Mengenal Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia
https://www.naviri.org/2019/11/mengenal-pernyataan-umum-tentang-hak-asasi-manusia.html
Naviri Magazine - Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights; UDHR) adalah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (A/RES/217, 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris).
Pernyataan ini terdiri atas 30 pasal yang menggarisbesarkan pandangan Majelis Umum PBB tentang jaminan hak-hak asasi manusia (HAM) kepada semua orang.
Eleanor Roosevelt, ketua wanita pertama Komisi HAM (Commission on Human Rights; CHR) yang menyusun deklarasi ini, mengatakan, "Ini bukanlah sebuah perjanjian... [Di masa depan] ini mungkin akan menjadi Magna Carta internasional..."
Sejarah
Sampai sekarang, sejak proklamasi Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, beberapa negara telah memproklamasikan deklarasi yang serupa. Contohnya meliputi Bill of Rights di Amerika Serikat, dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara di Perancis.
Penyusunan
Setelah terjadi berbagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Nazi Jerman setelah Perang Dunia II, terdapat sebuah konsensus umum dalam komunitas dunia bahwa Piagam PBB tidak secara penuh mendefinisikan hak-hak yang disebutkan. Sebuah pernyataan umum yang menjelaskan hak-hak individual diperlukan.
John Peters Humphrey dipanggil oleh Sekretariat Jenderal PBB untuk bekerja dalam suatu proyek dan menjadi penyusus pernyataan umum tersebut. Humphrey juga dibantu oleh Eleanor Roosevelt dari Amerika Serikat, Jacques Maritain dari Perancis, Charles Malik dari Lebanon, dan P. C. Chang dari Republik Cina, dan lainnya.
Proklamasi ini diratifikasi sewaktu Rapat Umum pada 10 Desember 1948, dengan hasil perhitungan suara 48 menyetujui, 0 keberatan, dan 8 abstain (semuanya adalah blok negara Soviet, Afrika Selatan, dan Arab Saudi).
Walaupun peran penting dimainkan oleh John Humphrey, warga negara Kanada, pemerintah Kanada pada awalnya abstain dalam perhitungan suara tersebut, namun akhinya menyetujui pernyataan tersebut di Rapat Umum.
Sambutan
Dalam pidatonya pada 5 Oktober 1995, Paus Yohanes Paulus II menyebut UDHR sebagai "salah satu dari eskpresi hati nurani manusia yang tertinggi".
Eleanor Roosevelt, pada 9 Desember 1948, menyatakan, "Secara keseluruhan, delegasi dari Amerika Serikat percaya bahwa ini adalah dokumen yang bagus – bahkan dokumen yang hebat – dan kami mengusulkan untuk memberikannya dukungan penuh. Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia ini mungkin akan menjadi Magna Carta internasional seluruh manusia dimana pun."
Pernyataan oleh Marcello Spatafora atas nama Uni Eropa pada 10 Desember 2003: "Lebih dari 55 tahun yang lalu, kemanusiaan telah membuat suatu kemajuan yang sangat banyak dalam mempromosikan dan melindungi hak-hak asasi manusia.
“Terima kasih atas kekuatan kreatif yang dihasilkan oleh Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, tidak perlu diragukan lagi adalah dokumen paling berpengaruh dalam sejarah. Dokumen yang luar biasa, penuh idealisme tetapi juga kebulatan tekad untuk belajar dari masa lalu, dan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
“Yang paling penting, Pernyataan Umum ini menempatkan hak-hak asasi manusia di tengah-tengah kerangka prinsip dan kewajiban yang membentuk hubungan di dalam komunitas internasional."
Kritikan
Negara-negara muslim secara dominan, seperti Sudan, Pakistan, Iran, dan Arab Saudi, sering mengkritik Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia atas kegagalan pernyataan ini memahami konteks relijius dan kebudayaan negara-negara non-Barat.
Tahun 1981, perwakilan Iran untuk Amerika Serikat, Said Rajaie-Khorassani, mengeluarkan pendapat atas posisi negaranya mengenai Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dengan berkata bahwa UDHR adalah "sebuah pemahaman sekular dari tradisi Yahudi-Kristen", yang tidak bisa diimplementasikan oleh muslim tanpa melalui hukum-hukum Islam.