Mengapa Aceh Terus Menerus Menjadi Daerah Miskin? Ini Penjelasannya
https://www.naviri.org/2020/02/aceh-miskin.html
Naviri Magazine - Angka kemiskinan di Aceh memang memprihatinkan dan tak pernah turun signifikan. Sejak tahun 2000, angka kemiskinan di Aceh tak pernah ada di bawah 10 persen. Prestasi paling 'membanggakan' daerah tersebut hanya mencatatkan angka kemiskinan 15,20 persen. Itu pun sudah terjadi pada 20 tahun lalu (2000).
Terakhir, pada 2018 lalu, angka kemiskinan masih sebesar 15,97 persen. Sebagai pembanding, angka kemiskinan Indonesia pada 2018 lalu adalah 9,66 persen. Sepanjang 2007-2018, jumlah penduduk miskin yang masuk kategori BPS stabil antara 800 ribu hingga 900 ribu jiwa.
Angka kemiskinan Aceh bahkan pernah menyentuh 28-29 persen sepanjang 2002-2006, jelang dan sesudah perjanjian Helinski pada 15 Agustus 2005—salah satu peristiwa penting di Aceh.
Pertumbuhan ekonomi Aceh sejak 2005—tahun nota kesepahaman antara GAM dan pemerintah Indonesia di Helsinki—tak pernah menampilkan rapor bagus. Pada tahun itu, pertumbuhan ekonomi bahkan minus 13 persen. Setahun berikutnya meningkat menjadi 2,4 persen. Setelahnya, selama tiga tahun berturut-turut, menurun drastis dan lagi-lagi menyentuh angka minus.
Sejak 2010, pertumbuhannya fluktuatif, dengan kenaikan dan penurunan 1-2 persen. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi Aceh kembali melorot pada angka minus 0,73.
Pertumbuhan ekonomi Aceh, menurut laporan BPS Aceh dalam Produk Domestik Regional Bruto, disebabkan penurunan produksi dan kontribusi pertambangan, penggalian, serta industri pengolahan. Pertumbuhan negatif ini imbas moratorium pertambangan berdasarkan UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara.