Kisah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, Menutup Lokalisasi Dolly
https://www.naviri.org/2019/12/kisah-walikota-surabaya-tri-rismaharini-menutup-dolly.html
Naviri Magazine - Tak bisa dihindari, setiap penutupan lokalisasi selalu muncul pro-kontra. Ada yang meminta segera dilakukan, dan sebaliknya ada yang meminta mengurungkan. Ketika Walikota Surabaya Tri Rismaharini, menutup lokalisasi Dolly, ia menghadapi hal serupa.
Para pimpinan umat meminta lokalisasi segera ditutup. Alasannya prostitusi adalah kejahatan terhadap kesusilaan dan moral, yang melawan hukum. Tapi banyak penggiat sosial yang minta Dolly tak perlu ditutup.
Alasannya selain persoalan ekonomi, PSK juga akan menyebar dan makin tidak terkontrol. Padahal PSK membawa risiko penularan penyakit, termasuk HIV/AIDS.
Risma menyadari, tak mudah menutup sebuah lokalisasi. Terutama, karena ia tahu Pemkot Surabaya tak mungkin bisa menghidupi semua PSK yang ada di tempat itu, setelah penutupan.
Namun akhirnya Risma punya alasan yang kuat, tak sekadar kekuasaan dan pijakan hukum, tapi ada aspek kemanusiaan, pendidikan bahkan psikososial, yang melatarbelakanginya.
Salah satunya adalah cerita miris, yang ia dapatkan dari seorang berusia 60 tahun. PSK ini sudah melacurkan diri sejak usia 19 tahun. Di usia senjanya pun ia masih menjalani pekerjaan itu. Pelanggannya adalah anak SD dan SMP, dengan tarif Rp1.000-Rp2.000, sesuai uang jajan anak-anak tersebut.
Pemerintah kota Surabaya ingin melindungi banyak hal dalam penutupan Dolly. Dari penegakan hukum, kemanusiaan, sampai pendidikan anak, dan lingkungan sosial anak.