Rencana Indonesia Bebas Prostitusi 2019, Bagaimana Kabarnya Kini?

Rencana Indonesia Bebas Prostitusi 2019, Bagaimana Kabarnya Kini?

Naviri Magazine - Empat tahun lalu, pada 2015, empat lokalisasi pelacuran ditutup. Hal itu atas perintah Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa. Keempat lokaliasasi yang ditutup berada di Tangerang, Mojokerto, dan Kutai Kartanegara (Kukar) ada dua lokalisasi. Bisa dipahami mengapa di Kukar ada 2 kompleks pelacuran yang ditutup.

Menurut data Kementerian Sosial (Kemensos), Kalimantan Timur memiliki lokalisasi prostitusi terbanyak di Indonesia. Setidaknya ada sekitar 4.000 PSK yang tersebar di 35 lokalisasi.

Penutupan lokalisasi tersebut adalah bagian dari rencana besar pemerintah yang menargetkan Indonesia pada 2019 bebas dari lokalisasi. Niatan pemerintah untuk menutup semua lokalisasi prostitusi, sesungguhnya sudah sejak lama diwacanakan. Namun menghapus lokalisasi dari bumi Indonesia ini dimulai sejak lama.

Pada Februari lalu, Kemensos mencatat ada 168 daerah yang memiliki lokalisasi prostitusi, dengan jumlah PSK (Pekerja Seks Komersial) 56.000 orang. Penutupan dilakukan secara bertahap.

Ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup Kalijodo, beberapa waktu lalu, Jumlah lokalisasi di Indonesia kini tinggal 99 tempat. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 lokalisasi berlokasi di Kalimantan Timur, 12 di antaranya di Kukar.

Dalam berbagai kesempatan, Khofifah selalu menyosialisasikan alasan pemerintah menutup semua lokalisasi. Yang paling mendasar, karena tidak ada satu pun UU di Indonesia yang melegalkan dan membenarkan lokalisasi prostitusi.

Selain itu, ada empat masalah fundamental yang ada di balik prostitusi, yaitu perbudakan, tindak kejahatan, eksploitasi, serta perdagangan manusia.

Khofifah sangat menyadari bahwa kebijakan menutup lokalisasi prostitusi akan mendapatkan berbagai kritikan. Ia juga tidak menafikan bila penutupan lokaliasi justru akan menjadikan prostitusi menyebar. Karena ketika ada lokalisasi pun prostitusi sudah menyebar via dunia maya.

Memang pemerintah tak hanya menutup lokalisasi, lalu membiarkan PSK yang ada di tempat itu. Terhadap PSK, pemerintah memberikan kompensasi berupa bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Rp3 juta per orang. Juga Jaminan Hidup (Jadup) sebesar Rp10 ribu x 90 hari total Rp5.050.000. Serta beragam pelatihan kejuruan (vocational training).

Dalam konteks penutupan lokaliasasi secara nasional pun, Mensos punya alasan. Yaitu posisi tegas negara dalam melindungi warganya, dari perdagangan manusia yang terlembaga. Bila lokalisasi tidak ditutup, berarti negara juga melegalkan perdagangan manusia.

Pemerintah memang punya otoritas untuk menutup lokalisasi prostitusi. Karena memang keberadaan lokalisasi selama ini, hanya berdasarkan kebijakan pemerintahan kota yang tidak merujuk pada UU. Namun pemerintah juga harus menyadari bahwa penghapusan lokalisasi, tidak sama artinya dengan menghapuskan PSK.

Kompensasi uang dan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan yang diberikan tersebut, belum tentu bisa mengentaskan PSK dari profesinya. Tak semua orang bisa menjadi wirausahawan. Jika percaya prinsip Pareto, hanya 20 persen PSK yang berpotensi memanfaatkan bantuan UEP, secara baik dan menghasilkan karya produktif.

Related

World's Fact 2633952268767995981

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item