Sejarah, Asal Usul, dan Misteri Harta Karun Bung Karno (Bagian 2)

Sejarah, Asal Usul, dan Misteri Harta Karun Bung Karno

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah, Asal Usul, dan Misteri Harta Karun Bung Karno - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Perang Dunia II di Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu yang dipimpin AS. Oleh pasukan AS, segenap harta jarahan SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa terkecuali harta milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang sebelumnya disimpan di bank sentral Belanda.

Maka, dengan modal harta tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank (FED) yang hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II. The FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam menguasai ekonomi dunia.

Belakangan, kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal membangun kembali ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II itu didengar pula oleh Ir Soekarno selaku Presiden I RI yang langsung merespons lewat jalur rahasia diplomatik, untuk memperoleh kembali harta itu, dengan mengutus Dr Subandrio, Chaerul saleh, dan Yusuf Muda Dalam, walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik harta tersebut sangat kecil.

Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeur, yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak pemenang perang.

Namun, dengan kekuatan diplomasi, Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi AS dan Eropa kalau aset harta kekayaan yang diakuisisi Sekutu berasal dari Indonesia, dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari nasabah The Javache Bank selaku pemilik harta tersebut masih hidup.

Salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement tersebut adalah membagi fifty-fifty (50% & 50%) antara RI dan AS-Sekutu, dengan ’bonus’ satelit Palapa dibagi gratis oleh AS kepada RI.

Artinya, 50 persen (52.150 ton emas murni) dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi AS dan beberapa negara Eropa yang baru luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedangkan 50 persen lagi dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan siapa pun dan negara mana pun untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41 tahun, dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5 persen, yang harus dibayarkan kepada RI melalui Ir. Soekarno.

Kenapa hanya 2,5 persen? Karena Bung Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.

Pembayaran biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah akun khusus a/n The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumennya adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED, dan The Bank International of Sattlement/BIS).

Kalau dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa yang harus dibayarkan kepada RI berapa besarnya? 102,5 persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni + 1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia.

Padahal, terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2,5 per tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya yang 57.150 ton, maka selama 45 tahun x 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI.

Jika harga 1 troy once emas (31,105 gram emas) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa nilai sewa kolateral emas sebanyak itu? Jumlahnya luar biasa!

Related

Mistery 1093359252260635335

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item