Kontroversi Al Ghazali dan Pengaruhnya di Dunia (Bagian 1)

Kontroversi Al Ghazali dan Pengaruhnya di Dunia

Naviri Magazine - Terkait dengan pengaruh Al Ghazali terhadap perkembangan dunia Islam, Samuel M. Zwemer mengatakan, ada empat orang yang paling besar jasanya terhadap Islam, yaitu Nabi Muhammad, Imam Bukhari sebagai pengumpul hadist yang paling masyhur, Imam Asy’ari sebagai teolog terbesar dan menantang rasionalisme [baca: aliran teologi al ra'yi], dan Imam al Ghazali sebagai “reformer” dan sufi.

Al Ghazali adalah penyelamat tasawuf dari kehancuran, yakni dengan mengintegrasikannya dengan fiqh dan kalam, sehingga menjadi ajaran Islam yang utuh, serta telah meninggalkan pengaruh begitu luas atas sejarah Islam.

Bahkan selama ia masih hidup, kuliah-kuliah Al Ghazali dan karya-karyanya diterima secara luas. Hal itu menyebabkan ajaran-ajaran Al Ghazali terkenal, di kalangan komunitas muslim yang berbahasa Arab, baik di Timur dan di Barat. Sekalipun sudah hampir seribu tahun Al Ghazali meninggal, namun ilmunya kekal abadi. Sampai kini masih sangat berpengaruh karena diperlukan dan ditelaah oleh umat manusia dari berbagai bangsa dan agama.

Al Ghazali menjadi fokus pembahasan menempati kedudukan yang unik dalam sejarah agama dan pemikiran Islam karena kedalaman ilmunya, keorisinilan pemikirannya, dan kebenaran pengaruhnya di kalangan Islam. Di samping ahli agama, pendidikan dan hukum Islam, ia juga memiliki ilmu yang luas tentang filsafat, tasawuf, akhlak, dan masalah kejiwaan, serta spiritualitas Islam.

Di belahan timur dunia Islam, ia amat berpengaruh bagi masyarakat Islam Sunni, dan memperoleh sukses dalam memimpin mereka. Sedangkan di Barat dunia Islam, pengaruhnya tidak kecil. Sampai sekarang pengaruh Al Ghazali masih terus ada di seluruh dunia Islam.

Di Timur, Al Ghazali mendapat sukses di bidang pembaharuan mental dan spiritual umat, sehingga pendapat-pendapatnya merupakan aliran yang penting dalam Islam. Bukunya, Ihya ‘Ulum al-Dîn, adalah bukti dari adanya usaha tersebut. Pada waktu itu juga, ia berjasa dalam membela agama Islam dan umatnya dari pengaruh negatif pemikiran filsafat Yunani, ilmu kalam, dan aliran kebatinan.

Dengan pembelaannya, ia berhasil memperbaiki keadaan masyarakat Islam, dari pemujaan akal atas agama, menjadi ketaatan kepada Allah SWT, yaitu dalam arti hukum syariat menguasai akal dan akhlak manusia, sehingga kebahagiaan dapat dicapai.

Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak salah apabila orang menjuluki Al Ghazali sebagai Hujjat al-Islam (Pembela Islam), Zain al-Dîn (Permata Islam) dan Mujaddid (Pembaharu). Al Ghazali telah menyatukan syariat, tasawuf, dan tauhid, yang sudah terpisah-pisah.

Menurut Fazlur Rahman, Al Ghazali telah melakukan pembaharuan dalam tasawuf. Pembaharuan yang dilakukam adalah mengintegrasikan kesadaran tasawuf dengan syariat yang telah dimulai pada pertengahan kedua abad ketiga Hijriah dengan tokoh-tokoh seperti al-Kharraz dan al-Junaid, dan gerakan ini mencapai puncaknya di bawah komando al-Ghazali, yang selanjutnya sangat menentukan perkembangan pemikiran Islam.

Upaya Al Ghazali mendamaikan tasawuf dan fikih yang bercorak sunni mendapat sambutan baik dari masyarakat Islam, terbukti dengan menyebarnya tasawuf ke berbagai daerah Islam dan menjamurnya tarekat di berbagai daerah Islam.

Dengan langkah perdamaian Al Ghazali ini, ketegangan antara fukaha dan sufi dapat diredam, dan sejak saat itu seorang tokoh teolog besar adalah seorang sufi besar pula.

Awal munculnya pemikiran tasawuf Al Ghazali dapat dilihat dari dua faktor. Pertama, faktor intern, yaitu segala potensi dan pengalaman yang ada pada Al Ghazali. Kedua, faktor eksteren, yaitu segala sesuatu yang ada di luar diri Al Ghazali yang dapat mempengaruhi pemikirannya dalam tasawuf, dalam hal ini adalah keadaan sosial politik yang berkembang pada masa itu.

Pengetahuan secara teoritis tentang tasawuf telah dimiliki oleh Al Ghazali, yang semasa kanak-kanaknya telah berguru pada Yusufal-Nasaj (wafat 487 H) di Tus dan al-Farmadhi (wafat 477 H) di Nisapur. Selain itu, Al Ghazali dikenal sebagai seorang yang cerdas, luas cakrawalanya, kuat hafalannya, jauh dari keraguan, sekaligus mendalam saat memahami makna-makna secara jeli.

Ia juga seorang yang kritis, gemar menyelidiki sesuatu karena sikap skeptisnya untuk melepaskan diri dari belenggu taklid. Unsur-unsur kepribadian Al Ghazali ini cukup untuk membekalinya dalam pencarian terhadap hakikat kebenaran.

Di belahan barat dunia Islam, tulisan Al Ghazali tidak saja mempengaruhi pemikir Islam seperti Ibn Rusyd, tetapi juga mempengaruhi para pemikir Kristen dan Yahudi seperti Thomas Aquinas dan Blaise Puscal, dan filsuf-filsuf Barat lainnya.

Sebagaimana diakui oleh Asim Palaeros, banyak persamaannya dengan Al Ghazali dalam pendiriannya, bahwa pengetahuan-pengetahuan agama tidak diperoleh dari akal pikiran tetapi harus hati dan rasa.

Al Ghazali juga sering disebut sebagai Pembuktian Islam, Hiasan keimanan, atau Pembaharu agama. Dalam buku Historiografi Islam Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama Al Subki dalam buku Thabaqat Al Shafiyya Al Kubra pernah menyatakan, “Seandainya ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad, maka itu adalah Al Ghazali.” Hal ini menunjukkan tingginya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki Al Ghazali.

Pengaruh Al Ghazali dalam bidang agama maupun ilmu pengetahuan memang sangat besar. Karya-karya maupun tulisannya tak pernah berhenti dibicarakan hingga saat ini. Pengaruh pemikirannya tidak hanya mencakup wilayah Timur Tengah tetapi juga negara-negara lain, termasuk Indonesia dan negara barat lainnya. Para ahli filsafat barat, seperti Rene Descartes, Clarke, Blaise Pascal, juga Spinoza, juga mendapatkan banyak pengaruh dari pemikiran Al Ghazali

Baca lanjutannya: Kontroversi Al Ghazali dan Pengaruhnya di Dunia (Bagian 2)

Related

Moslem World 8813133189399944452

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item