Prahara di Suriah dan Kemungkinan Terjadinya Perang Dunia III

Prahara di Suriah dan Kemungkinan Terjadinya Perang Dunia III

Naviri Magazine - Fenomena Arab Spring, yang dimulai dari Tunisia kemudian menjalar ke Libya dan Mesir, ternyata terhenti dan berkecamuk di Suriah. Cara-cara yang digunakan seperti di Libya atau Tunisia terbukti tak berhasil menundukan pemerintahan Bashar Al Assad yang tengah berkuasa.

Upaya menggulingkan kekuasaan Bashar Al Assad awalnya dilakukan oleh pihak oposisi, melalui demonstrasi dan tuntutan reformasi politik, namun sayangnya fakta di lapangan berbanding terbalik. Pemerintahan Assad masih didukung oleh sebagian besar rakyat, tokoh-tokoh agama, dan kekuatan militer, sehingga masih terlalu dini untuk digulingkan.

Kegagalan oposisi mengganti kekuasaan Suriah melalui jalan damai akhirnya mendorong banyak pihak yang bersekutu dengan oposisi untuk melancarkan pemberontakan bersenjata. Hanya dalam hitungan hari, pasukan pemerintah dan pemberontak terlibat pertarungan sengit yang berdarah-darah, Suriah berkecamuk hebat, ribuan manusia meregang nyawa, dan jutaan lainnya terpaksa menjadi pengungsi.

Perang Suriah, yang awalnya dilakoni oleh 2 pihak, yakni pemerintah dan oposisi pemberontak, mulai merembet ke mana-mana. Pasukan pemberontak mulai dijejali berbagai macam pasukan asing dari negara-negara tetangga, seperti Yordania dan Turki. Pihak yang terlibat perang makin carut marut, bahkan banyak gerombolan teroris yang memanfaatkan kerusuhan ini untuk ambil bagian dengan tujuan tak jelas.

Di lain pihak, negara tetangga Suriah, seperti Lebanon dan Turki, kena cipatran perang Suriah juga. Dua negara ini, bersama Yordania, dituduh sebagai jalur penyuplai senjata dan logistik bagi kelompok pemberontak.

Sekutu Suriah, Rusia, yang memiliki banyak kepentingan strategis dengan Suriah, juga terganggu akibat perang Suriah, dan sampai sekarang secara konsisten terus mendukung Bashar Al Assad. Sama seperti Rusia, Iran juga turut mendukung secara politis terhadap Bashar Al Assad, China pun demikian meski tak terlalu terlihat seperti Rusia dan Iran.

Di pihak pemberontak, dukungan kuat mengalir dari Liga Arab, Dewan Kerjasama Negara Teluk (Gulf Cooperation Council), Inggris, Perancis, Turki, dan tentu saja Amerika serikat serta Israel. Banyak tangan asing yang turut bermain di Suriah dan semakin memanaskan situasi, saling tuduh sudah menjadi menu harian, sementara PBB melalui Dewan Keamanan gagal meloloskan resolusi karena diveto Rusia dan China.

Bila PBB meloloskan resolusi, maka akan menjadi alat legalitas bagi Amerika dan NATO untuk melakukan invasi terbuka seperti kasus Libya. Solusi damai yang ditawarkan Bashar Al Assad juga ditolak oleh pihak oposisi, begitu juga sebaliknya tuntutan oposisi juga ditolak keras oleh Assad.

Mengamati dinamika yang berkembang di Suriah, sepertinya prahara di Suriah bisa disebut sebagai Perang Dunia ke 3 yang terselubung. Banyak negara yang terlibat meski secara tak langsung.

Perang Dunia 3 di Suriah terbagi dalam 2 poros, yakni:

Aliansi Bumi (Earth Alliance) aka E.F.S.F

Pihak yang berada di kubu ini antara lain Suriah, Rusia, Iran, Hizbullah, dan China. Rusia, yang memiliki pangkalan angkatan laut di Tartus, memindahkan sebagian armada laut hitam dan pasifiknya ke pangkalan ini. Tak tanggung-tanggung, kapal-kapal penghancur dan kapal selam disiagakan di pangkalan ini, guna mencegah campur tangan langsung negara lain.

Rusia juga serius membantu persenjataan, dari kelas bawah sampai atas, seperti mengirim sistem pertahanan udara S300, rudal anti kapal Yakhont dan Pantsyr S-1, menyebar radar canggih, serta melatih pasukan Suriah untuk mengoperasikan alutsista canggih tersebut.

Kekuatan militer Suriah, yang didukung persenjataan canggih, membuat pihak Barat seperti NATO tak berani melakukan serangan langsung, hanya Israel yang berani mengirim jet tempur untuk menghancurkan tempat strategis di Suriah yang langsung dikecam oleh banyak pihak.

Iran kabarnya mengirimkan pasukan khusus untuk bertempur bersama pasukan pemerintah, serta mengirimkan pasokan senjata. Iran dan suriah sering bekerja sama menyalurkan senjata bagi pasukan Hizbullah dalam kampanye anti Israel dan pembebasan Palestina. Hizbullah sendiri juga turut mengirimkan pasukan terbaiknya untuk bertempur di Suriah.

China, yang sebelum dibuat jengkel karena ekspansi ekonominya yang strategis di Libya di hancurkan oleh Barat, bakal memperjuangkan kepentingan ekonomis yang berharga di Suriah, agar tak kembali kecolongan seperti kejadian di Libya.

Federasi Bintang (Star Federation) aka ZEON

Kubu ini diisi oleh negara-negara Teluk atau Liga Arab pro oposisi, Turki, Israel, Amerika, dan NATO. Secara militer, jelas kubu ini jauh lebih unggul ketimbang pihak Suriah, hanya masalah legitimasi yang membuat kekuatan militer kubu ini tak dikeluarkan secara langsung.

Poros ini memilih menggunakan tangan orang lain, yakni para pemberontak, dengan memberikan dukungan dana, logistik, senjata, alat komunikasi, dan pelatihan militer.

Sayangnya, dukungan luar biasa poros ini terhadap pemberontak ternyata tak memberikan hasil yang memuaskan. Berkali-kali pasukan pemberontak terpojok dan hampir binasa oleh serangan pasukan pemerintah Suriah.

Kubu ini juga didukung penuh oleh kekuatan media di seluruh dunia, guna mempropaganda internasional untuk turut mendukung penggulihan rezim Assad.

Bila pertempuran terus berlanjut tanpa ada tanda-tanda kapan berakhir, bisa jadi dengan berbagai alasan pasukan militer dari kubu ini akan memaksa untuk mengintervensi secara langsung, yang diperkirakan akan terjadi head to head dengan kekuatan Rusia dan Iran di Suriah.

Di dalam tubuh NATO pun hanya Perancis dan Inggris yang masih bersedia mendukung penggulingan Assad. Negara anggota NATO lain lebih memilih untuk menangani krisis yang tengah melanda seluruh Eropa.

Ada pihak yang percaya bahwa upaya memporakporandakan Suriah lebih disebabkan karena alasan ekonomi. Suriah merupakan simpul dari jalur ekonomi paling legendaris di dunia, yakni Jalur Sutra.

Jalur sutra melewati banyak negara, sehingga tak mudah bagi satu pihak untuk menguasainya sekaligus. Pihak yang berhasil menguasai simpul jalur sutra akan menguasai separuh jalur sutra!

Rencana pembangunan pipa-pipa minyak dan gas, yang melewati jalur sutra, bernilai ekonomis tinggi. Bagi pihak barat yang tengah dilanda krisis ekonomi parah, tentu saja proyek pipa-pipa ini membuat tergiur.

Selain masalah ekonomi, konon bila Suriah bisa ditundukan dan dikuasai barat, maka gerbang utama untuk menyerang Iran akan terbuka lebar. Hanya Suriah titik strategis untuk memasuki wilayah Iran. Irak, yang tadinya bisa digunakan sebagai gerbang menyerang Iran, ternyata justru berbalik merapat dan menjadi sekutu Iran.

Sekarang kondisi dilematis menggerogoti Suriah, bila pemerintahan Assad jatuh ke pemberontak belum tentu kondisi Suriah akan lebih baik. Libya dan Afghanistan sudah membukti hal itu, bukan damai malah terjadi perang sipil tak berkesudahan. Sedang bila pemerintahan Assad tetap utuh, maka pemberontakan juga akan terus berkobar, di mana rakyat Suriah bakal semakin lama menderita.

Akhirnya, perang dunia ini baru bisa berhenti bila pihak yang berseteru mau menahan diri dan memilih menghentikan aksinya, duduk bersama dalam perundingan damai yang mampu mengakomodir keinginan semua pihak.

Perang hanya akan meninggalkan bekas luka yang perih, memelihara kebencian, dendam yang tak berujung. Sudah banyak korban tak berdosa dan kehilangan orang-orang terkasih akibat perang. Siapa pun yang menang dan kalah tak akan mampu mengembalikan apa yang hilang sebelum perang terjadi.

Baca juga: Menurut Ahli Numerologi, Tahun Ini Akan Jadi Awal Kiamat

Related

World's Fact 3131389835520953790

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item