Mengapa Jumlah Rakaat Tarawih Bisa Berbeda, Ada yang 8 dan 20?

 Mengapa Jumlah Rakaat Tarawih Bisa Berbeda, Ada yang 8 dan 20?

Naviri Magazine - Di bulan Ramadan, umat Islam melaksanakan salat tarawih selama sebulan penuh, yang biasanya dimulai usai salat isya. Dalam hal ini, khususnya di Indonesia, ada dua kubu soal tarawih: yang salat tarawih 8 rakaat, dan yang tarawih 20 rakaat.

Mulanya, pemahaman akan adanya salat tarawih di bulan Ramadan ini adalah bentuk riil dari hadits Nabi:

“Barangsiapa bangun (salat malam) di bulan Ramadan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Istilah tarawih sendiri belum ada pada masa Nabi. Nabi hanya mencontohkan salat malam yang beliau lakukan selama Ramadan. Baru belakangan di masa Khalifah Umar bin Khattab, salat di malam hari Ramadan ini disebut tarawih, dan mulai diselenggarakan secara berjemaah.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, disebutkan Nabi salat di Masjid Nabawi pada suatu malam di bulan Ramadan. Para sahabat yang tahu lantas mengikutinya. Seiring waktu, semakin banyak yang mengikuti aktivitas Nabi ini.

Dua malam setelahnya, Nabi masih melakukan salat tersebut, dan semakin banyak yang mengikuti. Namun setelah hari keempat dan beberapa hari setelahnya, Nabi tidak muncul di masjid. Orang-orang heran. Pada suatu pagi, para sahabat menanyakan hal ini kepada Nabi.

Nabi menjawab, “Sebenarnya tidak ada yang menghambatku untuk turut serta bersama kalian. Hanya saja aku takut nanti hal ini akan menjadi wajib.”

Beberapa mazhab fiqih pada dasarnya tidak banyak berbeda tentang pendapat seputar jumlah rakaat tarawih. Sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd dalam Bidâyatul Mujtahid, beda jumlah ini adalah soal afdhaliyah (keutamaan) saja.

Imam Malik bin Anas pada salah satu pendapatnya, kemudian Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan begitu pula Dawud azh Zhahiri, memilih untuk tarawih dengan 20 rakaat. Ada juga pendapat yang menyatakan tarawih itu sejumlah 36 rakaat, meski tidak populer.

Imam Ibnu Qudamah mencatat dalam al-Mughni bahwa sebab perbedaan ini adalah dasar hadits dan riwayat sahabat yang digunakan. Imam Malik bin Anas, sebagaimana ulama lain, menggunakan riwayat dari Yazid bin Ruman yang disandarkan pada perilaku sahabat, bahwa orang-orang sembahyang tarawih pada masa Umar bin Khattab dengan dua puluh rakaat, diimami sahabat Ubay bin Ka’ab.

Hal ini berbeda dengan keterangan yang disampaikan salah satu ahli hadits generasi awal, yaitu Abu Bakar bin Abi Syaibah, yang juga guru Imam Malik. Ia menyebutkan menemui orang-orang di Madinah salat sebanyak 36 rakaat.

Kalangan yang berpendapat bahwa tarawih dilakukan delapan rakaat menyandarkan pada hadits berikut:

Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia pernah bertanya kepada Aisyah: “Bagaimana salat Nabi Muhammad di bulan Ramadan?”

Aisyah menjawab, “Beliau tak menambah pada bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat: salat empat rakaat, yang betapa bagus dan lama, lantas salat empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Aku pun pernah bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum menunaikan salat witir? Beliau menjawab: Mataku tidur, tapi hatiku tidak.”

Hadits ini yang menjadi dasar kalangan yang bertarawih dengan delapan rakaat – plus tiga rakaat witir. Kendati demikian, hadits di atas oleh banyak ulama dinilai sebagai hadits yang berkaitan dengan jumlah rakaat dan tata cara witir, bukan tarawih.

Dengan begitu, jumlah rakaat tarawih ini berbeda, disebabkan perbedaan pemahaman atas hadits. Bila Anda hendak memilih delapan, dua puluh, atau lebih banyak dari itu, ketahuilah bahwa tidak ada keterangan eksplisit dalam hadits Nabi seputar jumlah rakaat tarawih.

Menurut keterangan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, sebagaimana dikutip KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan, pada dasarnya tiada ketetapan tertentu dari Nabi dalam hadits seputar rakaat tarawih.

Para ulama yang memilih pendapat 20 rakaat di atas, memilih berdasarkan sisi keutamaannya, karena dalilnya masih disandarkan pada perbuatan sahabat di masa Umar bin Khattab dan tidak dikomentari oleh sahabat lain. Pun jika ada yang memilih jumlah rakaat yang berbeda, jelas bukan masalah.

Related

Moslem World 6027099915230067750

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item