dalam waktu hanya dua tahun lukisan bisa terkelupas, dan itu sudah terjadi,” katanya.

Bila lukisan-lukisan gua tersebut hilang, periode babakan sejarah manusia di Sulawesi atau di Indonesia akan hilang.

Baca juga: Misteri Harta Karun Bajak Laut Paling Terkenal di Dunia

Related

Mistery 6743098685098001172

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item