Kejayaan dan Keruntuhan Majapahit, Kerajaan Terbesar Nusantara

 Kejayaan dan Keruntuhan Majapahit, Kerajaan Terbesar Nusantara

Naviri Magazine - Majapahit didirikan Raden Wijaya (1293-1309) di Jawa Timur pada 1293. Semula, pusat pemerintahan kerajaan ini berlokasi di Mojokerto, kemudian digeser ke Trowulan oleh Jayanegara (1309-1328), sebelum beribu kota di Kediri sejak era Girindrawardhana (1456-1466).

Majapahit mencapai keemasan pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk alias Rajasanagara (1350-1389), yang didampingi oleh panglima besar legendaris, Mahapatih Gajah Mada, yang mengucap Sumpah Palapa demi ambisi “menyatukan” Nusantara. Kala itu, wilayah Majapahit dikisahkan amat luas.

Dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid II (1990), dituliskan bahwa wilayah Majapahit meliputi Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Indonesia bagian timur, termasuk Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, bahkan Papua. Detilnya memang masih menjadi perdebatan, namun setidaknya itulah yang tecatat dalam Nagarakertagama.

Berkat Gajah Mada sebagai panglima tertinggi sekaligus tangan kanan Raja Hayam Wuruk, masih menurut Negarakertagama seperti dikutip dari buku Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand, karya Choirul Fuad Yusuf (2013), tidak kurang dari 98 kerajaan yang bernaung di bawah kuasa Majapahit.

Pengaruh dan ekspansi Majapahit sampai pula ke negeri-negeri seberang di kawasan Asia Tenggara, dari Semenanjung Malaya (Malaysia dan Brunei Darussalam), Tumasik (Singapura), serta sebagian Thailand dan Filipina, berkat armada angkatan lautnya yang luar biasa.

Gejala kemunduran

Kematian Gajah Mada pada 1364 menjadi awal redupnya kejayaan Majapahit. Belum dapat dipastikan penyebab wafatnya sang mahapatih. I Ketut Riana dalam Kakawin Desa War?nana, Uthawi, Nagarak?tagama (2009) menyebutkan bahwa pada 1363, sepulang dari kunjungannya ke Candi Simping di Blitar, Hayam Wuruk mendapati Gajah Mada sedang sakit.

Hayam Wuruk amat terpukul dengan mangkatnya Gajah Mada. Ia sangat berutang budi dan menghormati sosok yang membawa Majapahit mencapai puncak keemasan. Maka, Hayam Wuruk tidak menunjuk mahapatih baru. Ia menganggap tidak ada yang mampu menggantikan Gajah Mada.

Posisi mahapatih dipegang Hayam Wuruk sendiri. Dalam melakukan tugas yang berat itu, sebagaimana dicatat Slamet Muljana dalam Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit (1983), ia dibantu oleh raja-raja lain di bawah kekuasaan Majapahit, juga oleh Sang Arya sebagai perdana menteri, serta dua penasihatnya, Mpu Nandi dan Mpu Nala.

Ternyata, kehilangan Gajah Mada berdampak besar. Stabilitas wilayah Majapahit yang amat luas beranjak goyah. Beberapa wilayah taklukan yang tersebar luas di Nusantara dan Asia Tenggara mulai memercikkan perlawanan untuk berupaya melepaskan diri.

Pada 1389, Hayam Wuruk meninggal dunia, dan kian mempertegas takdir pudarnya kemilau Majapahit. Slamet Muljana, dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (2005), menceritakan polemik dalam proses suksesi raja baru. Perselisihan keluarga itu semakin memperlemah kedudukan Majapahit.

Maka, pecahlah Perang Paregreg antara Wikramawardhana (1389-1429) yang mengklaim sebagai penerus takhta Majapahit melawan Bhre Wirabhumi. Wikramawardhana adalah suami putri Hayam Wuruk dari permaisuri, Kusumawardhani, sementara Bhre Wirabhumi merupakan putra Hayam Wuruk dari istri selir.

Dikutip dari Pranoedjoe Poespaningrat dalam Kisah Para Leluhur dan yang Diluhurkan: Dari Mataram Kuno sampai Mataram Baru (2008), perang saudara ini menjadi salah satu faktor utama kemunduran Majapahit, selain tidak adanya pemimpin yang kuat setelah Hayam Wuruk, juga berkembangnya Islam di Jawa.

Majapahit bubar

Penerus Wikramawardhana adalah Ratu Suhita, dengan gelar Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447). Menurut R. Soekmono, dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 (2002), Ratu Suhita berusaha membangkitkan kembali anasir-anasir Nusantara seperti yang pernah dilakukan Hayam Wuruk. Salah satu cirinya dengan membangun berbagai tempat pemujaan seperti candi atau punden berundak.

Setelah era Ratu Suhita, masih ada tujuh raja lagi yang memimpin Majapahit, yakni Kertawijaya atau Brawijaya I (1447-1451), Rajasawardhana atau Brawijaya II (1451-1453), Purwawisesa atau Brawijaya III (1456-1466), Suraprabhawaatau Brawijaya IV (1466-1468), Bhre Kertabumi atau Brawijaya V (1468-1478), Girindrawardhana atau Brawijaya VI (1478-1498).

Namun masa-masa jaya ternyata sudah tidak bisa terulang kembali. Tidak ada lagi raja yang secakap Hayam Wuruk, juga mahapatih yang secemerlang Gajah Mada. Bahkan, Majapahit sempat mengalami kekosongan kepemimpinan selama tiga tahun, antara 1453 hingga 1456.

Munculnya Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, sejak 1475, membuat Majapahit kian merana. Demak menandai perubahan besar dalam periode sejarah Nusantara, terutama di tanah Jawa, yakni berakhirnya era Hindu-Buddha digantikan dengan masa Islam.

Kesultanan Demak lahir saat Majapahit diperintah oleh Brawijaya V. Pendirinya, Raden Patah, disebut-sebut adalah putra raja Majapahit dari istri selir, perempuan Cina bernama Siu Ban Ci. Raden Patah kecewa terhadap ayahnya, karena takluk kepada Girindrawardhana yang kemudian merebut kekuasaan Majapahit, bergelar Brawijaya VI.

Girindrawardhana sebenarnya menantu Brawijaya V atau ipar Raden Patah. Namun, Girindrawardhana justru mengkudeta takhta ayah mertuanya. Situasi ini membuat peluang Raden Patah untuk menjadi raja Majapahit berikutnya pun pupus.

Raden Patah yang marah kemudian mendirikan kerajaan sendiri di Jawa bagian tengah, yaitu Kesultanan Demak, dengan dibantu tokoh-tokoh pendakwah Islam atau Walisongo. Raden Patah adalah seorang muslim, karena sebelumnya berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya, bahkan diambil sebagai menantu.

Belum ditemukan bukti-bukti kuat Kesultanan Demak di bawah pimpinan Raden Patah (1500-1518) pernah menyerang Majapahit. Tampaknya, Raden Patah sudah merasa bahwa usia Majapahit tidak akan sanggup bertahan lebih lama, lantaran perkembangan situasi yang tidak lagi menguntungkan.

Brawijaya VI kemudian ditelikung dan mati dibunuh oleh ajudannya, yang bernama Patih Udara, pada 1498. Majapahit diambil-alih, Patih Udara naik takhta, dan menggelari dirinya sebagai Brawijaya VII.

Sementara itu, pengaruh Islam bertambah kuat, berbanding terbalik dengan pamor Majapahit dan Brawijaya VII yang kian merosot. Semakin banyak daerah taklukan yang melawan dan melepaskan diri. Sejalan dengan itu, semakin banyak pula orang Jawa yang memeluk Islam.

Raden Patah wafat pada 1518. Penerusnya, Pati Unus, tewas tiga tahun berselang dalam suatu penyerbuan terhadap Portugis di Malaka. Dan yang mengakhiri riwayat panjang Majapahit adalah pemimpin Kesultanan Demak ke-3, Sultan Trenggana, pada 1527. Demak kemudian mengakuisisi wilayah-wilayah taklukan Majapahit yang masih tersisa.

Meski pesatnya Islam di Jawa bukan satu-satunya, bahkan bukan faktor utama, runtuhnya Majapahit itulah yang memungkasi riwayat kerajaan yang pernah amat digdaya itu. Sebuah imperium bernama Majapahit akhirnya benar-benar bubar setelah bertahan selama lebih dari 230 tahun.

Related

History 3531317085206028930

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item