Sejarah Pengetahuan Alkimia, Mengubah Logam Menjadi Emas (Bagian 3)

Sejarah Pengetahuan Alkimia, Mengubah Logam Menjadi Emas

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Pengetahuan Alkimia, Mengubah Logam Menjadi Emas - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Albertus Magnus (1193–1280) dan Thomas Aquinas (1225–1274) adalah pengikut Dominican yang mempelajari Aristoteles, dan berusaha mendamaikan kesenjangan antara filsafat dengan agama Kristen. Aquinas banyak menyumbangkan karya dalam pengembangan metode ilmiah.

Lebih jauh lagi, ia menyatakan bahwa alam semesta bisa diketahui dengan hanya melalui pemikiran logis; ini bertentangan dengan keyakinan Platonis yang umumnya dipegang, bahwa alam semesta hanya bisa diketahui semata-mata melalui ilham ketuhanan.

Magnus dan Aquinas adalah di antara yang pertama menguji teori alkimiawi, dan mereka bisa juga dianggap sebagai alkimiawan, dengan perkecualian bahwa mereka hanya melakukan sedikit eksperimentasi.

Salah satu sumbangan Aquinas yang utama adalah keyakinan bahwa karena akal pikiran tidak akan tidak sejalan dengan kehendak Tuhan, maka akal pikiran pasti sesuai dengan teologi.

Seorang alkimiawan sejati pertama di Eropa Zaman Pertengahan adalah Roger Bacon. Karyanya untuk Alkimia adalah sebanyak yang dihasilkan Robert Boyle untuk ilmu kimia dan Galileo Galilei untuk astronomi dan fisika. Bacon (1214–1294) adalah Fransiskan Oxford yang menjelajahi bidang ilmu optik dan bahasa selain Alkimia.

Ide pengikut Fransiskan adalah ambil bagian di dunia, bukan menolak dunia, dan membawanya pada keyakinan bahwa eksperimentasi lebih penting daripada pemikiran.

"Di antara tiga cara di mana manusia merasa memperoleh pengetahuan; otoritas (karena itu adalah haknya), pemikiran, pengalaman; maka hanya yang terakhir yang efektif dan mampu mendamaikan akal budi." (Bacon p. 367)

"Ilmu pengetahuan eksperimental menguasai kesimpulan semua bidang ilmu pengetahuan. Ia mengungkapkan kebenaran-kebenaran, di mana pembuktian dari prinsip/hukum-hukum umum tidak diketemukan sebelumnya.”

Roger Bacon juga dikenal sebagai yang memulai pencarian batu filsuf (Philosopher's Stone) serta obat mujarab untuk kehidupan (the elixir of life): "Obat itu akan menghilangkan semua kekotoran dan sifat-sifat buruk dari beberapa jenis logam, dalam pendapat bijaksananya, melenyapkan banyak sifat buruk yeng mungkin telah berada di tubuh manusia selama berabad-abad."

Ide tentang keabadian diganti dengan gagasan tentang umur panjang. Selanjutnya, kehidupan manusia di Bumi hanya sekadar menunggu dan menyiapkan diri untuk keabadian di dunia Tuhan. Ide tentang keabadian di Bumi tidak berbenturan dengan teologi Kristen.

Bacon bukan hanya dikenal sebagai seorang alkimiawan di puncak zaman pertengahan, melainkan juga yang paling signifikan. Karya-karyanya dipakai oleh para alkimiawan yang tak terhitung jumlahnya, dari abad lima belas sampai sembilan belas.

Alkimiawan lain pada masa Bacon memiliki beberapa ciri yang sama. Pertama, dan yang paling jelas, hampir semuanya adalah anggota kependetaan (clergy).

Mudahnya, ini disebabkan karena sedikit orang di luar sekolah parokial mendapat pelajaran yang meneliti karya-karya turunan dari karya Arab. Juga, Alkimia pada masa ini disetujui oleh gereja, sebagai metode yang baik untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teologi.

Alkimia juga menarik bagi gereja, karena ia menawarkan pandangan rasionalistik tentang alam semesta, di mana saat itu manusia (Eropa) baru mulai belajar tentang rasionalisme.

Maka, pada akhir abad tiga belas, Alkimia berkembang menjadi sebuah sistem keyakinan yang hampir terstruktur. Para ahli percaya pada teori makrokosmos-mikrokosmos dari Hermes, itu berarti mereka mempercayai bahwa proses yang berpengaruh pada mineral dan zat-zat lain juga akan berpengaruh pada tubuh manusia.

Misalnya, jika seseorang bisa mempelajari rahasia pemurnian emas, maka ia bisa menerapkan tekniknya untuk memurnikan jiwa manusia. Mereka percaya pada empat unsur dan empat kualitas yang telah diuraikan di atas.

Alkimiawan mempraktikkan pengetahuan mereka. Mereka bereksperimen secara aktif dengan bahan kimiawi, serta membuat observasi dan teori tentang bagaimana cara alam semesta bekerja. Keseluruhan filsafat mereka berkisar antara keyakinan bahwa jiwa manusia terpisah di dalam diri manusia sejak jatuhnya Adam. Dengan memurnikan dua sisi jiwa itu, manusia bisa kembali menyatu dengan Tuhan.

Pada abad ke-14, pandangan-pandangan ini mengalami perubahan penting. William of Ockham, seorang Fransiskan Oxford yang meninggal pada 1349, menyerang pandangan kaum Thomist tentang kesesuaian antara iman dan pemikiran. Pandangannya, diterima secara luas sekarang, bahwa Tuhan hanya semata-mata diterima lewat iman; Ia tidak bisa dibatasi oleh pemikiran manusia.

Tentu saja pandangan ini tidak salah, apabila seseorang menerima dalil tentang ketidakterbatasan Tuhan versus keterbatasan kemampuan pemikiran manusia, tapi ini secara tidak langsung menghapus praktik Alkimia di abad empat belas dan lima belas.

Paus Yohanes XXII, pada awal tahun 1300, mengeluarkan fatwa menentang Alkimia, di mana hasilnya adalah membersihkan semua personil gereja dari praktik Alkimia. Iklim berubah, Black plague, dan meningkatnya peperangan serta bencana kelaparan yang menandai abad ini, tidak diragukan lagi juga menghambat pencarian filsafat secara umum.

Alkimia dijaga kehidupannya oleh orang semacam Nicolas Flamel, ia patut diperhitungkan karena ia seorang di antara sedikit alkimiawan yang menulis pada saat sulit tersebut. Flamel, yang hidup dari tahun 1330 sampai 1417, merupakan pembuat pola dasar (archetype) dari Alkimia tahap selanjutnya.

Dia bukan seorang dari kalangan religius sebagaimana kebanyakan pendahulunya. Seluruh ketertarikannya pada subjek seputar pencarian batu filsuf, dan ia dianggap telah menemukannya.

Karya-karyanya banyak menghabiskan waktu dengan uraian proses dan reaksi-reaksi, tapi tidak pernah benar-benar memberikan rumus terjadinya transmutasi. Kebanyakan karya-karyanya bertujuan mengumpulkan pengetahuan Alkimia yang telah ada sebelumnya, khususnya yang berkaitan dengan batu filsuf.

Selama akhir zaman pertengahan (1300-1500) para alkimiawan kebanyakan seperti Flamel; mereka berkonsentrasi pada pencarian batu filsuf dan obat awet muda (elixir of youth), yang sekarang dipercaya sebagai dua hal terpisah.

Kiasan yang samar-samar dan simbolisme dalam tulisan mengarah pada penafsiran yang bervariasi. Misalnya, kebanyakan alkimiawan pada periode ini menafsirkan pemurnian jiwa untuk mengartikan transmutasi timah menjadi emas (di mana mereka percaya bahwa air raksa elemental, atau 'quicksilver', memiliki peranan penting).

Mereka dianggap sebagai tukang sihir oleh kebanyakan orang, dan sering kali disiksa karena praktik-praktik mereka.

Tycho Brahe, yang lebih dikenal dengan penyelidikannya tentang astronomi dan astrologi, juga seorang alkimiawan. Ia memiliki laboratorium yang dibangun untuk tujuan itu di institut observatorium.

Salah seorang yang namanya muncul di awal abad enam belas adalah Heinrich Cornelius Agrippa. Alkimiawan ini percaya bahwa dia seorang ahli sihir, dalam arti sebenarnya merasa bahwa dirinya mampu memanggil makhluk gaib.

Pengaruhnya tidak begitu berarti, tetapi seperti halnya Flamel, ia menghasilkan tulisan-tulisan yang menjadi acuan para alkimiawan pada tahun-tahun sesudahnya. Sekali lagi, seperti halnya Flamel, ia berbuat banyak untuk mengubah Alkimia dari filsafat yang sifatnya mistis menjadi magis okultis.

Ia meneruskan filosofi para alkimiawan terdahulu, termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan eksperimental, numerologi, dsb, tapi ia menambahkan teori magis, yang menguatkan ide Alkimia sebagai keyakinan okultis. Meskipun demikian, Agrippa tetap seorang Kristen, walaupun pandangannya sering kali mengalami konflik dengan gereja.

Alkimia Modern dan Eropa Renaissance 

Alkimia Eropa terus berlanjut hingga terbitnya Zaman Renaisans. Era ini juga menyaksikan menjamurnya penipu yang menggunakan tipuan kimiawi dan sulap untuk "mendemonstrasikan" transmutasi logam biasa menjadi emas, atau yang mengaku memiliki pengetahuan rahasia yang—dengan modal awal "sedikit"—pasti akan mencapai tujuan tersebut.

Nama terpenting pada masa ini adalah Philippus Aureolus Paracelsus (Theophrastus Bombastus von Hohenheim (1493–1541) yang mencetak Alkimia menjadi bentuk baru, menolak sebagian okultisme yang telah bertimbun selama bertahun-tahun, mempromosikan penggunaan pengamatan dan eksperimen untuk mempelajari tubuh manusia.

Baca lanjutannya: Sejarah Pengetahuan Alkimia, Mengubah Logam Menjadi Emas (Bagian 4)

Related

Science 8804030520975096975

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item