Ini Perbedaan Sedih, Stres, Depresi, dan Cara Menghadapinya

Ini Perbedaan Sedih, Stres, Depresi, dan Cara Menghadapinya

Naviri Magazine - Orang-orang sering mengira mereka depresi ketika bersedih hati, atau sedih padahal sebenarnya depresi. Kedua perasaan ini membingungkan, berhubung sama-sama ditandai penurunan suasana hati.

"Perasaan sedih bukan satu-satunya gejala depresi, tapi memang ada kaitannya," kata Guy Winch, seorang psikolog di New York dan penulis Emotional First Aid: Healing Rejection, Guilt, Failure, and Other Everyday Hurts. "Tapi keduanya tak sama."

Di antara kalian mungkin pernah menyatakan depresi setelah putus cinta atau dimarahi bos, tapi bagaimana kalian bisa membedakan kesedihan biasa dari gangguan mental serius? Bagaimana kalian bisa tahu sedang dalam keadaan emosional tertentu, atau kalian salah satu dari jutaan orang di dunia yang menderita depresi setiap tahun?

Untuk mengetahui perasaan sebenarnya, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengingat kapan terakhir kalian merasa sedih. Apa penyebabnya? Apakah karena ada anggota keluarga yang meninggal, atau sahabat yang mengecewakan?

Apa pun alasannya, itu berarti kalian merasa sedih karena suatu hal. "Semua orang merasakan kesedihan," tutur Marwa Azab, adjunct professor jurusan psikologi di California State University, Long Beach. "Itu adalah respons yang sehat saat merasa kehilangan, kecewa, atau menerima komentar menyakitkan."

Kesedihan cepat berlalu, terutama jika telah memaafkan atau melupakan alasan suasana hati kalian memburuk. Sementara itu, depresi dapat merusak suasana hati dan aspek-aspek lain dalam hidup tanpa alasan. Kesedihannya pun berlarut-larut.

"Pengalamannya jauh lebih global," ujar Winch. "Depresi adalah kondisi emosional abnormal yang memengaruhi pikiran, perasaan, persepsi, dan perilaku kita. Bisa muncul secara halus dan terbuka."

Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), pengidap depresi klinis biasanya merasa sedih, tertekan, atau kehilangan kesenangan dari hal-hal yang membuatnya bahagia.

Selain itu, kalian merasakan setidaknya empat gejala lain dalam daftar, yang meliputi hal-hal seperti kelelahan, kurang konsentrasi, terlalu sering atau kurang tidur, kepikiran bunuh diri, perubahan nafsu makan atau berat badan, dan gerakan atau bicara menjadi lambat. Apabila kalian mengalami gejala-gejala ini selama setidaknya dua minggu, maka kalian kemungkinan didiagnosis mengidap depresi.

Setiap orang mengalami gejala berbeda. Kalian bisa saja menangis sepanjang hari atau merasa hampa. “Depresi bagaikan warna kelabu yang menyedot semua kebahagiaan dan semangat dalam hidup kita,” terang Winch. “Dunia berubah hambar, sehingga kita tak lagi tertarik melakukan hal-hal kesukaan.”

Ada faktor tertentu yang meningkatkan risiko depresi, seperti gen. Sebuah studi menemukan risikonya bisa naik dua kali lipat jika salah satu orang tua depresi. Kalian juga semakin berpeluang mengidap depresi apabila selama hidup selalu dilecehkan, disiksa, dirundung kemiskinan, pesimis, atau rendah diri.

Tingkat neurologis antara kesedihan dan depresi juga berbeda. Dalam otak orang depresi, menurut Azab, lebih sedikit darah yang mengalir ke jaringan perhatian, dan lebih banyak aliran darah ke pusat ketakutan amigdala.

"Jadi tak mengherankan kalau orang depresi lebih fokus pada hal-hal negatif. Pusat ketakutan mereka lebih aktif," katanya.

Ketidakseimbangan kimia juga menjadi penyebab depresi sampai tingkat tertentu, tambahnya. Depresi ada kaitannya dengan tingkat serotonin, dopamin, dan epinefrin (adrenalin) lebih rendah. Serotonin mengatur waktu tidur, dopamin mengendalikan pusat kesenangan dan penghargaan otak, dan epinefrin terlibat dalam respons fight or flight tubuh.

Kalian sebaiknya menemui terapis atau tenaga ahli medis untuk mendapatkan diagnosis yang sah. Tak ada salahnya mengikuti terapi, karena ini adalah salah satu pengobatan paling umum untuk depresi. Kalian juga bisa mengonsumsi antidepresan, atau terapi elektrokonvulsif sebagai pilihan terakhir.

Jangan pernah mengabaikan pikiran ingin bunuh diri. Winch berujar, kalian bisa mengatasinya sendiri terlebih dulu, apabila gejalanya relatif ringan dan kalian butuh bantuan. Perhatikan apakah suasana hati membaik satu atau dua minggu kemudian.

Winch menyarankan olahraga kardio empat kali seminggu (kebenarannya masih diperdebatkan, tetapi penelitian menunjukkan berolahraga dapat mengurangi gejala depresi dan bahkan mencegah episode mendatang). Dia juga menganjurkan melakukan aktivitas yang pernah kalian nikmati, meskipun sebenarnya ogah mengerjakannya.

Apa pun siasat kalian, yang penting jangan mengurung diri di kamar seharian. "Berdiam di rumah, efeknya bisa sangat buruk karena dapat memengaruhi kondisi mental negatif," kata Winch, yang pernah menjelaskan pentingnya “kebersihan emosional” di TED Talk.

Menurut Azab, mulailah menerapkan pola hidup sehat, tidur tujuh hingga delapan jam setiap malam, dan berusaha mengurangi faktor psikologis seperti tidak puas bekerja dan hubungan tak sehat. Jika tidak ada perubahan setelah satu atau dua minggu kemudian, kalian bisa konsultasi ke psikiater ataupun psikolog.

Related

Psychology 3088309315287762246

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item