Kini Ada Teknologi yang Bisa Mengedit dan Menghapus Kenangan (Bagian 4)

Kini Ada Teknologi yang Bisa Mengedit dan Menghapus Kenangan

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kini Ada Teknologi yang Bisa Mengedit dan Menghapus Kenangan - Bagian 3). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pada 1975, masyarakat umum belum akrab dengan konsep perkawinan gen—istilah "rekayasa genetika" baru mulai digunakan di tahun 1950-an, di sebuah novel sains-fiksi dan bukan makalah akademik. Di zaman itu, eksperimentasi yang dilakukan oleh Berg untuk memanipulasi DNA tergolong sangat berani, sama seperti riset ingatan yang tengah dikerjakan oleh Ramirez dan Berger di masa kini.

Jelas, bagi beberapa peneliti, bahwa hasil penelitian mereka akan merevolusi dunia profesi mereka. Yang kurang jelas adalah bagaimana mereka bisa mengeksplorasi eksperimen mereka tanpa membahayakan "para pekerja lab, masyarakat umum, binatang, dan tanaman, yang menjadi bagian dari ekosistem alam." Sebab itulah mereka berkumpul guna menemukan solusi yang tepat.

Berg menulis bahwa "diskusi yang panas terjadi." Perdebatan-perdebatan itulah yang akhirnya menghasilkan semacam pedoman tentang seberapa kita harus berhati-hati ketika melakukan berbagai eksperimentasi genetik. Namun yang lebih penting lagi, pertemuan itu mengantar terjadinya percakapan di tengah masyarakat, yang akhirnya membuat peraturan dan norma sosial seputar rekayasa genetik berkembang.

Asilomar Conference dan perdebatan yang terjadi didasari oleh prinsip pencegahan—bahwa ketika memperkenalkan sebuah produk atau teknologi baru yang berisiko mempengaruhi kesehatan manusia atau lingkungan, pencipta bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa penemuannya aman.

Mungkin saja, seiring berkembangnya teknologi peningkatan memori, kita akan mulai semakin menerima ide tersebut, sama halnya dengan bagaimana kita akhirnya menerima rekayasa genetik 20 tahun yang lalu. Namun lingkungan yang mendukung harus dibentuk agar penelitian-penelitian ini bisa berkembang secara aman dan adil.

Pada 2018, Berg menulis sebuah esai di Nature, mengingat bagaimana Asilomar Conference berhasil mendukung terjadinya penelitian dunia genetik yang aman dan produktif, untuk beberapa dekade ke depan. Berg penasaran apabila metode yang sama akan membantu menyelesaikan isu-isu seputar rekayasa memori. Jawabannya? Tidak.

Bukan karena perbedaan teknologi, tapi karena perbedaan lingkungan ilmuwan di era itu dan sekarang. Di Asilomar pada 1970-an, kebanyakan ilmuwan bekerja di institusi yang didanai oleh publik. Mereka bisa menyuarakan opini secara jujur tanpa harus khawatir. Namun kini, sains semakin diprivatisasi, dan dikhawatirkan bahwa kepentingan ekonomi individu akan mempengaruhi diskusi tentang risiko dan benefit dari penelitian tersebut.

Ramirez dan Johnson menarik kemiripan pararel antara teknologi memori dan rekayasa genetik.

"Dulu, Human Genome Project memakan waktu bertahun-tahun sebelum diaktifkan. Tapi ketika akhirnya dimulai, sudah ada hukum yang memadai sehingga dunia tidak panik," jelas Ramirez. "Teknologi memori kurang lebih sama keadaannya. Kami memulai percakapan tentang teknologi ini beberapa dekade sebelum dimulai, agar nanti dunia siap menerima."

Johnson mempunyai kesimpulan yang agak berbeda—bahwa mungkin Amerika Serikat terlalu konservatif dalam bidang teknologi.

"Ketika kita sadar bahwa manusia bisa memodifikasi kode genetik dan menciptakan bayi sesuai keinginan, semua orang mulai berkicau. Apakah ini sesuatu yang kita ingin lanjutkan? Ketika pemerintah AS mengatakan, ‘wah ini tidak sesuai dengan nilai-nilai kita’, pemerintah Cina justru mengatakan, ‘ini menarik…’"

Seminggu sebelum Johnson mengatakan ini, ilmuwan di Sichuan University berhasil menggunakan teknologi pengeditan gen CRISPR untuk merawat pasien kanker, dengan cara menyuntikkan sel darah putih rekayasa ke pasien.

Pada Desember 2015, koalisi ilmuwan internasional menandatangani moratorium agar penggunaan CRISPR yang dapat menyebabkan perubahan genetik ditunda, hingga risikonya bisa dipahami dengan lebih baik—tapi Cina yang menolak menandatangani moratorium, dan tetap menggunakan teknologi tersebut.

Lalu bagaimana bila perawatan ini berhasil? Akan sangat menyebalkan bila AS terlalu angkuh untuk mengakui kesuksesan negara lain. Biarpun mungkin AS terlalu berhati-hati, perlu diingat bahwa otak manusia sangat kompleks—ada sekitar 86 milyar neuron saling berhubungan di dalamnya, dan manusia belum memahami cara kerja otak mereka sendiri sepenuhnya. Ketika mencoba memanipulasi sebuah sistem raksasa yang bisa mempengaruhi setiap titik dari tubuh kita, rasanya tidak salah untuk berhati-hati.

Johnson memprediksi bahwa human intelligence akan menjadi "salah satu pasar terbesar di dunia nantinya.”

Ini berhubungan dengan kapasitas manusia untuk belajar, memori, dan evolusi kita sebagai makhluk—tentu saja pasarnya akan sangat besar. Sangat mungkin untuk membangun proyek yang sukses dan meraup banyak keuntungan."

Namun ada argumen tandingan terhadap optimisme Johnson: Mengingat rumitnya otak manusia dan penelitian masih berada di tahap awal, sulit untuk bisa mencapai super memori seperti kemauan Johnson. Kita juga belum bisa dengan pasti memperkirakan efek jangka panjang seperti apa yang akan ditimbulkan teknologi peningkatan memori terhadap otak.

Seiring berkembangnya penelitian, sangat penting untuk memulai percakapan yang terbuka dan jujur tentang manfaat dan risiko dari teknologi ini. Ini adalah percakapan, menurut Berg, yang hanya akan bisa terjadi ketika ilmuwan membicarakan karya mereka tanpa khawatir soal kehilangan dana.

Seiring teknologi seperti chip memori silikon dan editing memori menggunakan laser mulai menjadi kenyataan, manusia harus mencari cara untuk membudidayakan mereka dengan benar.

Yang sesungguhnya dibutuhkan adalah versi modern Asilomar Conference: ilmuwan, ahli klinik, ahli etika, dan pengusaha, berkumpul bersama dan menimbang risiko dan manfaat teknologi baru ini. Namun, mengingat lingkungan penelitian yang sudah sangat korporat di era ini, rasanya itu mimpi yang mustahil.

Ahli saraf, Julie Robillard, yang menulis tentang manipulasi memori lewat tulisannya di Journal of Ethics yang diterbitkan oleh American Medical Association, mengatakan bahwa penting sekali bagi para peneliti dan ahli etika untuk bekerja bersama-sama dalam tahap awal penelitian, guna membuktikan bahwa ketidakserasian antara etika dan progres sains hanyalah mitos belaka.

Teknologi memang memiliki manfaat potensial yang tinggi, katanya, tapi teknologi juga memiliki risiko—baik secara individu maupun masyarakat luas.

Dia mempertanyakan hal-hal seperti, "Bagaimana seseorang bisa melaporkan kejahatan kalau memorinya dihapus?" Dan, "Akankah kriminal dipaksa menjalani prosedur manipulasi memori, apabila ini memperkecil risiko mereka berbuat kejahatan di masa mendatang?"

Dia mengatakan bahwa manipulasi memori—dan semua bioteknologi baru—"harus dilakukan dalam lingkungan yang interdisipliner."

Saat ini, Kernel memiliki 20 orang staf—ilmuwan komputer, ahli saraf, insinyur. Ketika Johnson ditanya apakah timnya memiliki ahli etik, dia menjawab, "belum ada."

Related

Technology 3268561257274954759

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item