Supriyadi, Sosok Pahlawan Indonesia yang Hilang Misterius

 Supriyadi, Sosok Pahlawan Indonesia yang Hilang Misterius

Naviri Magazine - Pemberontakan PETA Blitar pecah pada 14 Februari 1945. Sejatinya, pemberontakan dilakukan lebih awal, yakni 5 Februari 1945, saat dilakukan latihan bersama (Daidan) batalyon PETA Jawa Timur di Tuban. Namun, rencana ini gagal, karena Jepang mendadak membatalkan jalannya latihan. Perwira PETA yang terlanjur datang ke Tuban dipulangkan masing-masing ke kotanya.

Rencana pemberontakan PETA datang dari akumulasi kekecewaan para kadet PETA terhadap Jepang. Di lapangan, mereka kerap menjumpai tindak sewenang-wenang tentara Jepang kepada pribumi. Sementara dalam latihan ketentaraan, Jepang selain keras juga melakukan diskriminasi, seperti keharusan menghormat tentara Jepang meski pangkatnya lebih rendah.

Supriyadi menjadi motor rencana pemberontakan. Sebetulnya, ia hanya seorang Shudanco (komandan peleton). Atasannya adalah Cudanco (komandan kompi) Ciptoharjono, dan Daidanco (komandan batalyon) Soerahmad. Namun, tak bisa dipungkiri, inisiatif dan otak pemberontakan ada di tangan Supriyadi. Ia menggandeng beberapa rekan Shudanco yang sepaham.

Syahdan, pada 9 Februari 1945, Supriyadi menemui guru spiritualnya, Mbah Kasan Bendo. Ia mengutarakan maksud untuk melawan Jepang. Konon, saat itu Kasan Bendo memintanya untuk bersabar dan menunda gerakan hingga 4 bulan. "Tapi kalau ananda mau juga melawan tentara Jepang sekarang, saya hanya dapat memberikan restu, karena perjuanganmu itu mulia."

Pesan itu disampaikan Supriyadi kepada rekan-rekannya. Setelah sempat menemui pimpinan PUTERA, Soekarno, dan gagal mendapat restu, Supriyadi mengadakan rapat terakhirnya, 13 Februari 1945, di kamar Shudanco Halir Mangundjidjaja.

Hadir di sana; Shudanco Moeradi, Chudanco Ismangil, Bundanco Soenanto, dan Bundanco Soeparjono. Hasilnya, pemberontakan akan dilakukan besok. Mereka masing-masing tahu risikonya bila gagal, paling ringan disiksa dan paling berat hukuman mati.

Rencana ini terkesan tergesa-gesa, karena Supriyadi dan rekan-rekannya khawatir tindak tanduk mereka telah dimonitor Jepang. Shudanco Halir menceritakan, di Blitar baru saja datang satu gerbong anggota Kempetai yang baru datang dari Semarang. Mereka menginap di Hotel Sakura. Supriyadi cs menduga, kedatangan Kempetai untuk menangkap dirinya dan rekan-rekannya.

Pada 14 Februari 1945, pukul 03.00, senjata dan peluru dibagi-bagikan ke anggota PETA. Jumlah yang ikut serta 360 orang. Setengah jam kemudian, Bundanco Soedarmo menembakkan mortir ke Hotel Sakura.

Hotel direbut, dan tentara PETA menurunkan slogan "Indonesia Akan Merdeka" (janji propaganda Jepang), dan menggantinya dengan spanduk "Indonesia Sudah Merdeka." Merah putih juga dikibarkan.

Pasukan PETA melucuti senjata para polisi dan membebaskan tawanan dari penjara. Beberapa orang Jepang yang ditemui, dibunuh. Mereka lalu bergerak menyebar ke tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Namun, entah kenapa, rencana penyebaran malah gagal. Seluruh pasukan PETA seusai serangan justru berkumpul di Hutan Ngancar, perbatasan Kediri.

Sejak awal, Jepang berhati-hati dalam menangani pemberontakan PETA. Mereka tidak terlalu ofensif, dan cenderung menggunakan jalan persuasif untuk menjinakkan Supriyadi dan rekan-rekannya. Hal ini dilakukan demi menghindari tersulutnya kemarahan Daidan (Batalyon) PETA yang lain, yang bisa saja malah membuat pemberontakan meluas dan merembet ke mana-mana.

Setelah Blitar bisa diduduki kembali, langkah diplomasi pun dibuat. Kolonel Katagiri, yang ditunjuk untuk memimpin operasi penumpasan, mendatangi pasukan Supriyadi yang bertahan di Hutan Ngancar, perbatasan Kediri.

Pada 19 Februari 1945, di Sumberlumbu, Katagiri bertemu dengan Muradi, salah satu pemimpin pemberontak. Pasukan PETA menawarkan penyerahan diri bersyarat. Adapun syaratnya adalah:

1. Mempercepat kemerdekaan Indonesia
2. Para tentara PETA yang terlibat pemberontakan takkan dilucuti senjatanya
3. Aksi tentara PETA yang dilakukan pada 14 Februari 1945 di Kota Blitar
takkan dimintai pertanggungjawaban

Katagiri menyetujui syarat tersebut. Sebagai tanda sepakat, ia menyerahkan pedang perwiranya kepada Muradi untuk disimpan. Muradi beserta seluruh pasukannya kembali ke Blitar.

Pada saat kembali dari Ngancar inilah, Supriyadi terakhir kali terlihat. Persisnya, ia hilang di dukuh Panceran, Ngancar. Ada dugaan, dia diculik secara diam-diam dan dibunuh Jepang di Gunung Kelud, namun berkembang juga isu bahwa Supriyadi sengaja melarikan diri. Mungkin ia memang sudah tak yakin Jepang akan memenuhi syarat yang diajukan PETA.

Jika itu yang ia rasakan, Supriyadi benar. Kesepakatan Sumberlumbu ternyata tak diakui oleh pimpinan tentara Jepang di Jakarta. Mereka meminta Kempetai tetap memproses para pelaku. Dari hasil memilah dan negosiasi, diberangkatkanlah 78 tentara PETA ke Jakarta untuk menghadapi pengadilan militer Jepang. Anggota lain yang terlibat hanya dikarantina di mess.

Hasil dari sidang militer, sebanyak 6 orang dijatuhi hukuman mati, 6 orang diganjar hukuman seumur hidup, dan sisanya dihukum antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Tak lama kemudian, Shudanco Moeradi, Chudanco Ismangil, Shudanco Halir Mangkoedjidjaja, Bundanco Soenanto, dan Bundanco Soeparjono, menjalani eksekusi mati dengan dipenggal kepalanya di Eereveld, Ancol.

Bagaimana dengan Supriyadi?

Sejak menghilang, ia tak pernah menunjukkan batang hidungnya kembali. Supriyadi pernah berpesan kepada ibunya beberapa hari sebelum pecahnya pemberontakan, apabila ia tidak kembali ke rumah dalam waktu 5 tahun, itu tanda dirinya sudah meninggal dunia.

Apa benar Supriyadi telah gugur?

Yang jelas, fakta bahwa jasadnya tak pernah ditemukan, berbanding dengan penunjukannya sebagai panglima tentara Indonesia yang pertama, menjadi bahan menarik hingga kini. Hal yang juga sama dengan kasus raibnya Tan Malaka, sebelum dipecahkan oleh sejarawan Belanda, Dr Harry Poeze.

Related

History 4562464923566031933

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item