Krisis Ekonomi, Demonstrasi Mahasiswa, dan Detik-detik Jatuhnya Soeharto

Krisis Ekonomi, Demonstrasi Mahasiswa, dan Detik-detik Jatuhnya Soeharto

Naviri Magazine - Setelah enam kali berturut-turut ditetapkan MPR sebagai presiden, Soeharto mulai menyatakan jika dirinya tidak berambisi menjadi presiden seumur hidup (12 Maret 1994). Pada kepemimpinannya periode ini, Presiden Soeharto memberhentikan Prof Dr Satrio Budiharjo Joedono, selaku Menteri Perdagangan, sebelum akhir masa jabatan (6 Desember 1995).

Soeharto, yang mengawali kekuasaannya sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 dan menjadi presiden pada 27 Maret 1968, terus menggenggam jabatan itu selama 31 tahun. Semula ada yang memperkirakan bahwa Soeharto akan menolak pencalonannya kembali sebagai presiden untuk periode yang keenam pada tahun 1998, setelah istrinya meninggal dunia pada 28 April 1996.

Perkiraan itu ternyata keliru. Ketika usianya mencapai 75 tahun, ia bukan saja bersedia untuk dicalonkan kembali, tetapi menerima untuk diangkat kembali sebagai presiden untuk periode 1998-2003. Ia menerima penganugerahan Bintang Lima atau Pangkat Jenderal Besar saat berusia 76 tahun (39 September 1997).

Pada 25 Juli 1996, Presiden Soeharto menerima PDI pimpinan Soerjadi, dan menolak kepemimpinan Megawati Soekarnoputri untuk memimpin Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dua hari kemudian terjadi kerusuhan 27 Juli berdarah.

Krisis ekonomi dan kejatuhan

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga ke Indonesia. Bahkan, krisis itu menerjang hingga menciptakan krisis ekonomi. Pada 8 Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat sektor keuangan, dan menyatakan badai pasti berlalu. Pada 29 November 1997, presiden minta seluruh rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter.

Di tengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam, pada 10 Maret 1998, MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Kali ini, Prof Ing BJ Habibie sebagai wakil presiden. Pada 17 Maret 1998, ia menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden, dan meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama satu tahun dalam rangka krisis moneter.

Menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003. Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki, dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata.

Pada 20 Mei 1998, sebelas menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri. Krisis moneter dan ekonomi benar-benar menggerogoti sistem kepemimpinannya. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di pucuk kepemimpinan negeri.

Hanya berselang 70 hari setelah diangkat kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kali, Soeharto terpaksa mundur dari jabatannya sebagai presiden.

Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998. Tepat pukul 09.10 WIB (Waktu Indonesia Barat), Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai presiden. Layar kaca televisi saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran dirinya.

Tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi periode yang teramat panjang. Bagaimana pun, masa-masa itu kekuasaannya semakin tergerus oleh berbagai aksi dan peristiwa. Aksi mahasiswa menyebar ke seantero negeri. Ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Trisakti, Jakarta, mengelar aksi tidak jauh dari kampus mereka.

Peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan memasuki jalan artileri, serta berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang sangat stategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya empat mahasiswa Trisakti.

Sehari kemudian, tanggal 13 Mei 1998, jenazah empat mahasiswa yang tewas diberangkatkan ke kediaman masing-masing. Mahasiswa yang hadir menyanyikan lagu Gugur Bunga. Tewasnya para mahasiswa disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televisi, dan surat kabar.

Mereka yang tewas adalah dua mahasiswa angkatan 1995 dan dua mahasiswa angkatan 1996. Angkatan 1995 terdiri dari Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin) dan Hafidhin Alifidin Royan (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin). Sedangkan mahasiswa yang tewas angkatan 1996 adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen).

Tewasnya keempat mahasiswa itu seakan menjadi ledakan suatu peristiwa yang lebih besar. Kamis, 14 Mei 1998, Jakarta dilanda kerusuhan hebat.

Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir, untuk mengikuti Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (Group 15/G-15).

Tanggal 16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan, termasuk berkonsultasi dengan unsur pimpinan DPR.

Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya, Abdul Latief, mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri.

Tanggal 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR. Aksi tersebut berakhir seiring mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.

Related

History 7269711708344707192

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item