Sejarah dan Fakta Mencengangkan di Balik Terbentuknya Zimbabwe

Sejarah dan Fakta Mencengangkan di Balik Terbentuknya Zimbabwe

Naviri Magazine - Mendengar kata "Zimbabwe", pasti langsung terbayang uang segreobak. Wajar jika kalian membayang hal tersebut. Negara Zimbabwe memang identik dengan kehancuran ekonomi. Hiperinflasi yang melanda negeri ini pun tidak main-main. Angka 231.000.000 persen inflasi pernah Zimbabwe raih.

Terlepas dari itu, negeri yang tidak memiliki laut dan dikelilingi empat negara dari empat penjuru mata angin tersebut memiliki sejarah yang panjang. Bahkan sebelum tahun 1980, dunia tidak mengenal adanya negara Zimbabwe.

Sebelum tahun 1980, Zimbabwe memang belum terbentuk. Wilayah negeri tersebut dulunya adalah negara Rhodesia. Rhodesia merupakan bagian negara persemakmuran Inggris. Walaupun menjadi bawahan Inggris, Rhodesia masih leluasa mengurus negerinya sendiri (otonomi khusus), dibandingkan Indonesia yang dijajah oleh Belanda.

Akibat hak istimewa yang diberikan Inggris, tahun 1963 Rhodesia memutuskan memecah menjadi 3 koloni, dengan alasan wilyah Rhodesia yang saat itu disebut Federation of Rhodesia & Nyasaland cukup luas. Yaitu Rhodesia utara, Rhodesia Selatan, dan Nyasaland. Rhoesia selatan dikenal sebagai Rhodesia, Rhodesia utara menjadi Zambia, dan Nyasaland menjadi Malawi.

Zimbabwe kelak terlahir dari negara Rhodesia selatan atau Rhodesia. Namun, terlepas dari itu, Rhodesia terdiri dari dua golongan penduduk. Golongan utama, orang kulit putih, dan golongan kedua orang kulit hitam. Kaus apartheid pun tak bisa dihindari, dibuktikan dengan warga kulit putih yang selalu menjadi pemimpin. Golongan kulit hitam pun merasa didiskriminasi.

Pada 11 November 1965, akhirnya Rhodesia menyatakan diri merdeka, terlepas dari bawahan Inggris, setelah tidak melaksanakan perintah Inggris untuk mereformasi sistem politiknya.

Setelah Rhodesia merdeka, mulai timbul masalah baru, yaitu terbentuknya 2 kelompok pemberontak yang ingin mengubah pandangan negara, faktor utamanya terkait apartheid. Kelompok pertama adalah Zimbabwe African National Union (ZANU), yang dipimpin Robert Mugabe. Kelompok kedua adalah Zimbabwe African People's Unions (ZAPU), yang dipimpin oleh Joshua Nkomo.

Akhirnya perang

Kelompok pemberontak ZANU dan ZAPU, bersama militer Rhodesia, mengalami perbedaan luar biasa saat itu. Dapat dikatakan, senjata pemberontak milik ZANU maupun ZAPU seperti halnya langit dan bumi. Namun mereka tidak menyerah.

Pada tahun 1967, Afrika Selatan sepakat untuk membantu Rhodesia. Mereka mengirimkan 2.000 polisinya untuk menjaga perbatasan Zambia dan Rhodesia. Kelompok pemberontak ZANU dan ZAPU memang melakukan aktivitas melalui negara Zambia.

Babak baru

Tahun 1970, Cina dan Rusia akhirnya sepakat untuk membantu ZANU dan ZAPU, karena mereka mengharapkan Rhodesia menjadi sekutu di kemudian hari. Memasuki tahun 1979, Rhodesia menyatakan sebanyak 95 persen wilayahnya di bawah darurat militer.

Rhodesia pun kembali mendapatkan bantuan besar dari Afrika Selatan, berupa alutsista untuk membumihanguskan kelompok ZANU dan ZAPU. Di lain pihak, pemberontak ZANU dan ZAPU mendapatkan bantuan alutsista dari negara komunis. Bahkan negara Kuba pada saat itu siap mengirimkan pasukannya ke sana.

Masih di tahun 1979, Rhodesia kian hari kian terpojok, walalu mendapatkan bantuan dari Afrika Selatan yang mampu diimbangi oleh kelompok ZANU dan ZAPU. Sorotan dunia Internasional semakin membuat tertekan. Anggaran kian hari kian menipis untuk membiayai perang. Tak ada jalan lain, pemerintah Rhodesia memutuskan berdamai dengan kelompok ZANU dan ZAPU untuk mengakhiri perang.

Setelah Rhodesia sepakat untuk berdamai dengan pemberontak ZANU dan ZAPU, untuk pertama kalinya mereka menggelar pemilu bersama. Tepatnya pada April di tahun yang sama. Uskup Abel Muzorewa, orang asli berkulit hitam, dinyatakan menang.

Perdamaian yang baru tersebut mulai goyah kembali. Kelompok ZANU dan ZAPU tidak menerima hasil pemilu, dengan alasan Muzorewa dianggap sebagai boneka yang dikendalikkan oleh orang kulit putih.

Pada saat Rhodesia mulai terpecah kembali, pemerintah Inggris tidak tinggal diam. Margaret Thatcher, perdana menteri Inggris saat itu, mengundang perwakilan Rhodesia, ZANU dan ZAPU, untuk kembali berdamai. Mereka sepakat untuk menggelar pemilu ulang. Akhirnya, kesepakatan ini membuat perang bener-benar berakhir.

Februari 1980, Rhodesia menggelar pemilu ulang yang telah disepakti sebelumnya. Kelompok ZANU pun dinyatakan sebagai pemenang. Robert Mugabe terpilih menjadi perdana menteri Rhodesia. Akibat kemenangan ini, Rhodesia terlahir kembali menjadi "Zimbabwe".

Robert Mugabe menjadi presiden pertama bagi negara Zimbabwe, sekaligus menjadi dalang di balik kehancuran ekonomi Zimbabwe. Ia memerintah selama 37 tahun, baru tahun 2017 kemarin ia turun jabatan.

Related

World's Fact 8710493369332861033

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item