Kisah Bocah-bocah Tak Berdosa yang Menanggung Petaka

Kisah Bocah-bocah tak Berdosa yang Menanggung Petaka

Naviri Magazine - Celoteh bocah-bocah di sebuah rumah sederhana itu begitu riang. Ada yang meriung di salah satu sudut, ada pula yang berlari-lari menenteng mainan kesayangan.

Sekilas, rumah di Jalan Songgorunggi, Kelurahan Bumi, Laweyan, Solo, Jawa Tengah itu mirip tempat penitipan anak. Tidak salah, memang. Hanya, bila ditengok lebih ke dalam, bocah-bocah itu telah yatim-piatu. Lebih miris lagi, mereka mengidap HIV dan AIDS.

“Anak-anak ini tidak tahu apa-apa. Kemudian lahir dan langsung divonis HIV,” kata Puger Mulyono, salah satu pendiri rumah singgah Lentera, membuka cerita.

Puger mengungkapkan, kebanyakan Anak dengan HIV/AIDS (Adha) tidak diterima keluarganya yang lain. Bila keluarga saja menghindar, bisa dibayangkan bagaimana sikap orang lain. Adha sering dicampakkan oleh lingkungan.

"Padahal mereka tertular dari orang tuanya. Setelah orang tuanya meninggal, tidak ada yang mau merawat," kata Puger.

Rekan Puger, yang juga merupakan pendiri rumah singgah dan pendampingan Adha, Yunus Prasetya, mengatakan jika tidak ditangani secara tepat, Adha hanya bisa bertahan sampai usia 8 hingga 9 tahun.

Keprihatinan itulah yang membuat Puger dan Yunus sepakat mendirikan rumah singgah Lentera pada 2012 silam. Padahal, sehari-hari Puger bekerja sebagai tukang parkir.

“Saya sisihkan separuh lebih gaji bulanan saya sebagai tukang parkir, untuk memelihara anak-anak ini," kata Puger.

Beruntung, teman Puger, Yunus, secara finansial lebih mapan ketimbang dirinya. Sehari-hari, Yunus dikenal sebagai wirausahawan.

Puger menuturkan, ada sekitar 17 anak yang tinggal di rumah tersebut. Usia mereka berkisar antara 2 hingga 13 tahun. Semuanya mengidap HIV dan AIDS. Mereka harus rutin mengonsumsi obat delapan kali sehari.

Selain 17 anak itu, ada sekitar 55 Adha yang juga menjalani pendampingan di luar rumah singgah Lentera.

Bukan hanya berasal dari Kota Solo, Adha di Lentera juga berasal dari kota lain seperti Jepara dan Temanggung, Jawa Tengah. Bahkan, Puger dan Yunus tak segan menjemput anak-anak yang tidak diterima keluarganya tersebut dari rumahnya ke rumah singgah.

Anak-anak ini, kata Yunus, berhak menikmati masa kecil seperti anak-anak lain. "Jangan sampai masyarakat terstigma, kemudian menjauhi dan mendiskriminasikan anak-anak ini,” kata dia.

Related

World's Fact 6490111959665521201

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item