Sejarah Penting Indonesia, Seusai Proklamasi Kemerdekaan (Bagian 1)

Sejarah Penting Indonesia, Seusai Proklamasi Kemerdekaan

Naviri Magazine - Sejarah Indonesia selama 1945-1949 dimulai dengan masuknya Sekutu yang diboncengi oleh Belanda (NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada 27 Desember 1949.

Terdapat banyak peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.

Kembalinya Belanda bersama Sekutu

Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, negara-negara sekutu bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing, bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.

Menjelang akhir perang, tahun 1945, sebagian wilayah Indonesia telah dikuasai oleh tentara sekutu. Satuan tentara Australia telah mendaratkan pasukannya di Makasar dan Banjarmasin, sedangkan Balikpapan telah diduduki oleh Australia sebelum Jepang menyatakan menyerah kalah.

Sementara Pulau Morotai dan Irian Barat bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara Australia dan Amerika Serikat, di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (South West Pacific Area Command/SWPAC).

Setelah perang usai, tentara Australia bertanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur, Amerika Serikat menguasai Filipina, dan tentara Inggris dalam bentuk komando SEAC (South East Asia Command) bertanggung jawab atas India, Burma, Srilanka, Malaya, Sumatra, Jawa, dan Indocina.

SEAC, dengan panglima Lord Mountbatten sebagai Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara, bertugas melucuti bala tentera Jepang dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI).

Mendaratnya Belanda diwakili NICA

Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.

Pada 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook.

Ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan tidak akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang.

Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya, yaitu Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.

Pertempuran melawan Sekutu dan NICA

Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke Indonesia, yang saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:

   1. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya.
   2. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarangm dan sekitarnya.
   3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
   4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

Ibukota pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta, dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta, sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.

Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa.

Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada. Larena kereta dengan perjalanan luar biasa ini mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.

Perubahan sistem pemerintahan

Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer.

Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia. Karena itu, sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis, dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.

Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensial menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.

Diplomasi Syahrir

Ketika Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945, Letnan Gubernur Jendral van Mook mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen), J.H.A. Logemann, yang berkantor di Den Haag: "Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan".

Logemann berbicara pada siaran radio BBC tanggal 28 November 1945, "Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka. Kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir".

Tanggal 6 Maret 1946, kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah persona non grata.

Baca lanjutannya: Sejarah Penting Indonesia, Seusai Proklamasi Kemerdekaan (Bagian 2)

Related

History 5109299894241012698

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item