Kisah Ekspedisi dan Perburuan Bahtera Nuh yang Misterius

Kisah Ekspedisi dan Perburuan Bahtera Nuh yang Misterius

Naviri Magazine - Setidaknya ada empat kitab dan dokumen tertulis kuno yang memuat cerita tentang Nabi Nuh. Yaitu Kitab Taurat (Yahudi), Alkitab (Kristen), Quran (Islam), dan catatan tua dari Gilgamesh Epich.

Catatan Epich merupakan bukti tertulis paling kuno yang ditemukan dalam bentuk artefak tablet tanah liat bertulis, hasil penggalian di daerah Nineveh. Dari hasil uji usia, artefak itu setidaknya dibuat pada tahun 700 Sebelum Masehi.

Dari sejumlah besar artefak kuno yang ditemukan itu, beberapa di antaranya berkisah tentang banjir besar yang menenggelamkan bumi pada masa Babilonia kuno, sebagaimana terbaca pada hasil terjemahan yang dilakukan George Smith (1872). Secara umum diungkapkan bahwa memang benar terjadi air bah dan sekelumit kisah tentang Nabi Nuh dan bahteranya, yang memuat sejumlah orang dan aneka hewan.

Bukti lainnya, ditemukan dalam artefak arkeologi di sekitar pegunungan Ararat. Namun “fosil-fosil” benda berformasi bahtera milik Nabi Nuh itu mengacu pada masa awal kekristenan, ribuan tahun sesudah air bah sezaman Nabi Nuh.

Pegunungan Ararat, yang punya sebutan lain Agri Dagi, adalah puncak tertinggi di pegunungan wilayah Turki. Tempat itu dilapisi salju dan es abadi, dengan ketinggian 5.165 meter. Para ahli Alkitab (Kristen) sementara menyimpulkan bahwa Ararat menjadi simbol ujung dunia yang dikenal orang-orang yang mencatat dokumen tersebut.

Temuan lainnya, yang merujuk pada peristiwa pencatatan tahun 1646-1626 Sebelum Masehi, adalah artefak tablet tanah liat kuno yang memuat epik Atrahasis pada kurun masa cicit Hammurabi, yakni Ammi-Saduqa. Kisahnya adalah bahtera Nabi Nuh versi Akkadian yang merupakan bahasa asli Babilonia Kuno. Inilah yang menjadi versi cerita Bangsa Assyrian.

Sementara versi Yahudi dan Kristen dalam bahasa Ibrani serta versi Islam dalam bahasa Arab, sama-sama merujuk pada kisah Nabi Nuh dan bahteranya.

Studi literatur saat itu tampaknya memancing para ilmuwan untuk menemukan lebih banyak bukti lain yang bisa memberi bukti orisinil bahwa peristiwa itu memang benar-benar terjadi, bukan dokumen literatur kuno semata. Maka pencarian bukti pun dilakukan.

Diarahkan ke Ararat

Berlandas pada ribuan literatur kuno yang terpisah-pisah itu, obyek atau target pencarian bahtera Nuh diarahkan ke wilayah pegunungan Ararat seperti yang tersurat dalam dokumen literatur kuno tersebut. Sementara itu, masyarakat Turki yang tinggal turun-temurun di kaki pegunungan bersalju itu selama ribuan tahun telah memuja puncak Gunung Ararat karena dianggap gunung suci.

Dari generasi ke generasi, mereka percaya bahwa di puncak gunung terdapat bahtera Nabi Nuh. Karena itu, mereka juga melarang keras siapa pun yang mau mendaki gunung itu.

Namun, pada pertengahan abad ke-19, pendakian gunung Ararat dilakukan untuk pertama kalinya. Pendaki gunung yang berhasil menginjak puncak tertinggi pegunungan Ararat (5.165 mdpl-meter di atas permukaan laut) adalah Dr. Friedrich Parrot, Khachatur Abovian, Alexei Sdrovenka, Matvei Chalpanof, Ovanes Aivassian, dan Murat Poggossian, pada 1829.

Anggota ekspedisi pendakian gunung itu melaporkan bahwa mereka kemungkinan telah menemukan bahtera Nabi Nuh di sebuah lereng puncak.

Tahun 1876, penjelajah Inggris, James Bryce, mendaki gunung Ararat dan menemukan potongan fosil kayu selebar 4 kaki (1,5 meter) di ketinggian 13.000 kaki (3.900 mdpl).

Tahun 1883, tim survei Turki melakukan pencatatan geologi di pegunungan tersebut. Mereka menemukan potongan fosil kayu berbentuk bahtera di bekas longsoran gunung es yang terkubur sekitar 20-30 kaki (6-9 meter) di bawah lapisan salju dan es abadi.

Tahun 1887, dalam perburuan bahtera Nabi Nuh, Pangeran Nouri dari Baghdad mengaku menemukan fosil bahtera Nabi Nuh di puncak tertinggi Ararat. Tahun 1916, penerbang Rusia Vladimir Roskovitsky dan rekannya melihat obyek menyerupai bahtera terdampar di tepi pantai danau di pegunungan Ararat.

Ekspedisi darat mencapai lokasi tersebut dilakukan sebulan kemudian. Sejumlah foto dibuat dan dilaporkan kepada Kaisar Rusia. Namun, karena terjadi penggulingan kekuasaan beberapa hari kemudian, bukti-bukti foto dan laporan tim ekspedisi tersebut hilang.

Laporan berikutnya terjadi pada tahun 1938-1948. Semua menuturkan fenomena bahtera Nabi Nuh di pegunungan Ararat. Lantas sebuah foto udara tahun 1949 memperlihatkan wilayah barat dataran pegunungan Ararat. Dalam citra foto terlihat obyek persegi panjang yang besar, yang diyakini sebagai puing-puing bahtera Nabi Nuh.

Tahun 1954 dan 1958, John Libi asal Amerika Serikat dan Kolonel Sehap Ataly dari Angkatan Darat Turki menemukan kayu yang diduga puing bahtera Nabi Nuh dari pegunungan Ararat.

Sementara laporan tahun 1960, dalam sebuah pemeriksaan rutin dan pemotretan udara untuk kepentingan militer, seorang kapten Angkatan Bersenjata Turki dilaporkan mendadak terkejut melihat hasil pemotretannya. Ia melihat penampakan persegi empat mirip bahtera Nabi Nuh pada potret pegunungan Ararat.

Lokasinya kira-kira 20 mil arah selatan puncak Ararat. Laporan sang kapten menggemparkan, hingga pada tahun 1962 dilakukan pemeriksaan oleh militer bersama tim sains Amerika ke lokasi tersebut. Ekspedisi ini menemukan puing kayu di ketinggian 14.000 kaki.

Meski terlihat ada obyek menyerupai bahtera Nabi Nuh, namun resolusi potret yang dilakukan satelit ERTS di pegunungan yang sama tahun 1973 tidak baik. Ekspedisi masih tetap berlangsung pada tahun 1980-2000-an. Semuanya menambah kaya bukti tentang adanya material kayu kuno di pegunungan Ararat, yang tersebar di beberapa tempat dengan ketinggian yang semuanya berbeda.

Related

Science 2563165958253202633

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item